"Siapa kalian?" Eliza menatap tajam pada mereka. Beberapa orang dengan pakaian serba hitam mengepungnya di dalam ruangan.
"Kerja samanya, Ratu. Jika tidak, kami akan melakukannya dengan cara kasar." Salah satu pria dengan wajah ditutupi berkata pada Eliza. Dia memegang sebuah pedang yang mengarahkan pada sang ratu.
"Apa mau kalian?" Eliza merendahkan suaranya. Dia bersikap seolah dirinya tidak tahu apa-apa.
"Tangkap dia!" Seru pria yang tadi kemudian segerombolan orang-orang menyerang sang ratu.
Eliza hanya diam, dia tidak melawan. Dia bisa saja melakukan penyerangan balik, namun dia ingin tahu apa yang akan mereka lakukan padanya.
Para perompak membawa sang ratu pada sebuah jalur rahasia. Sungguh begitu rencana yang matang. Bahkan, para ksatria yang mestinya menjaga ruangan ratu tidak ada. Halaman penginapan dan seluruh bagian ruangan tak ada penjagaan. Eliza merasakannya karena tidak ada suara derak besi ataupun suara alas kaki mereka. Eliza dibawa oleh mereka dengan menutup matanya dan tangannya diikat. Dia menaiki sebuah kereta kuda barang. Eliza duduk di salah sudut tanpa membuka penutup matanya.
'Harusnya mereka mengamatiku.' Batin Eliza dengan tenang. Setengah dari perjalanan, kereta kuda mereka berhenti. Dia melukiskan seulas senyum tipis dan duduk diam di dalam gerbong.
"Yang Mulia, Anda baik-baik saja?" Tanya seorang pemuda lalu membuka penutup mata Eliza dan ikatan tangannya.
"Ya, aku baik-baik saja. Sudah kalian urus mereka?" Tanya Eliza kemudian melompat dari gerbong dan menginjakkan kaki di tanah.
"Sudah, Yang Mulia. Lalu apa yang harus kami lakukan?" Tanya pemuda itu sedikit menundukkan wajahnya melihat ke arah sang ratu karena pendek.
"Jangan biarkan mereka kabur. Kurung di tempat yang cukup jauh. Lalu, sebarkan kabar bahwa sang ratu hilang." Ujar Eliza seraya memandang para perompak yang tersungkur dan pingsan di jalanan.
"Baik, Yang Mulia. Tetapi, Yang Mulia akan pergi ke mana setelah ini?" Pemuda itu bertanya.
Eliza menaiki sebuah kuda dari para bawahannya, "Aku akan pergi ke pedalaman hutan. Jangan biarkan para pasukan kerajaan menemukanku dalam kurun waktu dua bulan."
Pemuda itu tercengang, "Tapi, Yang Mulia--"
"Ikuti saja perintahku. Bukankah Vein mengatakan bahwa kamu hanya perlu tunduk pada ucapanku." Elia berkata memotong kalimat. Dia menarik tali kuda lalu melesat meninggalkan mereka.
Eliza masuk ke kedalaman hutan. Di tengah malam dia seorang diri menuju ke pedalaman. Hanya seberkas cahaya bulan yang membantunya dalam penerangan. Tak ada rasa takut, tak ada rasa gemetar, dia begitu teguh tanpa mengkhawatirkan apapun. Di dalam pikirannya, dia hanya merindukan Lucas. Berharap permasalahan ini akan segera berlalu lalu kembali memeluk putranya.
Eliza menemukan sebuah arus sungai di pedalaman. Dia berhenti sejenak sembari meminum air yang begitu jernih untuk melepaskan dahaganya. Dia beristirahat dan bersandar pada batu besar di dekat sana. Ia menghela nafas dalam lalu menariknya perlahan. Udaranya begitu dingin namun sejuk. Dia dapat mendengar suara deruan air dan dapat melihat beberapa serangga kecil terbang di sekitarnya. Ia memejamkan mata seketika.
Srak Srak Srak Brug
Eliza membuka mata. Reflektor alaminya melihat sekelilingnya. Dia merasa mendengar sebuah suara benda jatuh di dalam hutan.
'Mungkinkah buah jatuh?' Dia bertanya dalam hati. Namun, jika sebuah buah, mungkinkah suaranya akan begitu kencang dan berat? Dia bersiaga, menatap tajam pada pohon-pohon di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do I Become A Queen?
RomanceSemua ilustrasi dari pinterest Kesamaan alur, cerita, tokoh, dan tempat, murni ketidaksengajaan Ketika seorang pemuda tak berkekurangan bereinkarnasi menjadi seorang ratu sebuah kerajaan besar dan bersanding bersama seorang raja tiran yang ditakuti...