"Udah, Sya. Jangan terlalu dipikir," tegur Halka setelah memasang sealbeat Syakila.
Perempuan itu langsung tersadar. "Ya gimana nggak kepikiran. Ini teror, Halka."
"Hanya salah kirim, Sya."
Halka memiringkan badannya, mendekat pada Syakila lalu menyentuh kelopak mata istrinya. "Lihat, mata kamu jadi hitam karna kurang tidur," lanjutnya mengelus sebentar kemudian mengecup bergantian kedua mata Syakila.
"Kejadian kemarin jangan diingat-ingat. Aku nggak mau kamu banyak pikiran. Apalagi sampai berpengaruh sama babynya," kata Halka mengelus rambut istrinya.
Syakila menunduk.
Ah, benar. Ia lupa jika ada baby yang harus diutamakan. Perempuan itu mengelus perutnya yang tertutupi oleh seragam, kemudian ia mendongak menatap Halka dengan senyumnya.
Syakila mengangguk. "Ayo, kita berangkat."
Halka tersenyum, lalu dengan cepat ia mengecup bibir Syakila yang membuat perempuan itu langsung kaget. Halka terkekeh--menatap geli istrinya yang sedang malu, kemudian lelaki itu segera menyalakan mesin mobilnya untuk menuju sekolah.
Semoga benar. Syakila membatin. Kejadian kemarin bukan teror, melainkan hanya salah alamat saja.
****
"Loh, Kil. Lo kok nggak pakai olahraga?" tanya salah satu teman Syakila.
Perempuan itu mendongak. Karena kalau gue pakai, bisa ketahuan Halka.
"Ini mau ganti. Nggak enak kalau berangkat sekolah pakai olahraga. Kek anak TK," guyon Syakila terkekeh.
Orang itu mengangguk. "Oh, oke. Gue duluan ya. Lo cepetan gantinya, yang lain udah nunggu di lapangan," beri tahunya berlari kecil keluar kelas.
Sebelum benar-benar pergi, Syakila sempat berteriak. "Oke!"
"Olahraga kali ini apa ya?" gumam perempuan itu meletakkan tasnya, menarik resleting kemudian mengambil kaos olahraganya.
Syakila mengedikkan bahu. "Semoga nggak olahraga lagi, aamiin," lanjutnya mengusap wajah dengan kedua tangan.
Setelah mengganti seragam dengan kaos olahraga, Syakila menuju lapangan. Ternyata benar, semua temannya sudah berkumpul di sana. Mungkin, karena ia yang berangkat sangat mepet, jadi ia sedikit telat pada jam pertama kali ini. Untung olahraga.
Terlihat, guru laki-laki di sana juga telah kembali menuju ruang guru. Hal itu sudah menjadi kebiasaan. Jika jam penjasorkes, guru itu akan memasrahkan semuanya pada ketua kelas, meskipun penilaian sekalipun.
"Hari ini bebas lagi?" tanya Syakila pada salah satu temannya, sang empu pun menoleh ketika perempuan itu menepuk pundaknya.
"Enggak. Hari ini penilaian lari. Keliling sekolah sebanyak 3 kali."
"What!?" Syakila membelalak. Bola matanya sangat terbuka lebar saking terkejutnya.
"Lari 3 kali?"
Temannya pun mengangguk. "He'em. Yang cowok keliling sekolah sebanyak 5 kali. Sedangkan ceweknya 3 kali."
"Omaigat!"
Perempuan itu menepuk dahinya sekilas. "Terus ini dihitung?"
"Iyalah. Namanya juga penilaian. Yang tercepat dapat nilai gede to."
"Mati gue,"
"Hah? Apa?" Teman Syakila menatap bingung karna perempuan itu berbicara samar.
Syakila menggeleng. "Nggak. Nggak papa kok. Urut absen kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Teen Fiction‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...