"Anterin gue ke toilet, Kil." Rara–teman sebangku Syakila–menepuk punggung tangan Syakila yang sedang menulis.
Syakila menoleh–menatap tajam Rara saat tulisan yang ia salin malah tercoret oleh bolpoin. "Jadi kecoret mbak," cebiknya meletakkan bolpoin dengan kasar.
"Hehehe. Sorry," nyengir Rara bangkit dari kursinya. "Ayok, Kil. Kebelet gue."
Syakila mengangguk. "Lo yang ijin," ujarnya memundurkan kursi dan bangkit dari duduknya.
Rara mengangguk. Ia meminta ijin kepada Bu Rika selaku guru Sejarah yang sedang mengajar saat ini. Syakila mengikuti Rara yang jalan mendahuluinya. Lalu, dengan tiba-tiba Rara menghentikan langkahnya guna menunggu Syakila untuk berjalan beriringan.
Syakila paham dan segera menjajarkan langkahnya di samping Rara. Toilet putri SMA Angkasa ada 3 ruangan yang terdapat di masing-masing kelas.
Syakila dan Rara melangkahkan kakinya menuju toilet putri khusus kelas 12 yang berada di pojok lorong kelas 12 itu sendiri.
Yang membuat Syakila heran, Rara justru tidak masuk ke bilik toilet. Gadis dengan rambut sebahu itu malah asyik mengikuti Syakila yang bercermin di kaca besar di samping bilik-bilik toilet.
"Katanya kebelet, malah ke sini?" bingung Syakila pada Rara yang sedang menyisir rambutnya.
Rara menoleh, "Bener dong, kebelet pengen keluar kelas," ujarnya nyengir.
"Lagian ya, gue sepet banget kalo sejarah! Bikin ngantuk banget. Mana lagi gurunya ngejelasin pelan banget. Kayak ibuk-ibuk yang bacain anaknya dongeng," sambung Rara menggebu-gebu.
Perkataan Rara membuat mata Syakila melebar. "Gila! Akal lo main juga, Ra!"
"Padahal gue lagi asik nyatet loh," ujar Syakila lagi seraya membenarkan dasinya yang sedikit terasa longgar.
Rara membalikkan badan sepenuhnya pada Syakila yang berada di sampingnya. Tangannya sibuk memasukkan sisir ke dalam saku rok. "Sekalian seger-seger. IPA 7 jam olahraga hari ini! Gue bisa liat cowok ganteng keringetan, Kil!" ucapnya heboh.
Syakila mendengus. Ia memutar bola matanya malas. "Udah gue duga."
"Ayok cepet. Nggak baik lama-lama di sini," sambung Syakila menarik pergelangan tangan Rara untuk keluar.
"Ih, iya. Serem njir." Rara bergidik ngeri mengamati sekitar toilet. Badannya terseret karena mengikuti Syakila yang menariknya.
"Mikirnya pasti aneh-aneh," cibir Syakila yang terus menarik Rara terburu-buru. "Bukan itu yang gue maksud!"
Rara menggeleng. Ia baru sadar sekarang. Seharusnya, ia masuk ke toilet kelas 11 saja. Jauh sedikit, tapi tak menimbulkan ketakutan seperti saat ini.
Rara masih pasrah tangannya digeret oleh Syakila. Tidak, bukan pasrah lebih tepatnya. Rara masih belum sadar jika ia sedari tadi di geret-geret oleh teman sebangkunya seperti kambing yang akan dikawinkan paksa.
Iya. Rara hanya teman sebangku Syakila. Sahabat? Mungkin belum masuk dalam kategori itu. Karena Syakila tidak sembarang bersahabat dengan orang. Bukan karena sombong atau apalah itu. Namun, Syakila memang tidak mudah bergaul dengan orang. Tiga tahun sekelas dengan orang-orang, tidak ada satupun temannya yang super duper lengket. Semua orang hanya sebatas teman biasa, yang dekat sebentar lalu pergi jika sudah bosan.
Dugh
"Awh!" Syakila spontan memekik dan melepaskan cengkalan tangan Rara saat benda berat menghantam kepalanya.
"Hah?!" Rara linglung kaget dan menoleh cepat pada Syakila. "Napa, Kil?!" pekiknya heboh saat melihat Syakila yang memegangi kepalanya sembari memejamkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Подростковая литература‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...