68 | gua

633 225 5
                                    

"Merem ya? Terus coba baca doa ini..."
 
 

Takata Mashiho, atau yang biasa dipanggil Mashi oleh beberapa teman dekatnya, langsung menuruti salah satu perintah dari juru kunci Gua yang tengah ia masuki dengan kakak dan tetangga sebelah rumahnya yang katanya cukup peka dengan hal-hal seperti ini.

Mashi dan kakaknya diajak oleh sang tetangga ke sebuah Gua yang cukup terkenal di salah satu daerah. Setelah melakukan beberapa ritual sebelum masuk, mereka akhirnya masuk juga ke dalam Gua yang cukup gelap tersebut.

Tidak hanya bertiga. Ada juga orang lain yang sepertinya tengah mengikuti kegiatan yang sama.

Mashi sempat mengira kalau Gua yang ia datangi ini hanya sekadar daerah tujuan pariwisata. Tapi nyatanya tidak. Nyatanya, lebih dari itu.

Setelah memasuki Gua sejauh belasan meter. Semua yang ikut masuk ke sana diminta berhenti.

Keadaan yang gelap membuat Mashi cukup sulit mengamati dan mendeskripsikan tempatnya berada kini. Yang jelas ada semacam bilik yang entahlah Mashi tak tahu apa namanya.

Setelah berhenti mereka semua diminta untuk memejamkan mata dan merapalkan beberapa doa.

Mashi ikut memejamkan mata. Tapi mulutnya sama sekali tak terbuka. Ia tidak tahu doa apa yang dimaksudkan untuk dibaca. Makanya, daripada salah, Mashi memilih diam saja.

Di tengah kegiatan tersebut, samar-samar Mashi mendengar suara tetesan air dengan ritme teratur.

Entah karena berhasil memfokuskan pusat pikirannya atau bukan, tapi suara yang awalnya samar dan kecil tersebut lambat laun terdengar semakin jelas. Dimana lama kelamaan tidak hanya suara tetesan air yang Mashi dengar. Tapi juga suara tepukan, yang semakin lama ritmenya semakin cepat. Pun dengan ritme suara tetesan airnya kini.
 
 
 
"Sekarang kalian boleh membuka mata..."
 
 
 
 
"Ya Tuhan!"
 
 
 

Mashi yang tidak langsung membuka matanya dengan cepat, mengerutkan kening ketika mendengar seruan dari beberapa orang yang turut masuk bersamanya ke dalam Gua tersebut.

"Jangan buka mata, dek," bisik sang kakak yang berdiri di samping Mashi.

"K-kenapa, bang? Ada apaan?" tanya Mashi masih dalam keadaan mata yang menutup. Ia menuruti perkataan sang kakak untuk tidak langsung membuka mata saat ini juga.

"Ada mbak cantik..." jawab sang kakak dengan suara pelan tepat di telinga Mashi. Berbisik lebih tepatnya.

"H-hah? M-mbak cantik?"

"Iya. Makanya kamu tetep merem. Dan pegang lengan abang. Begitu sampai di luar nanti. Baru kamu buka mata. Ngerti?"

"N-ngerti, bang."

Mashiho menurut. Ia benar-benar tak membuka matanya sebelum mereka berdua sampai di muka Gua tempat mereka masuk tadi.

Bisa Mashi dengar banyak orang berbisik-bisik mengatakan apa yang mereka lihat dan alami di dalam Gua tadi.

Mulai dari melihat penampakan sosok yang tak seharusnya mereka lihat, sampai menjadi korban sentuhan dari makhluk yang sengaja mengerjai mereka.

"Abang tadi juga lihat?" tanya Mashiho sembari berjalan menjauh dari Gua tersebut.

Sang kakak menganggukan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Mashiho.

"Dipegang juga?"

"Nggak sampe dipegang. Tapi beneran lihat, dek. Kamu sendiri? Nggak lihat kan? Nggak dipegang juga?"

"Untungnya enggak, bang. Tadi adek turutin kata abang yang nyuruh adek tetap tutup mata sampai keluar Gua."

"Bagus!"

"Kalian tahu..." ucap sang tetangga yang mengajak Mashiho dan kakaknya, secara tiba-tiba.

"Tahu apa, pak?"

"Tadi ada harimau putih yang mau ikut sama Mashi. Mau jagain kamu katanya. Tapi saya larang."

"Kenapa dilarang, Pak?" tanya kakak Mashiho. Penasaran.

"Yang begitu itu meski bilangnya mau jaga, biasanya nggak bakal benar-benar menjaga. Dan malah sebaliknya. Bikin susah dan repot juga."

"T-terus tujuan bapak ajak kami ke sini apa, Pak?" tanya sang kakak kemudian.

"Ada yang pengen ketemu kalian."

"Hah? Siapa, Pak?"

"Ya yang di dalam tadi. Tapi tenang. Cuma pengen ketemu aja. Nggak ngapa-ngapain."
 
 

Jujur.

Mashiho meragukan perkataan tetangganya satu itu.

unease; k-idols ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang