Suspicion

1.1K 134 1
                                    

Eliza menatap sang kapten seakan bertanya kemana sang raja pergi. Kapten hanya menjawab bahwa ada keperluan yang tidak dapat ditinggalkan. Tanpa berpikir panjang, mereka memutuskan untuk memulai latihan.

Selang beberapa hari dari kejadian di tempat latihan. Seorang pelayan dari istana selir mengirimkan sepucuk surat bagi sang ratu. Eliza membuka surat tersebut dan membacanya dengan seksama. Ia meminta pelayannya menyiapkan kertas dan pena untuk membalas surat Sophia segera setelah ia selesai membaca isinya.

To Sophia
Suratmu telah ku baca. Aku akan mempertimbangkan undanganmu setelahnya.

Eliza memberikan stampelnya dan surat tersebut dikirim langsung ke istana.

Setelah ia selesai berlatih saat itu, dia mendapat kabar bahwa selir Sophia mengalami kecelakaan kecil di kamar mandi yaitu tergelincir. Hal itu mengapa Leon segera bergegas pergi dan membatalkan jadwalnya untuk menyaksikan pelatihan sang ratu.

---

Semilir angin siang ini begitu menggugah. Cuaca yang begitu baik di musim semi untuk bermain dengan Lucas. Eliza mengajak Lucas menuju tempat tinggal Panther tak jauh dari istana kerajaan. Saat ini Panther telah mendiami kediaman barunya sebagai Grand Duke dan mendapat wilayah tertentu untuk dikelola olehnya. Mendapat kabar bahwa Panther sedang berada di ibukota, Eliza memutuskan untuk mengunjunginya.

Srakkk

Kereta kuda berpacu dikawal oleh beberapa ksatria termasuk pengawal setianya Cain. Lucas saat ini sudah mulai belajar berdiri dan berjalan ditemani oleh Eliza dan para pelayan lainnya untuk melatih perkembangan motoriknya.

Di tengah kawasan ibu kota melintas ke penjuruan, Eliza menyaksikan orang-orang berlalu lalang menikmati waktu akhir pekan bersama orang-orang terdekat. Saat kedatangannya di dunia novel, Eliza belum menikmati keindahan ibu kota. Ia hanya sekedar melintas untuk menuju bar biro jaringan informasi bawah tanah ataupun melintas untuk ke suatu tempat secara diam-diam. Itu pun saat tengah malam. Dilihat langsung di siang hari suasananya sangat berbeda 180 derajat.

"Yang Mulia kita sudah sampai."

Eliza memandang di balik jendela menyaksikan adik iparnya tengah menyambutnya di gerbang kediamannya. Selukis senyum terpatri di bibir cantiknya. Lalu ia menuruni kaki pijakan dan melambai ke arah adiknya.

"Selamat datang, Yang Mulia Ratu." Sambut Panther memberikan salam kehormatannya.

Eliza menyunggingkan senyuman, "Terima Kasih, Tuan Grand Duke."

Mereka berlangkah menuju kediaman Panther. Sudah disiapkan aneka ragam jamuan untuk menyambut sang ratu dan rombongannya. Eliza dan Panther saling bertukar kabar lalu berbincang-bincang setelah beberapa lama mereka tidak berjumpa. Eliza pun mendapat kabar bahwa ayah mertuanya sedang berkunjung ke negara tetangga untuk bertemu sahabat lamanya. 'Pantas saja Ayah Mertua sudah lama tidak mengunjungiku.'

Kemudian Eliza memutuskan kembali ke istana setelah menghabiskan waktu hingga larut malam.

Di tengah malam Eliza belum tertidur. Ia menunggu semua pelayannya beristirahat dan memastikan bahwa Leon tidak akan datang secara tiba-tiba lagi ke kamarnya. Yris dan Avi yang sebelumnya tengah bersama Eliza telah kembali ke ruangan mereka masing-masing. Kecuali Metty, ia memintanya menemaninya sebentar sembari memainkan catur sebelum ia beristirahat. Hal itu hanya sebuah alasan untuk membuat mereka berdua tidak mencurigai apa yang akan dilakukan sang ratu dan pelayan setianya.

1.20

"Semua sudah siap, Met?" Tanya sang ratu yang sedang bersiap sebelum pergi menuju suatu tempat.

Metty menjawab, "Semua sudah siap, Yang Mulia."

Metty mulai memasang kain yang diikat untuk menuruni balkon sang ratu.

Malam ini Eliza cukup telat karena ia pergi dari kediaman Panther dan sampai di jam 10 malam. 'Sepertinya besok pagi aku harus absen berlatih.'

Eliza menuruni loteng dan melompat setelah beberapa kaki lagi menapak tanah. Dia seperti biasa mengendap-endap memastikan tidak ada seorang pun yang melihatnya.

Eliza berjalan dengan hati-hati seminim mungkin menimbulkan suara alas kakinya hingga saat ia akan melewati gudang kosong dekat hutan belakang istana ia mendengar tapak kaki seseorang menuju dekat gudang tersebut. Spontan Eliza bersembunyi ia mengamati siapakah orang yang bepergian ke tempat sunyi seperti ini di tengah malam. Ia menjaga jarak dan mengikuti orang yang diselimuti kain hitam.

Saat Eliza mengikuti orang yang mencurigakan. Ia melihat orang tersebut menemui seseorang yang sama-sama sedang menyamar. Eliza tak tahu siapa orang tersebut namun sepertinya dua orang perempuan.

"Cepat berikan informasinya." Ucap seorang perempuan sembari mengamati sekitarnya.

Seorang perempuan yang tadi ia ikuti memberikan selembar kertas gulung kepada perempuan yang memintanya.

"Ini Kak Yen."

Eliza mengernyit, suaranya terasa akrab didengar.

"Sudah ku bilang jangan pernah menyebutkan namaku disaat seperti ini." Ketus seorang perempuan yang dipanggil Yen.

Perempuan tersebut meminta maaf dan menjawab, "Ma-maafkan kebodohanku."

'Ini memang suara Yris.' Ucap Eliza dalam hati. Ia masih mengamati dua orang di ujung sana yang masih berbincang.

"Ingat tugasmu di istana ratu. Yang Mulia tidak akan memaafkanmu jika kau gagal." Sahut perempuan bernama Yen.

Yris mengangguk, "Baik, Kak. Aku tidak akan mengecewakan Yang Mulia. Bagaimana pun kita berasal dari negara yang sama."

Yen berdecak kesal, "Jangan samakan Yang Mulia denganmu, dasar anak haram. Bagaimana pun Yang Mulia lahir dari kasta tertinggi di kerajaan."

Yris terdiam lalu menjawab, "Ma-mafkan aku, Kak. Aku tidak bermaksud menyamakan Yang Mulia Selir."

Yen seketika membekap mulut Yris, "Jangan pernah menyebutnya selir, kau tahu? Dia sangat membencinya! Lalu lihat lagi di mana kita berada?! Bagaimana jika ada yang mendengarkan?!"

Yris terlihat tertekan, "Ma-mafkan aku, Kak. A-aku benar-benar lupa."

Yen melepaskan tangannya dari mulus Yris, "Sudah sana kau kembali ke tempatmu. Jangan sampai siapapun curiga."

Yris mengangguk dan mereka saling membelakangi menuju kediamannya masing-masing.

Urat-urat halus tersemat di dahinya. Eliza masih mencerna perbincangan yang dibahas oleh dua orang di hadapannya.

Eliza membelakangi dan menyembunyikan keberadaannya setelah Yris dan Yen berpisah.

"Selir? Apa itu berarti Sophia? Yang Mulia? Mereka menyebut dia Yang Mulia?'

Eliza teringat dengan cerita Vein beberapa waktu lalu tentang beberapa pria yang ketakutan karena tugas mereka gagal. Mereka pun menyebutkan bahwa Yang Mulia akan membunuhnya.

'Apa itu berarti Sophia?'

Sebentar, ia tak ingin menyimpulkan seenak jidat. Ia harus memastikan bahwa dua hal itu memiliki satu kesamaan.

Merasa semua aman. Eliza menuju celah rahasia lalu memacu kudanya cepat.

'Aku harus bertemu Vein segera.'

Do I Become A Queen?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang