"Yang Mulia, para pasukan sudah mengetahui seluruh total prajurit yang sedang bersiaga menjaga Putra Mahkota Houssenburg." Ucap salah satu bawahan Eliza di tengah perjalanan mereka berkuda menuju medan perang.
"Hn. Berapa?" Ujar Eliza dengan kecepatan kuda yang masih stabil dalam puluhan km/jam.
"Sekitar 50.000 prajurit, Yang Mulia." Jawab Hermes.
"Tentara kita masih kalah jumlah. Lakukan rencana B." Perintah Eliza.
Hermes mengangguk kemudian ia mengambil arah berbeda dengan Eliza.
Eliza melajukan kuda dengan ekstra cepat. Dia harus segera sampai di medan perang. Kerusakan semakin parah, para ksatria mulai berjatuhan, wilayah penduduk terbabat habis. Ia harus segera menyudahi peperangan ini.
Leonardo, masih dengan sigap menghunuskan pedangnya yang semakin tajam akibat darah yang mengalir di seluruh bagian. Mata emasnya menyalang membara layaknya sebuah api yang berkobar akibat minyak tanah yang ditumpahkan. Hanya ada satu kata dalam kepalanya, "Bunuh. Bunuh. Bunuh." Tidak ada kesempatan bagi musuh untuk bernafas barang sedetik saja. Semua orang hanya melihat malaikat maut yang sedang berkuasa di medan perang.
Seketika, mata Leon semakin menyalang. Seorang jenderal musuh yang dia cari selama ini muncul di depannya. Giginya mengertak. Dia ingin membunuh pria itu segera.
"Tidak akan mudah membunuhku, Yang Mulia." Ucap pria itu menyeringai.
Leonardo melotot hingga terlihat garis-garis urat di matanya. Pelipisnya begitu basah dengan keringat. Wajahnya begitu merah dengan amarah.
Pertarungan dimulai.
Mereka saling menghunuskan pedang. Tak ada celah bagi salah satunya. Semua memantapkan pertahanan hingga sebuah pedang menggores pipi seorang jenderal hingga meneteskan darah. Pria itu menyeringai, dia tersenyum kecut. Emosinya semakin membara melihat darahnya berlinang hingga berjatuhan.
Leon yang melihat itu, tidak ada kepuasan hingga kepala pria di depannya menggelinding di tanah. Sebelum waktu itu tiba, dia tidak akan pernah menyerah.
Pertarungan kembali dimulai. Jenderal terhebat diantara para ksatria. Melawan seorang kaisar yang tiran.
"Ingat, Yang Mulia. Tidak ada sesuatu yang jujur dalam peperangan." Ucap sang jenderal tersenyum menghina pada Leon.
"Huh?" Hanya wajah datar yang Leon tampak untuk menjawab ucapan Hogarts.
"Ingat ini, Yang Mulia."
Sang Jenderal memberikan tanda pada matanya. Leon mulai menyadarinya. Dia terlalu berfokus untuk membunuh pria itu. Dia tidak sadar bahwa seorang pemanah telah berdiri di belakang lawannya.
"Sampai jumpa, Yang Mulia." Pria itu tersenyum puas.
Leon mengelak. Dia tidak akan mati dengan satu panah. Namun, jika panah itu dilumuri racun mematikan. Sepertinya dia akan mati perlahan-lahan.
Swinggggggggg
Anak panah melesat hebat memburu tubuh Leon. Leon tidak dapat bergerak sembarang. Jika ia melepas pertahanan pedang pria itu. Mungkin panah akan berhasil ia hempaskan, namun pedang itu yang akan menusuknya dalam. Leon memilih menjaga pertahanan pedangnya. Mungkin jika keajaiban tiba. Tubuhnya akan kebal akan racun yang akan menyebar di dalamnya.
Sringggggggggg
Sebuah panah terbagi dua.
Baik jenderal ataupun Leon. Keduanya tercengang. Sang jenderal berdecak kesal. Dia gagal membunuh raja lawan dengan panah beracun pekat. Namun, rasa kesalnya berubah dengan ketegangan. Matanya membelalak hingga menghasilkan matanya terbuka dengan sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do I Become A Queen?
RomanceSemua ilustrasi dari pinterest Kesamaan alur, cerita, tokoh, dan tempat, murni ketidaksengajaan Ketika seorang pemuda tak berkekurangan bereinkarnasi menjadi seorang ratu sebuah kerajaan besar dan bersanding bersama seorang raja tiran yang ditakuti...