Seperti yang dikatakan Bunda Iren tadi, Syakila dan Halka sedang menuju ke kediaman Pratama. Karena hari ini hari Minggu, jalanan kota lumayan sepi sebab tidak ada orang yang pulang kerja dari kantor atau anak-anak yang pulang dari sekolah. Sebenarnya, Halka tidak terlalu kepo dengan hadiah itu. Berbeda dengan Syakila yang sangat-sangat ingin segera mengetahui apa yang di hadiahkan oleh Bundanya.
Setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang dari bandara Soekarno-Hatta, mobil sport BMW Halka sudah berada di depan gerbang rumah megah dan asri milik keluarga Pratama.
Terlihat dari dalam mobil, bangunan itu tampak besar. Syakila memandang takjub bangunan yang ada di depannya. Tampak seperti rumah yang ada di film-film gitu, rumah Halka sangat-sangat luas. Dan, ini kali pertamanya Syakila datang ke rumah Halka.
Merasa tuan mudanya datang, satpam penjaga gerbang tersenyum ramah dan segera membukakan gerbang agar mobil bisa masuk. Mobil Halka memasuki gerbang dan tiba di halaman rumah kediaman Pratama.
Halka melepas sealbeat-nya, satpam lain menghampiri dan hendak membukakan pintu mobil Halka. Namun dari dalam mobil, cowok itu menggeleng pertanda ia akan membukanya sendiri. Karena tembus pandang, satpam pun mengangguk mengerti dan berlalu dari situ.
"Ayo."
Syakila yang masih memandang takjub rumah megah di depannya, menoleh sadar karna suara Halka. Ia menyampingkan sedikit tubuhnya untuk membuka pintu mobil, namun niatnya urung saat Halka tiba-tiba menyampingkan tubuh kearahnya dan mendekati.
"Mau ngapain?!"
Ceklik
"Belum dibuka," ujar Halka datar sembari melepas sealbeat Syakila.
Mendengar itu, Syakila langsung memalingkan wajahnya. Gadis itu dengan cepat membuka pintu mobil dan keluar mendahului Halka.
Halka memencet bel saat sudah di depan pintu. Pintu terbuka dan muncul seorang asisten di balik pintu.
"Eh, Den Halka. Masuk aja hayuk, Den." Bi Inem–salah satu asisten rumah membuka pintu lebar, mempersilahkan tuannya untuk masuk.
Kedua remaja itu memasuki rumah dan duduk di sofa.
"Aduh, ini istrinya ya? Ayu tenan jebule," Bi Inem memuji dengan logat Jawanya. Syakila tersenyum kikuk.
"Non e--siapa toh? Lali malah." Bi Inem menggaruk kepalanya, bingung sendiri akan menyebut nama Syakila.
"Kila," jawab Syakila kikuk memberitahu.
"Eh-iya. Non Kila. Duh, cantiknya istri Den Halka. Bibi buatkan minuman dulu ya. Mau minum apa?"
Syakila menggeleng pelan. "Kila ikut, Bi," ujarnya berdiri. Namun belum sempat berdiri, Halka menarik tangan Syakila membuat gadis itu kembali duduk.
"Mama mana, Bi?" tanya Halka.
"Ealah. Bu Sofi baru wae ke butik, Den. Mau ngecek katanya."
Halka mengangguk.
"Mau dibuatin minum apa?" tanya Bi Inem sekali lagi yang masih setia berdiri di hadapan Halka dan Syakila.
"Kila peng—"
"Air biasa aja."
Syakila menoleh cepat ke arah Halka yang baru saja memotong perkataannya.
"Ih, Halka!" Syakila memukul lengan Halka. "Gue pengen teh," lanjutnya berbisik.
Halka menggeleng.
"Air biasa aja, Bi," ujar Halka. "Dua ember kalau perlu."
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Fiksi Remaja‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...