Syakila merengut sebal. Seminggu pasca dia menemukan sebuah kalung di jaket milik Halka, Syakila semakin menerka-nerka keanehan sang suami.
Mulai dari menjauhinya, sering pulang malam bahkan hampir saja menjelang fajar, pergi lagi tak tau waktu tanpa bilang apa-apa, sampai lelaki itu yang jarang peduli lagi dengan dirinya ataupun calon bayi mereka.
Syakila sangat menaruh kecurigaan pada lelakinya itu.
Ngomong-ngomong kalung yang berada di jaket Halka, kalung itu adalah kalung yang dulu sempat dikagumi Syakila.
Perempuan yang tengah hamil lima bulan lebih itu masih ingat jelas kala Sofi dulu pernah memintai tolong kepadanya untuk mengambil pesanan emas guna menghias gaun. Syakila masih ingat betul bentuk kalung yang dulu sempat ditanyakan oleh salah satu karyawan toko. Hingga ia tak jadi membeli karna harganya yang sangat mehong.
450 juta!? Harga kalung itu sangat menggetarkan ginjal juga empedu milik Syakila bukan?!
Melihat kalung itu ada di jaket suaminya, Syakila mengira jika benda itu akan diberikan Halka kepadanya. Tapi yang membuat aneh, mengapa sampai sekarang kalung itu belum juga sampai di tangannya?
Jika kalung itu dibeli Halka bukan untuk Syakila, lalu dikemanakan benda itu saat ini?
Masa Halka pakai kalung? Sangat tidak mungkin kan? Itu yang sudah seminggu ini dipikirkan Syakila.
Satu keanehan lagi.
Mengapa hanya Syakila yang merasakan kecurigaan terhadap Halka? Padahal kedua orang tua dan mertuanya melihat sendiri jika Syakila mulai diacuhkan oleh Halka.
Bunda Iren, Mama Sofi, Ayah Tio dan Papa Renan sama sekali tidak merasakan keanehan Halka akhir-akhir ini.
Apa mungkin Syakila yang terlalu bucin?
Atau karena Syakila yang mengalami hormon hamilnya?
"Akhhh!! Pusing gue!" eluh Syakila geregetan meremas rambutnya sendiri.
"Oke Syakila tenang. Lo kan lagi bawa nyawa nih.. Jangan sampai calon anak gue yang jadi korban." Syakila menenangkan dirinya sendiri.
"Sayang, maafin mama ya. Janji Mama nggak akan stres cuma karena mikirin papa kamu yang gemblung itu. Okay?" kata Syakila mengelus perutnya--seolah ia sedang berbicara pada calon buah cintanya bersama Halka itu.
"Huh! Daripada gue nganggur, mending jalan-jalan pagi aja. Iya kan sayang?"
Sekali lagi, Syakila mengajak calon bayinya berbicara. Kali ini direspon baik oleh sang calon buah hati. Syakila memekik senang karena merasakan tendangan dari perutnya.
"Yeay! Anak mama nendang lagi. Kamu nggak sabar kan mau jalan-jalan? Okay! Let's go, baby!"
Setelah itu Syakila menuruni tangga dan tak lupa berpesan pada salah satu maid.
"Bi, tolong ya nanti kalau orang rumah tanya aku kemana, bilang aja jalan-jalan muterin kompleks."
"Eits, terkecuali Halka," lanjut Syakila mengurungkan maid yang akan berbicara.
Karena yang dimaksud Syakila orang rumah itu hanyalah orang tua atau mertuanya yang mungkin tiba-tiba saja berkunjung kembali.
"Tapi nyonya, jika tuan Halka marah karena saya tidak memberi tahu---
"Bilang aja nggak usah peduli gitu, Bi. Lagian, pagi-pagi buta udah minggat aja! Nggak pamit istrinya lagi!"
"Nanti bilang gitu aja, Bi. Nggak usah khawatir, kalau si Halka malah ngamuk, tonjok aja mukanya. Bilang kalau ini pesan saya. Paham, Bi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Teen Fiction‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...