"Ela meninggal."
"Hah?!"
Mata Syakila spontan membulat kaget saat Karin tiba-tiba berkata seperti itu. Bahkan, Syakila baru saja masuk kelas setelah Halka mengantarkannya sampai pintu. Meskipun masih sangat pagi, tapi tadi Syakila juga melihat ada siswa-siswi yang berkerubung entah sedang membahas apa.
"Ela bunuh diri, Kil."
Rara menimpali. Gadis berambut sebahu itu mendekati Syakila dan Karin diikuti beberapa siswa kelas 12 IPA 2 lainnya yang sudah berangkat pagi, yang sepertinya akan membentuk kumpulan baru orang-orang yang heboh membahas berita meninggalnya salah satu siswa Angkasa.
Syakila melotot terkejut. "Ela bunuh diri?"
"Iya. Dia bunuh diri di rooftop coba. Gila banget tuh cewek!" sahut salah satu teman mereka.
"Bunuh diri? Di rooftop? Lo pada bercanda apa ya?!" Syakila bersuara sedikit meninggi.
"Ya elah, Kil. Lo pikir kita lagi ngelawak apa?" sahut yang lain lagi, Syakila menatap temannya. Entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdebar. "Ela ditemukan dalam keadaan sudah meninggal subuh tadi, di rooftop sekolah. Dan kata polisi, tangannya emang pegang cutter dan satunya lagi kek ada sayatan di pergelangan tangan gitu. Berarti dia bener bundir kan?!" jelasnya membuat Syakila menegang.
"Ela-- Ela meninggal?" lirih Syakila yang entah mengapa terdengar bergetar. "Ela bunuh diri?" kaget perempuan itu semakin lirih.
Tubuh Syakila tiba-tiba sempoyongan membuat Karin, Rara dan kedua teman lainnya melotot.
"Heh, Kil. Lo kenapa?"
Karin sigap menahan punggung Syakila dengan wajah yang berubah panik. "Kil, lo sakit ya?!" tanya gadis itu menggoyangkan tubuh Syakila yang menyender di tubuhnya.
"Kil--
"KILAA!!!" Semuanya melotot saat tubuh Syakila terjatuh pingsan.
****
"Kenapa bisa sampai pingsan?" tanya Halka menatap tajam keempat teman istrinya. Lelaki itu benar-benar cemas saat melihat wajah pucat sang istri yang kini sedang tidur di brankar UKS.
"Yaelah, Halka. Udah sih, jangan buat anak orang kicep semua." Karin mencibir sinis.
"Mendingan lo kasih minyak atau apa kek ke is--eh pacar lo maksudnya. Biar cepet bangun itu," suruh Karin hampir saja keceplosan. Gadis itu segera mengambil minyak kayu putih kemudian menyerahkannya pada Halka.
"Udah lo kasih cepetan. Biar bangun dulu pacar lo," lanjut Karin membuat Halka tersadar.
Benar, yang terpenting adalah Asya-nya.
"Mending kita siap-siap buat ngelayat Ela nggak sih? Kayaknya langsung dibawa pulang," kata salah satu teman mereka.
Rara mengangguk setuju. "Bener deh. Kalian berdua duluan aja. Gue sama Karin mungkin mau nunggu Kila bangun dulu, baru nyusul."
"Ya udah kita duluan aja ya?" sahut teman lain. "Nanti kalo misal Kila nggak bisa ikut jangan dipaksain juga. Cewek ini bebal kalo dibilangin. Lo mending ingetin Kila, Rin. Lo kan wakil ketua kelas," lanjutnya menyuruh Karin membuat sang empu mendengus.
Berbeda dengan yang lain, Halka justru terlihat sangat panik ketika Syakila tak kunjung membuka mata. Ia padahal telah mengoleskan cukup banyak minyak kayu putih di pelipis dan juga dada sang istri. Halka juga telah menghirupkan aroma minyak kayu putih pada hidung Syakila--berharap istrinya segera bangun.
"Sayang, hei. Bangun, Sya... Kenapa kamu bisa pingsan sih?"
"Sya, bangun. Ayo buka mata kamu, sayang," kata Halka lagi berbisik tepat di telinga istrinya--berharap alam bawah sadar Syakila mendengar suaranya. Lelaki itu sangat takut melihat sang istri yang masih terus memejamkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Teen Fiction‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...