64 | kejadian kejadian

650 226 7
                                    

"Wah kenapa nih ngumpul-ngumpul" tanya Choi Hyun Suk ketika melihat ayah, ibu dan adiknya tengah berbicara serius di ruang tengah.

Hyunsuk yang baru selesai mandi turut mendudukan tubuhnya di salah satu sofa tunggal.

"Semalem loh adekmu pulang dari latihan silat jam 12 malam, terus diikuti," jelas sang ibu menjawab pertanyaan Hyunsuk.

Hyunsuk spontan langsung menoleh ke arah si bungsu.

"Diikutin gimana, dek?"

"Ya mas tahu kan rumah kita ini masih di daerah pedesaan dimana kanan kirinya banyak hutan bambu? Terus jalan mau ke rumah juga harus lewatin area persawahan sama kuburan yang ada di ujung gerbang desa?"

"Iya, terus?"

"Semalem, waktu aku lewatin area perkuburan itu, yang berbatasan sama sawah. Aku lihat ada siluet putih-putih di tengah sawah. Itu pun kelihatan karena kesorot sama lampu motor yang aku bawa."

"Orang-orangan sawah kali itu, dek." Timpal Hyunsuk mencoba berpikiran positif. Adik laki-lakinya ini penakut. Kalau ia meladeni cerita adiknya dengan mengiyakan dan menakut-nakutinya, pasti si bungsu akan minta untuk diantar jemput apabila hendak latihan silat lagi.

Dan Hyunsuk tak mau repot.

"Yo, masa setinggi itu mas?" ucap sang adik. "Aku ya awalnya mikir mungkin itu orang-orangan sawah juga. Tapi tak pikir-pikir lagi, itu beneran tinggi banget mas, ada mungkin dua sampai tiga meter lebih. Sedangkan tinggi orang-orangan sawah yang biasa dipasang kan nggak melebihi dua meter. Malah seringnya sepantaran sama tinggi kita-kita mas."

"Ya iya sih."

"Coba nanti kamu jalan ke sana. Cek tinggi orang-orangan sawah yang mungkin kamu lihat semalem, le," ucap sang ayah memberikan saran.

Daripada penasaran. Beliau ingin anaknya memastikan sendiri.

"Tapi nggak cuma itu aja loh, Pak."

Kali ini sang ibu kembali ikut berbicara. Bukan apa-apa, beliau adalah orang yang membukakan pintu ketika sang anak dengan beringasnya menggedor-gedor pintu tadi malam.

Raut wajah ketakutan, suhu tubuh yang dingin, serta gemetaran. Tak mungkin kalau itu hanya sekadar ketakutan yang didasari oleh kesalahpahaman semata.

"Adek bilang waktu mandi, adek lihat putih-putih lagi di kamar mandi. Abis itu langsung ngibrit lari ke dalam rumah."

Seperti yang lainnya, di rumah Hyunsuk, kamar mandi terpisah dengan rumah utama. Kamar mandi mereka terletak di luar rumah.

"Ibu sempet nemenin adek di depan pintu belakang kan. Tapi begitu cium bau pandan, ibu langsung masuk ke dalam lagi."

Tercium aroma daun pandan akan menjadi hal biasa bila memang di dekat rumah mereka ada tanaman tersebut. Masalahnya ini tidak ada.

Kemungkinan aroma tersebut terbawa angin dari tanaman tetangga pun rasanya kecil. Tak ada tetangga mereka yang mempunyai tanaman tersebut. Sama seperti keluarga Hyunsuk sendiri.

Hyunsuk terdiam.

Bukan, bukan karena ia tengah memikirkan bantahan apa yang akan ia katakan untuk melawan cerita ibu dan adiknya. Melainkan hal lain.

"Apa yang ngikutin adek itu yang juga ganggu Yeeun ya?" ucapnya kemudian.

"Yeeun?" tanya sang ibu.

"Iya, bu. Yeeun yang rumahnya samping kita ini. Tadi pagi pas jam 3an kan Mas kebangun. Terus iseng cek hape. Nah Yeeun ini masih online. Ya Mas coba chat aja, nanyain kenapa masih bangun. Terus dia cerita kalau dia kebangun dari jam 1an, nah pas jam setengah tiga sampai tigaan itu dia denger ada suara orang garuk tembok kamarnya dari luar, bu. Nggak cuma itu aja, dia juga sempet diketawain sama mbak kunti."

"Jangan-jangan..."

"Jangan-jangan apa, Pak?"

"Jangan-jangan yang kebawa sama adek kamu itu nggak betah gangguin adekmu di sini terus pindah ke rumah sebelah."

"Lah? Bisa gitu, Pak?" tanya Hyunsuk heran.

"Nggak cuma adekmu atau Yeeun aja yang diganggu begitu, Mas." Ucap sang ayah. "Inget nggak yang dulu sempet geger soal ronda?"

"Yang Pak Kim lari karena katanya mau tidur di pos terus ada poci di sampingnya itu?" tanya Hyunsuk memastikan.

Sang Ayah menganggukan kepala.

"Itu beliau baru selesai ronda dari gerbang desa dan balik lagi ke pos. Karena udah jam 3 pagi dan merasa tanggung buat pulang. Beliau tidur di sana. Belum ada lima menit, sudah ngibrit lari ke rumah."

"Nggak cuma itu aja." Kali ini sang ibu ikut menimpali kembali. "Ibu Park, yang anaknya temen kamu itu loh, Mas. Siapa namanya?"

"Serim?"

"Iya itu. Waktu itu ibu pergi ke pasar bareng ibunya Serim kan. Nah dia cerita kalau malem-malem itu sekitar jam 2 atau 3 pagian gitu. Genteng, jendela sama pintu dia digedor-gedor kenceng banget. Pas diintip nggak ada orangnya."

"Temenku juga pernah bu, pulang latihan silat juga. Tapi jam satu pagi. Motornya itu pas lewatin area perkuburan tiba-tiba mogok, nah pas dia memutuskan untuk dorong motornya itu, eh tiba-tiba diketawain dari atas. Yo langsung ngibrit, motornya ditinggal. Untung nggak hilang."

"Lah kok desa kita serem bener? Pindah aja apa ya?"

unease; k-idols ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang