45. TERBONGKAR?

2.9K 151 5
                                    

"Halka, jalan aku emang ngangkang ya?"

"Uhuk-uhuk!"

"Eh-eh? Kamu kenapa?" panik Syakila mendekati Halka.

Lihatlah, dengan wajah polosnya, perempuan yang menjabat sebagai istri Halka itu melontarkan pertanyaan yang membuat sang suami tersedak ludahnya sendiri.

"Kamu kenapa?" tanya Syakila lagi. Dengan sigapnya, tangan perempuan itu menepuk-nepuk punggung suaminya.

Halka menggeleng. Ia mendudukkan tubuhnya yang semula tengkurap. Lelaki itu menelan ludah guna membasahi kerongkongannya yang tadi tersedak.

"Aku mau tanya," Syakila duduk di bibir ranjang--bersebelahan dengan Halka. "Beneran cara jalanku aneh?"

Halka diam, bingung harus menjawab apa. Lelaki itu melirik Syakila lewat ekor mata, lalu berdehem pelan dan menegapkan tubuhnya.

Benar. Jika dilihat-lihat, cara jalan Syakila sedikit berbeda. Mungkin..., terlihat lebih aneh dari pertama kali ia melakukan hubungan itu.

Lelaki itu menggaruk tengkuknya. Sungguh! Ia bingung bagaimana menjawab pertanyaan sang istri.

"Halka! Aku tanya loh ini. Nggak ada niatan jawab apa?"

Halka kembali berdehem lalu memutar tubuhnya menghadap Syakila. "Memang gitu."

"Maksudnya?" bingung perempuan itu.

"Memang seperti itu. Hal biasa saat baru pertama kali melakukan hubungan suami istri."

"Maaf ya, Sya? Aku sampai melakukan di dua malam sekaligus," ucap Halka benar-benar merasa bersalah.

Syakila membulatkan bibirnya lalu dengan cepat menggeleng. "Jangan minta maaf terus ih! Aku ikhlas, Halka. Sudah seharusnya aku kasih itu ke kamu. Malah dari awal kita nikah kudunya."

"Hm?" Halka bergumam, tanda ia tidak mengerti ucapan sang istri.

"Ya.. gitu," Syakila menunduk, mencoba menyembunyikan wajahnya yang telah mengeluarkan semburat merah. "Kan emang tugasku," cicitnya nyaris tak terdengar.

"Tapi Halka," Perempuan itu mendongak--kembali menatap Halka serius. "Aku beneran tan--hp kamu bunyi tuh!"

Halka langsung mengikuti arah pandang yang ditunjuk Syakila. Lelaki itu menjulurkan tangan ke belakang lalu meraih ponsel yang ada di nakas.

"Siapa, Halka?" tanya Syakila penasaran.

"Mama,"

"Oh ya? Ngapain Mama telpon malem-malem gini?"

Halka mengedikkan bahunya.

"Loud speaker dong. Aku mau dengar," Syakila semakin mendekati Halka--sangat antusias mendengar suara mama mertuanya.

"Assalamu'alaikum, Mama. Ada apa Mama telpon?"

Bukan Halka yang lebih dulu bersuara. Syakila lah yang tidak sabaran membuka percakapan.

"Wa'alaikumussallam. Oh, Kil. Kamu yang angkat ya? Halka udah tidur?"

"Hehehe. Nggak kok, Ma. Halka ada di samping Kila. Mana mungkin Halka jam segini tidur."

"Oh gitu. Oh iya, Kil. Mama mau minta tolong sama kam--"

"Bisa! Kila harus apa, Ma? Mama minta tolong apa?" sahut Syakila heboh. Padahal, Sofi belum selesai berbicara.

"Dengerin dulu," peringat Halka pelan, Syakila menyengir dan langsung memeluk pinggang Halka erat.

Kedua pasutri itu dapat mendengar kekehan Sofi dari seberang telpon.

HALSYA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang