War (1)

1K 109 26
                                    

"Yang Mulia, semua telah siap."

Seorang kapten sementara pasukan black membungkuk di hadapan Leon.

Raut wajahnya yang lapar, matanya memicing emas, rahang yang tegas dengan jubah perangnya ia menatap lautan manusia yang sedang menunggunya memimpin perang, menunggu titah agung dari tuan yang diperagungkan.

"RAKYATKU, MOONNARIGGH."

"HIDUP DAN MATI KITA UNTUK KERAJAAN KITA."

"HANCURKAN MEREKA YANG TELAH MENGOTORI KERAJAAN KITA."

"BAWA KEPALA-KEPALA ORANG YANG BERSEKUTU DENGAN SETAN."

"HANCURKAN DAN BUNUH."

"SIKSA MEREKA DENGAN TANGAN KALIAN."

"TANGKAP DAN KUMPULKAN HARGA DIRI MEREKA, HARTA MEREKA, JIWA MEREKA."

"TANAH MEREKA, WILAYAH KITA."

"HIDUP MOONNARIGGH."

"HIDUP MOONARIGGH, HIDUP RAJA KITA."

Setiap rakyat berkumpul mengawal jalan perang, memberikan semangat membentuk lautan lepas bagi para pejuang yang akan menitik habiskan jiwanya dan jiwa mereka. Semua berdoa, 'Selamatkan mereka, Tuhan. Anakku berjuang melawan kekacauan, menjaga martabat dan wilayah kami.'

Semua orang bersorak, memanggil keagungan raja mereka.

"Kuda Anda telah siap, Yang Mulia." Kembali datang ksatria lain melaporkan kepada Leon.

"Shreak, pimpin." Perintah Leon pada kapten sementara pasukan black.

"Baik, Yang Mulia."

Leon datang menaiki kuda besar hitamnya yang senada dengan surainya yang legam. Mata mereka menohok mengagumi aura keagungan dari rajanya.

"HIDUP MOONNARIGGH. HIDUP RAJA KITA. HIDUP MOONNARIGGH. HIDUP RAJA KITA."

Orang-orang kembali bersorak semangat mengantar pasukan raja dengan satu juta prajurit, seratus ribu ksatria, serta para jenderal dan taktik perang.

Semua mulai meninggalkan gerbang istana menuju kerajaan Hououssenburg.

Derapan mereka membuat tanah bergetar. Jiwa-jiwa berhamburan. Satu waktu akan gelap dan berdarah. Ada rasa rindu dan cinta mereka bagi orang yang mereka sayangi. Tidak ada yang dapat mencegah kepergiannya, pertumpahan tidak dapat dihindarkan, saat ini mereka sedang berjuang menjaga tanahnya tetap suci dan makmur. Ada hati yang menderita menunggu kepulangannya, apakah tubuh dinginnya yang datang ataukah senyumannya yang mereka merekah menghampirinya. Semua berdoa, selamatkan mereka.

"Yang Mulia, lebih baik Anda di barisan tengah. Sangat berbahaya untuk berada di barisan depan." Ucap Shreak mendekati kuda Leon.

Leon tak menghiraukan kehadiran Shreak. Di hatinya hanya ingin segera sampai di Huoussenburg. Seseorang yang terkurung di sana membutuhkannya. Bagaimana jika dia terus dirudapaksa oleh bajingan putra mahkota. Membayangkan ada tangan yang menyentuhnya membuat Leon terbakar.

'Aku akan memenggalmu, Ivan.'





----


"Kakek, aku menangkap rusa." Seorang wanita berlari menggotong rusa berukuran sedang yang telah mati akibat tusukan tombak tajam darinya.

Noer tertegun, apakah dia tidak salah lihat? Bagaimana bisa seorang wanita muda dengan tubuh tipis renta memanggul rusa yang berat? Sebentar, sebelum memikirkan itu, bagaimana bisa dia memburu hewan liar? Apakah dia seorang prajurit?

Eliza tersenyum lalu menaruh rusa itu di dahan yang telah mereka potong dan menjadi alas bagi buruan mereka.

"Kakek, ini rusa hitam, rasanya sedikit manis dan tidak amis." Ujarnya kemudian mengeksekusi rusa buruannya dengan tangan mungilnya yang lihai.

Rasa penasaran Noer semakin besar, dia ingin tahu tentang Eliza, mengapa wanita itu lebih lihai daripada dirinya.

"Liz, apakah kamu pernah berburu?" Tanya Noer padanya.

Eliza yang tengah asik memotong sambil bersenandung tak ada pikir panjang dia menceritakan bahwa dia pernah diculik dan kabur selama dua bulan dan bersembunyi di hutan.

"A-apa? Jadi, kamu sudah berpengalaman diculik?" Noer menatap Eliza tak percaya.

"Mengapa kamu saat mudah diculik, Liz?" Noer menggeleng-geleng kepalanya. Apakah wanita itu memiliki hobi seperti itu? Pikirnya heran.

"Sepertinya. Hidupku hanya diam, diculik, menghilang, dan bersembunyi. Siklus yang keren bukankah, Kek?" Ucap Eliza bangga.

Noer mengibaskan tangannya, "Terserah kamu, Liz."

Sudah berapa lama dirinya dan Noer di dalam hutan. Mungkin sudah seminggu berlalu? Rasanya waktu berjalan lebih singkat dibandingkan sebelumnya. Eliza lebih menyukai hidup di hutan dibandingkan di dalam istana pria kurang ajar itu.

Sesaat dia murung mengingat ksatrianya dan pelayan setianya masih terjebak di istana. Rasa bersalah menyelimutinya, dia melarikan diri meninggalkan mereka bukan karena dia kejam, tetapi dia menunggu prajuritnya datang. Dan benar, sehari setelah dia pergi, ia menemukan mereka. Kaptennya menjelaskan bahwa sangat sulit mengakses istana Ivan. Namun begitu, penjagaannya lebih leluasa dibandingkan sebelumnya. Mungkin kerajaannya sedang bersiap untuk perang.

"Nona, saya akan berusaha untuk menemukan mereka dan membawa mereka pergi." Ucap kapten.

"Bawalah mereka ke perbatasan. Prajurit Moonnariggh akan mengenal mereka lebih mudah." Jawab Eliza.

"Baik, Nona."

Sejak itu Eliza tidak pernah bertemu dengannya. Ia harap Cain dan Metty saat ini selamat.

Eliza dan Noer membakar daging rusa dan mendidihkan air untuk mereka gunakan. Selepas seminggu berlalu, mereka memutuskan untuk melintas dengan jalur laut. Meski begitu, mereka tetap harus mencari perahu untuk mereka melintas. Noer mengatakan bahwa ada jalur laut yang digunakan kerajaan Huoussenburg selain jalur utama yang menjadi perbatasan kerajaan.

"Kek, apakah jalur itu memiliki ombak yang tenang?" Tanya Eliza karena saat perlintasan menuju Huoussenburg ombaknya cukup tinggi untuk kapal yang ukurannya sangat besar, jika mereka menggunakan perahu kayu apakah mereka tidak akan tenggelam? Itu yang Eliza khawatirkan.

Noer berbalik bertanya, "Apakah kamu bisa berenang?"

Eliza mengangguk, "Aku bisa, Kek."

"Ya sudah, selagi kamu bisa berenang tidak masalah." Ucap Noer tenang.

Eliza mengernyit, "Kek, kita akan menyebrang laut lepas. Apakah Kakek bisa menghadang obat setinggi 15 meter dengan aman?" Ucap Eliza heran.

Noer dengan percaya diri mengerlingkan mata, "Tenang. Kucing memiliki 9 nyawa, Liz."

Eliza mengerut lesu, "Kita bukan kucing, Kek."

Do I Become A Queen?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang