"Hadir, tapi tak menjadi takdir." Damara Megantara.
~⚔️~
Damara Megantara, pemuda tampan yang kini duduk di bangku SMA kelas 2 di salah satu sekolah favorit di kotanya, yakni SMA Wirmandala. Pemuda yang acap kali di sapa Damar ini merupakan salah sa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mengapa kehidupan harus ada kesedihan? Apakah kebahagiaan saja tidak cukup?
-Damara Megantara
~♕~
Mata elang milik Damar terbuka karena suara alarm yang sengaja ia nyalakan, padahal Damar baru tertidur dua jam yang lalu, setelah bermalam di markas Ardegas bersamaArslan, Steven,Gerry, Al, Gerald dan juga Sebastian, untuk membahas strategi melawan balik Vankster yang sudah menyerang dan mengacak-acak markas Ardegas.
Selesai bersiap dengan memakai seragam khas SMA Wirmandala, Damar turun ke lantai bawah untuk sarapan. Di ruang makan, seperti biasa Damar melihat bi Onih tengah menyiapkan sarapan.
"Pagi, Bi," sapa Damar lalu duduk sembari mengambil roti beroleskan selai cokelat yang tadi disiapkan oleh bi Onih.
"Pagi juga Den Damar," bi Onih meletakkan segelas susu disebelah piring roti milik Damar.
"Selamat pagi Damar. Oh iya, kata Pak Fuad kamu pulang jam 4 subuh, apa itu benar? Pasti kamu habis kumpul sama geng nggak bener kamu itu, kan?" Ucap seorang pria yang sudah berusia 46 tahun itu pada anaknya.
Pria itu adalah Arfabian Megantara, atau Abian, orang tua tunggal Damar, sekaligus orang yang membuat Damar merasakan sakit hati untuk pertama kalinya.
Mendengar celotehan Ayah nya, Damar hanya memutar kedua bola matanya malas, ia mengambil tas yang ditaruh di atas meja dan pergi dari rumah besar itu.
Sebelum Damar benar-benar keluar dari pintu utama, Abian berteriak. "Jangan bolos lagi kamu! Dasar anak nggak berguna!"
Damar dapat mendengarnya dengan jelas apa yang Ayah nya itu ucapkan, ia memejamkan matanya karena tiba-tiba saja hatinya mendadak sakit, Damar menghembuskan nafasnya berat dan memejamkan sejenak matanya lagi sembari mengingat wajah cantik mendiang Bundanya, perlahan emosinya mulai terkendali. Damar mengambil motornya dan pergi ke markas ARDEGAS.
