"Ratu menyetujuinya?"
Sebuah senyuman licik terukir di bibirnya. Matanya yang meneduh dan ekspresinya kembali datar menautkan baitan-baitan pada hatinya mengusulkan sebuah perintah pada pelayannya. Secarik kertas cokelat ia berikan dan ia bersiap menuju istana raja.
Dari sudut matanya ia memberikan sinyal pada pelayan yang tengah memasangkan alas kaki padanya. Dia bertanya, "Sudah kau siapkan obatnya untuk raja? Jangan pernah lupakan obat itu untuk melunakkannya."
Pelayan itu menurunkan pandangannya lalu menjawab, "Sudah, Yang Mulia. Obatnya telah datang dan siap untuk diberikan."
Sophia menyeringai dan melipatkan tangannya di dada, "Kerja bagus. Aku butuh obat itu untuk membuatnya mengikuti semua keinginanku."
Kalimatnya terhenti sejenak kemudian ia melanjutkan dialognya, "Cari tahu obat yang lebih kuat dibanding obat ini. Aku memerlukannya untuk menjalankan rencana lain."
Seraya mengakhiri tugasnya pelayan itu membungkuk, "Sesuai yang Anda inginkan."
Sophia memberikan sentuhan terakhir yaitu pengharum.
"Aku akan pergi."
Ia melangkahkan kaki meninggalkan istananya.
...
Tuk tuk tuk
"Yang Mulia, Selir Sophia mengunjungi Anda."
Leon memberikan tanda membiarkan selirnya memasuki ruangannya. Miratnya beradu pandang dengan reflektor alami selirnya yang tengah membawakan secangkir minuman dan menghidangkannya di atas meja.
"Suamiku, aku membawakanmu minuman hangat. Aku tahu kamu pasti bekerja seharian di istana."
Mata Leon meneduh. Setiap melihat selirnya atau mendengar namanya tersematkan diantara pembicaraan seseorang, hatinya melunak. Dia mengangguk lalu meminumnya hingga tak tersisa.
Seringaian tipis yang tersembunyi dan bulu matanya yang indah terajut, miratnya menatapnya dalam.
"Aku senang kamu menghabiskannya."
Jantung Leon sedikit berdebar. Mungkin akibat kafein di dalamnya. Pikirnya.
Sophia duduk di salah satu pegangan kursi yang terbalut berlian. Seraya menunggu sang raja yang sedang terdiam mendapatkan reaksi dari minumannya. Ia tersenyum kecut.
Selama beberapa menit mereka terdiam. Sophia melontarkan sebuah kalimat, "Suamiku kamu tahu? Aku mengajak Yang Mulia Ratu untuk mengunjungi pemandian air panas di Marstan kemudian Yang Mulia Ratu menyetujuinya. Kamu tidak akan melarangnya bukan?"
"Kau mengajak Ratu?"
Sebuah pertanyaan diajukan mendengar selirnya menyebutkan ratu.
Sophia memberikan anggukan lalu melingkarkan tangannya pada bahu sang raja. Ia membisikkan sebuah kalimat, "Benar. Kami belum pernah melalui perjalanan bersama. Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menjaga Yang Mulia Ratu."
Setiap barisan yang tersirat pada bibir Sophia terasa membuatnya hangat. Entah mengapa ia selalu terpaku. Hanya satu jawaban yang dapat ia berikan.
"Baiklah."
Senyuman manis terpancar dari bibir Sophia. Ia mengecup tipis pipi sang raja.
"Terima kasih suamiku."
---
Di tengah sarapan paginya. Eliza membawa sekantung kue kering dan menaruhnya untuk ia simpan pada kereta kuda. Matanya menatap lurus lalu memejamkan sejenak sebelum ia menarik nafasnya berat. Mengetahui bahwa skema kejahatan yang terjadi hingga saat ini dilakukan oleh selir di kerajaannya sendiri. Ia harus siap melakukannya dalam kepura-puraan. Pura-pura tuli, pura-pura bodoh, dan pura-pura tak tahu menahu mengenai rencana yang sedang wanita itu jalankan. Eliza mengertakkan gigi, hatinya sudah ingin mencaci maki dan merobek struktur indah sang selir tepat di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do I Become A Queen?
RomanceSemua ilustrasi dari pinterest Kesamaan alur, cerita, tokoh, dan tempat, murni ketidaksengajaan Ketika seorang pemuda tak berkekurangan bereinkarnasi menjadi seorang ratu sebuah kerajaan besar dan bersanding bersama seorang raja tiran yang ditakuti...