Confess

1.1K 136 1
                                    

Senja telah datang, para pelayan sedang bersiap memberikan jamuan malam di kediaman sang ratu menyambut kedatangan Putri Wei untuk acara makan malam. Sementara itu, Eliza tengah menulis selembar surat di kertas yang sengaja ia buat lusuh dan menyematkan dua bait tulisan yang akan segera ia kirim pada seseorang.

Seorang pelayan tengah menyelesaikan semua tugasnya. Kepala pelayan wanita Metty memberitahukan bahwa Putri Wei telah tiba. Eliza menggulung kertas dan memberikannya padanya. Sorot matanya begitu tenang, ia bangkit dan memberikannya pada pelayan setianya. Bibirnya yang manis memberikan penuturannya. Ia mengatakan dengan pelan sembari berbisik, "Kirimkan pada orang itu."

Metty mengangkat kedua tangannya dan memberikan anggukan kecil seraya menjawab, "Baik, Yang Mulia."

Eliza mengangkat sedikit gaunnya dan berjalan menuju pintu istana menyambut kedatangan tamu undangannya.

Bulu matanya yang terajut indah beradu pandang pada mata kecil Putri Wei yang memberikan seulas senyum padanya. Sapaan hangat dan manis mengiringi kehangatan suasana di dalam istana.

"Terima kasih Putri Wei telah memenuhi undanganku."

Wei sedikit malu menatap mata sang ratu, ia menarik kecil ujung gaunnya. "Sebuah kehormatan bagi saya, Yang Mulia, mendapatkan penghormatan saat ini."

Bibir tipisnya mengukir senyuman dengan matanya menghangat, "Begitupun bagiku, putri."

Keduanya menikmati jamuan hangat hingga sebuah jam besar menyuarakan bunyinya.

Sang Ratu mengantarkan kepulangan Putri Wei hingga batas pintu istana. Mereka memberikan salam perpisahan yang manis hingga kediaman sang ratu kembali pada suasana biasanya, hening.

"Yang Mulia, saya menunggu kedatangan Anda di Kerajaan Wei."

Satu baris kalimat tertera mengiringi kepergian putri Wei.

Eliza menuju ruangannua. Ia melarang para pelayannya untuk membantunya berganti. Bibirnya memberikan sebuah kalimat bahwa ia akan ditemani kepala pelayan.

Kulitnya yang sedikit memiliki kapalan di telapak dalamnya. Menggosok pelan kulit mulus sang ratu yang tengah merajut bulu matanya yang indah ditemani suara malam yang sunyi. Hembusan nafasnya yang panas memberikan esensi kehangatan dan ketenangan yang mendalam.

"Metty, pastikan semua telah kembali ke tempat mereka. Kita jalankan rencana malam ini."

Metty melonggarkan pijatannya pada bahu sang ratu seraya menepuk pelan punggungnya yang putih, "Baik, Yang Mulia."

Ketika waktu telah larut. Eliza mengganti gaun tidurnya dengan pakaian menyerupai seorang pria dihiasi dengan wig cokelat khasnya ketika sedang menyamar. Pekerjaan kali ini ia tak sendiri. Dirinya membawa pelayan setianya untuk mengamati pergerakan Yris yang semakin intens bertemu pelayan dari istana selir. Sementara itu, Yris tak merasakan kecurigaan ketika ratunya tengah memberikan kecurigaan tinggi pada dirinya.

Eliza dan Metty bersembunyi di balik gudang kosong di belakang istananya. Mereka tengah mengikuti Yris sejak dia meninggalkan kamarnya. Eliza sudah terlatih untuk menghilangkan suara langkah kakinya dan begitu pun Metty, ia pun membuat Eliza terperangah tanpa dia tahu Metty memiliki trik umum yang selalu diajarkan pada para ksatria.

Eliza memusatkan pendengarannya pada kedua orang yang tengah bercengkrama dan berdiskusi tentang suatu rencana. Netranya menatap kosong batang ranting yang terjatuh dan ekspresinya berubah menggelap.

"Bajingan itu."

Ia mengeratkan ruas-ruas jarinya yang mengepal dan menghujat setiap waktu.

"Yang Mulia, mereka telah selesai."

Do I Become A Queen?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang