Peperangan dimulai kembali. Leonardo kembali menumpahkan darah pasukan Houssenburgg. Dirinya begitu menggebu untuk menghabisi seluruh pasukan Houssenburgg dan segera menghabisi nyawa putra mahkota.
"Mana Vanedict?" Leon menanyainya kepada para ksatria yang menjadi lawannya berperang.
Sebelum ksatria itu menjawab, Leon lebih dahulu memenggal kepalanya dan berkata, "Waktumu habis."
Para pasukan Moonnariggh membuka jalan hingga akhirnya mereka dapat menembus para penjaga pasukan Houssenburgg. Terlihat sebuah benteng tinggi menghadang para pasukan. Para pemanah telah bersiap meluncurkan panah dari atas ketinggian. Leon dan para pasukan menutup tubuh mereka dengan alat pelindung.
"SEGERA LAPORKAN BERITA INI KEPADA YANG MULIA PUTRA MAHKOTA!" Seorang komandan menyuruh bawahannya dan dia siap untuk melancarkan serangan kedua.
Leon mengangkat pedangnya dan mengarahnya kepada musuh. Semua pasukan bersiap menyerang benteng pertahanan pertama Houssenburgg. Seluruh ksatria Houssenburgg terguncang melihat para pasukan Monnariggh bergema bersorak untuk meruntuhkan dinding pertahanannya.
Seorang jenderal Houssenburgg muncul, ia mulai memberikan komando penuh untuk melakukan pertahanan. Leon memicingkan matanya tajam, ia melihat jenderal itu dengan wajahnya yang memanas. Giginya menggertak. Dia tahu, pria itu adalah kaki tangan Ivan. Dia pasti tahu di mana Ivan berada.
"SERANG!" Seorang jenderal yang tengah melindungi sang raja berseru untuk membuka jalan.
Di tengah-tengah perang, pasukan dengan kereta kuda mendatangi markas Houssenburgg. Semua mengerjap, seseorang yang datang adalah raja Housseburgg. Semua membungkuk, para petinggi yang ditugaskan diperbatasan memberikan salam hormat tertingginya pada raja.
"Yang Mulia."
"Di mana putra mahkota?" Di balik suaranya yang rendah, semua orang merasa ada amarah yang besar dari sang raja. Para bangsawan menjawab dengan gugup bahwa putra mahkota pergi dan tidak tahu di mana berada.
"Anak itu! Apa yang dia lakukan?! Mengapa dia memulai perang dengan kerajaan terkuat benua barat?!"
Semua orang saling memandang satu sama lain. Bukankah titah untuk menghadapi para pasukan Moonariggh adalah titahnya?
"Yang Mulia. Kami mendapat titah dari Anda untuk berperang dengan Kerajaan Moonnariggh." Seorang jenderal menjawab. Sang raja tercengang mendengar ucapannya.
"Tidak pernah aku memberikan titah selama aku terbaring di atas ranjangku sekian lama!" Serunya menolak bahwa dirinya memberikan perintah.
"Yang Mulia Putra Mahkota yang memberikan bukti pengesahan titah Anda Yang Mulia."
Mata sang raja terbuka lebar, jantungnya berdebar, dia mengutuk anaknya yang sudah menghancurkan negaranya yang telah damai lebih dari tiga dekade selama dia menjadi raja.
"Berikan pesan kepada raja Moonariggh bahwa kami akan melakukan gencatan senjata dan lepaskan seluruh sanderaan jika anak itu menyandera orang-orang Moonariggh. Sebagai jaminan bahwa kita ingin berdamai."
Semua bangsawan terbelalak, dia mencoba untuk membujuk sang raja.
"Tidak ada lagi yang dapat kita lakukan. Kerajaan kita akan hancur jika peperangan tetap terjadi. Pikirkan kembali."
Seorang utusan telah siap untuk memberikan pesan pada raja Moonariggh.
Sebuah pesan sampai kepada Leon. Segulung kertas yang ia terima membuatnya menggertak giginya keras. Perasaan yang dipermainkan, jiwa yang mereka coba goyahkan. Apakah dia akan menghentikan peperangan ini jika seorang raja memohon padanya untuk menghentikannya? Itu tidak akan pernah terjadi selama dendamnya belum terbayar dan tubuh istrinya belum ia temukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do I Become A Queen?
RomanceSemua ilustrasi dari pinterest Kesamaan alur, cerita, tokoh, dan tempat, murni ketidaksengajaan Ketika seorang pemuda tak berkekurangan bereinkarnasi menjadi seorang ratu sebuah kerajaan besar dan bersanding bersama seorang raja tiran yang ditakuti...