43 | huntu

677 234 6
                                    

Han Ji Hyo. Jihan biasa dipanggil. Di saat penghuni rumahnya yang lain sudah tertidur pulas, gadis berusia 17 tahun tersebut malah masih terjaga meski waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua.

Mumpung besok libur, begitu pikirnya.

Ia kini tengah sibuk menamatkan anime favoritenya. Kalau hari biasa ya mana bisa. Selain banyak tugas dan peer, biasanya ia juga sudah terlalu lelah setelah pulang sekolah. Meski hanya untuk sekedar menonton televisi atau bermain telpon genggamnya.

Di tengah keseriusan menonton, samar-samar telinganya menangkap sebuah langkah yang diseret secara perlahan.

 
 
SREEEEK SREEEEK
 
 

Begitu bunyinya.

Padahal Jihan sudah memakai headphone superbassnya. Namun suara tersebut berhasil masuk melalui celah-celah udara yang mungkin saja ada.

 
 
SREEEEK SREEEEK
   
 

Kali kedua suara tersebut terdengar, Jihan makin tak yakin. Ia yang awalnya mengira bahwa itu adalah sang ibu yang hendak ke dapur karena haus atau ke kamar mandi karena urusan alamnya, menjadi ragu sendiri.

 
 
SREEEEK SREEEEK
 
 

Kali ketiga suara terdengar makin jelas. Terlebih suara video dari ponsel di tangannya sudah mati karena Jihan menekan layarnya untuk menjeda tayangan tersebut.

'Kalau kita merasa ada sesuatu, lebih baik hampiri!' begitu Jihan pernah mendengar sebuah saran dari temannya.

Ketika kita merasa takut karena berpikir ada yang memperhatikan atau mengikuti, lebih baik dihampiri dan diperiksa dengan mata kepala sendiri. Benar ada atau tidak. Nyata atau hanya halusinasi belaka.

Lagipula kalau misal ternyata itu manusia dan bukan makhluk astral, akan lebih berbahaya. Dulu, rumah Jihan pernah kebobolan. Beberapa barang-barang di rumahnya raib diambil gerombolan maling yang tak hanya bertindak sendiri.

Makanya Jihan memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Lalu berjalan ke arah pintu kamar sembari memanggil-manggil sang ibu.

"Bu, ibu?"

Tak yakin. Tapi tidak ada salahnya kan dicoba? Siapa tahu memang benar ibunya.

"Ibu?" panggil Jihan sekali lagi begitu pintu kamarnya mulai terbuka.

Masih sama. Tak ada sahutan.

Jihan melangkahkan kakinya secara perlahan. Berjalan ke arah ruang keluarga, tamu lalu ke arah dapur dan terakhir menuju kamar ibunya.

"Bu? Ibu?" panggil Jihan lagi.

Berhasil.

Kali ini terdengar sahutan. Pintu kamar orang tuanya terbuka.

"Kenapa, teh? Kamu kok belum tidur?"

"Bu, teteh denger suara deh," ucap Jihan yang sama sekali tak berniat menjawab pertanyaan ibunya.

"Hah? Suara apa teh?"

"Kayak suara orang jalan, bu. Tapi yang diseret gitu bukan yang diangkat," jelas Jihan.

"Dimana?"

"Nggak tahu, bu."

"Atuh teteh gimana. Denger suara tapi nggak tahu dimananya?"

"Pokoknya mah tadi dari luar kamar teteh bu, tapi sekarang suaranya malah nggak ada. Takutnya maling atau huntu bu."

"Hantu," ralat sang ibu.

"Iya maksudnya itu. Teteh nggak berani nyebut namanya blak-blakan ih, bu."

Sang Ibu malah tertawa mendengar perkataan anaknya sendiri.

"Udah, udah. Teteh mending masuk kamar terus tidur. Biar ibu coba periksa."

Jihan menurut. Ia langsung berjalan ke arah kamarnya. Kemudian masuk dan menutup pintu serapat mungkin.

Tak menunggu lama, Jihan langsung naik ke atas tempat tidur lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

Huntu.

Adalah istilah yang biasa digunakan oleh sang ibu yang Jihan ikuti.

Anehnya, tak ada sang ibu malah mengoreksi sebutannya akan hal itu.

Jelas, itu bukan sosok ibu Jihan yang sebenarnya.

unease; k-idols ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang