"Wei, gue udah nggakpapa, ngab!"
Rara yang masih sesenggukan mendongak, menatap diam sahabatnya kemudian menangis kembali dan menenggelamkan wajahnya di lengan Syakila yang sedang diinfus.
"Ya ampun Ra.. sumpah gue nggakpapa. Liat nih, baby gue masih di perut." Syakila mengelus perut buncitnya dengan sebelah tangan--meyakinkan pada sahabatnya agar tidak menangis terus.
"Udah nggakpapa. Lagian lo juga nggak sengaja kan?"
"Udah sih.. cup cup cup. Sini sayang.."
"Idih. Jijay gue," sinis Rara langsung menegapkan tubuhnya dan bergidik melihat Syakila.
"Nah gitu. Jangan nangis lagi. Lebih jijik lo kan? Udah gede nangis!" ledek Syakila terkekeh geli melihat Rara yang menyeka air matanya.
"Gue nggakpapa. Cuma kesenggol dikit ini punggung gue. Jangan nangis gitu ah! Lo nggak pantes kayak gitu anjing!"
"Heh! Mulut lo, Kil.." peringat Rara melototi Syakila. "Bisa habis sama Halka gue kalo lo masih ngomong kasar. Lo nggak inget lagi bunting cuy?"
"Halah, susah banget sih, Ra. Tapi--" Syakila memegangi perutnya dan terdiam sejenak. "Maafin Mama ya sayang. Kamu sih masih piyik, jadi jangan dengar kata-kata Mama. Okay?"
"Yang ada lo yang jangan ngomong kasar lagi. Ini malah nyalahin anaknya yang nggak tau apa-apa," cibir Rara tak habis pikir dengan otak sahabatnya.
"Tapi gue bener-bener minta maaf banget, Kil. Gara-gara gue, lo jadi masuk rumah sakit gini. Gue jahat banget ya jadi sahabat lo? Sampai-sampai gue ngedorong lo dan kena meja. Sumpah, gue nggak tau harus gimana lagi minta maaf ke lo-nya. Gue ngerasa bersalah banget ini.."
Rara mengerucutkan bibirnya hendak menangis kembali, Syakila yang melihat itu segera menepuk-nepuk pundak Rara.
"It's okay. Lo nggak sengaja, Ra. Gue paham itu. Calon anak gue juga baik-baik aja kok. Jangan sedih gitu lagi ih! Gue malah yang pengen nangis."
"Sekali lagi maafin gue ya," ucap Rara sungguh-sungguh membuat Syakila langsung mengangguk cepat.
Brak!
Syakila dan Rara terperanjat kaget.
"Aduh..!! Menantu mama gimana bisa seperti ini sih?? Gimana ceritanya bisa kebentur gini?? Nggak kenapa-napa kan? Cucu mama juga baik-baik aja kan??"
Sofi dengan pertanyaan beruntunnya membuat Rara cengo.
Bagaimana bisa ibu Halka itu datang-datang lalu heboh sendiri seperti ini? Sungguh Rara baru pertama kali melihat pemandangan seexcited ini.
"Kamu-- ah siapa lupa namanya. Gimana bisa Kila seperti ini? Gimana kejadiannya??" Sofi panik sendiri saat bertanya pada Rara.
"Ma, Kila nggakpapa." Syakila bersuara. "Mama tenang dulu, okay. Tarik napas lalu hembuskan perlahan," intrupsi istri Halka itu menenangkan sang mertua.
Sofi mengikutinya.
"Gimana kamu bisa seperti ini?" tanya Sofi lagi lebih dekat menatap wajah Syakila, membuat Rara sadar diri dan bergeser untuk memberi akses mertua sang sahabat.
"Biasa, Ma. Punggung Syakila kebentur sedikit. Jadi ya.. gini deh."
"Gimana ceritanya sampai kebentur? Kamu mau ngapain memangnya?"
Syakila terdiam sebentar akan pertanyaan Sofi. Perempuan itu sedikit melirik ke Rara yang kini malah menunduk.
"Maaf, Tante. Saya yang--
"Mama tau sendiri kalo Kila pecicilan kan? Tadi nggak sengaja loncat heboh terus jatuh kena sudut meja," sela Syakila tak sepenuhnya berbohong.
Karena memang Syakila itu pecicilan kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Teen Fiction‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...