"JAMKOS!!"
Suara menggelegar Bima– sang ketua 12 IPA 2–yang baru saja masuk membuat seisi kelas memekik heboh.
"Beneran jam kos? Nanti OT lagi," ujar salah satu laki-laki yang tengah bermain game di meja dengan kakinya yang ikut nangkring.
"He'em. Nanti bohong kayak pas hari itu. Tiba-tiba gurunya masuk terus ulangan. Bisa bledos kepala gue," tambah murid perempuan.
"Nggak," Bima menggeleng. "Kali ini beneran. Saudaranya Bu Titik meninggal."
"Alhamdulillah..." seru seorang perempuan sedikit nyaring membuat seisi kelas langsung menoleh kearahnya.
"Heh! Kok malah alhamdulilah!" sungut salah satu cowok. "Istirja, goblok!"
"Gue tau!" jawab perempuan tadi. "Maksud gue itu alhamdulilah Bu Titik jam kos," jelasnya.
"Nah, makanya istirja. Lo setan berarti!" ngegas cowok itu.
"Audzubillahiminasyaitonirojim."
Seruan yang terdengar masuk ke telinga cowok itu, membuatnya menoleh–mencari sang pelaku pembicara. "Heh! Istirja, goblok! Lo nggak tau istirja gimana?! Malah tambah ngawur!" ujarnya tak santai.
"Apaan sih lo! Orang gue baca itu biar nggak kemasukan setan punya lo! Malah ngegas sendiri," jawab perempuan yang mengucapkan taawudz tadi.
"Hahahaha. Huuuuu..." Suara tawa dan sorakan langsung diberikan pada cowok itu karena ngegasnya.
"Diem, woi! Gue mabar nggak konsen denger omongan kalian semua!" teriak salah satu cowok yang sudah tengkurap di meja sembari menggerakkan ponselnya heboh karena game online yang dimainkannya.
Syakila mengangkat kepalanya yang semula berada di meja. Gadis itu tersentak saat mengingat sesuatu.
"Kil, kantin kuy," ajak Rara yang sudah bangkit dari tempat duduknya.
Syakila menggeleng. "Eng–eh iya deh. Gue mau ngambil itu sekalian," ralatnya berdiri dari kursi.
"Ngambil apa?" kenyit Rara.
"Ada." Syakila berjalan mendahului Rara. "Udah ayo."
Saat sudah di depan kantin, eh bukan, hampir mendekati kantin, terlihat ada seorang guru yang berdiri di depan lemari pendingin membuat Syakila dan Rara menghentikan langkahnya.
"Ada guru," bisik Syakila mengamati guru itu.
"Nggak papa. Nanti ngomong kalo ini jamnya Pak Harto, terus disuruh buat beli kopinya." Rara menaik-turunkan kedua alisnya seraya memandang Syakila tersenyum.
"Lo aja deh. Gue nggak berani kalau masih pelajaran gini. Gue tunggu di sini," geleng Syakila menolak.
"Ya udah, kalau lo nggak mau. Gue sendiri aja yang jajan."
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Rara segera mendekat ke kantin dan mengambil beberapa jajanan yang ada di rak. Tak lupa mengambil minumnya juga yang ada di lemari pendingin. Dapat Syakila lihat, Rara tengah bercekcok dengan guru yang kebetulan ada di sana saat mengambil minuman.
Syakila memutar bolanya matanya ke arah taman sekolah yang lumayan jauh darinya. Matanya berbinar seketika saat melihat deretan bunga-bunga yang mekar indah dengan berbagai macam warna. Tanpa basa-basi lagi, istri Halka itu berlari kegirangan dan berdiri di hadapan satu pohon bunga yang sedikit menjulang tinggi.
Syakila memegang bunga matahari dengan senyumnya yang lebar. Gadis itu lalu menggeleng saat bunga yang ia pegang dirasa tidak cocok untuk digunakan mencuci mukanya yang Halka bilang bekas ciuman Gino.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Teen Fiction‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...