Aaron/Elizabeth POV
Aku menikmati beberapa hari setelahnya di Ansel dengan berbagai huru-hara terjadi yang pada akhirnya damai begitu saja. Rasa kesalku terhadap Leon atau permasalahan yang hadir setelahnya tak membuatku terhanyut dan memilih untuk keluar dari zonasi yang terjadi.
Hidup damai kembali setelah sampai di ibu kota disambut dengan kikikan menggemaskan dari bayi mungil yang beranjak membesar. Ditambah kehadiran ayah Leon yang tiada hari tanpa pergi ke istanaku untuk bertemu cucunya sembari menemaniku dan terkadang ikut melatihku saat pelatihan memanah setelah mendapatkan izin dari dokter istana.
Perutku semakin lama semakin terlihat membesar. Setelah melihat perubahan hingga lebih berisi, Leon memutuskan untuk mengumumkannya karena kehamilanku tak bisa terus disembunyikan. Namun tetap saja, hanya penghuni kediaman istana saja lah yang tahu. Orang-orang di luar istana mungkin mendapatkan berita tersebut dari desas-desus pegawai istana.
Sesaat setelah perutku semakin menggembung seperti buntalan roti bantal. Aku mulai merasakan sebuah gerakan kecil dari dalam. Ini semua memang aneh, merasakan gerakan-gerakan yang tak bisa ku sentuh namun bisa ku rasakan dari dalam perutku. Dokter pun mengatakan bahwa itu adalah hal wajar ketika memasuki trimester kedua jika aku merasakan tendangan kecil dari janin yang tengah ku kandung. Aku hanya mengulum senyum jika memikirkan diriku dapat hamil di kondisiku saat ini.
Aku merentangkan tubuhku di kursi panjang di gazebo halaman belakang yang dibuat secara mendadak atas perintah ayah Leon. Menurutnya sangat baik jika aku lebih banyak menghabiskan waktu di luar ruangan sembari menghirup udara segar untuk menenangkan tubuh dan pikiran. Ayah mertua sangat baik bahkan terkadang aku merasa yang menjadi pasangan Eliza itu dirinya bukan Leon.
Aku mengiyakan dan menuruti apa yang diusulkan ayah mertua hingga jadilah gazebo cukup besar di area halaman belakang seperti yang sedang aku nikmati saat ini.
Pelayan menyiapkan beberapa cemilan dan minuman untuk mengisi kekosongan di nakas. Ia pun memasang aroma terapi di sisi kiri gazebo.
Sembari memandang hamparan rumput yang luas disertai pohon yang tertimbun salju tanpa sadar aku terlelap di dalam desiran angin dingin.
"Yang Mulia Ratu.."
Aku mendengar seseorang berbisik tepat di telinga kiriku lalu ku terbangun melihat Metty membawakan sebuah mantel penghangat.
"... Yang Mulia, saat ini masih musim dingin. Anda akan terkena demam jika terus di luar dengan gaun saja." Tukasnya sembari membantuku memakai mantel.
"Tidak terlalu dingin kok." Kataku lalu kembali duduk santai di kursi panjang.
Metty menghela nafas, "Meski di ibu kota tak sedingin di wilayah utara. Namun Anda harus tetap menggunakan mantel jika di luar ruangan, Yang Mulia."
Aku terkekeh lalu mengangguk mengikuti ucapannya.
Sejenak ketika memandang pepohonan putih, aku memikirkan sebuah kontes perburuan yang akan segera digelar. Acara perburuan yang diadakan setiap musim dingin dan selalu berganti lokasi tiap tahunnya membuat semua orang menantikan terutama para bangsawan karena acara tersebut terkait dengan agenda para bangsawan sebagai partisipan. Masyarakat non-bangsawan hanya akan menyaksikan sekaligus mendirikan tenda-tenda makanan dan lainnya sepanjang jalan ibu kota untuk memeriahkan pesta musim dingin. Karena acara saat ini di hutan wilayah ibu kota, maka acaranya semakin meriah dibanding biasanya.
Tak lama, aku mendengar ayah mertua memanggilku dan dalam pangkuannya ada Lucas yang sedang menikmati kukis bayi yang sering ayah mertua beri setiap kedatangannya untuk menengok cucunya. Aku menyambutnya lalu memberikan space untuknya untuk duduk dan meminta Metty menyiapkan cemilan dan minuman hangat untuk ayah mertua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do I Become A Queen?
RomanceSemua ilustrasi dari pinterest Kesamaan alur, cerita, tokoh, dan tempat, murni ketidaksengajaan Ketika seorang pemuda tak berkekurangan bereinkarnasi menjadi seorang ratu sebuah kerajaan besar dan bersanding bersama seorang raja tiran yang ditakuti...