49. ES BALOK BISA SAKIT?

3.1K 155 13
                                    

Syakila kelimpungan, ia tergesa-gesa menuju ke lantai apartemennya. Pikiran perempuan itu terus menuju ke Halka--suaminya.

Apa benar yang dikatakan Mama Sofi di telpon tadi? Apa suaminya itu benar muntah-muntah hingga berangsur pingsan?

Istri Halka itu dengan cepat menekan tombol pada pintu apartemen.

"Shit. Gue lupa password-nya anjir!" kesal perempuan itu.

Kemudian mencoba berulang kali memasukkan nomor-nomor yang teringat di kepalanya. Tapi sial! Tak ada satupun yang benar dari percobaannya.

Syakila bingung, ia juga khawatir akan kata-kata Sofi tadi.

"Haduhhh, gue lupa lagi. Gimana ini? Pencel bel kenapa nggak dibukain juga??"

"Gimana kalau Halka kenapa-kenapa? Eh, astaghfirullah.. Mikir apa sih Kila??"

Perempuan itu memukul-mukul kepala, menghilangkan pikirannya yang tidak-tidak.

Syakila menghela napas--mencoba menenangkan hati dan pikirannya. "Coba sekali lagi. Oke Syakila, lo harus ingat," tuturnya sembari menekan angka-angka pada pintu apartemen.

Dan, Cling.

Pintu berhasil terbuka. Syakila langsung berlari terbirit-birit menuju kamar.

Ceklek

"Halka kamu---"

Syakila melotot, ucapannya terhenti saat melihat pemandangan yang tak enak di depannya.

ASTAGHFIRULLAH! Apa yang dia lihat?!

Buru-buru perempuan itu membalikkan badan dan langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Oh, shit! Sebuah benda yang bergelantung di... astaghfirullah! Kenapa diingat-ingat lagi?!!

"Sya," panggil Halka.

Syakila meneguk ludahnya dengan susah payah.

Sumpah. Syakila tidak bisa berpikir jernih sekarang. Ia tetap menutup wajah dan memejamkan matanya rapat-rapat.

"Kenapa kamu telanjang, Halka?!"

"Udah nggak. Cepat masuk sini," titah lelaki itu. Suaranya terdengar lirih dan berat. Seperti... Oh tidak mungkinkan Halka akan melakukan itu lagi seperti sebulan yang lalu?

Bukan apa-apa. Syakila hanya malu dan.., ah sudahlah. Mengingat itu membuat Syakila selalu berpikiran seperti Karin-- yang kotor.

Halka pun sepertinya tidak meminta kepadanya lagi. Setiap Syakila tak sengaja menyinggung kejadian itu, Halka selalu menghela napas berat dan meminta maaf terus-terusan kepada perempuan itu. Bingung? Itu sudah pasti. Bukankah cowok malah senang jika diberi jatah? Kan enak. Eh!?

"Sya," Panggilan itu kembali menyadarkan Syakila. "Masuk sini."

Perempuan itu menggeleng, kedua tangan itu masih betah menutupi wajahnya. "Kamu nggak pakai baju," cicitnya sembari menggigit bibir bawah.

Halka berdecak. "Coba liat dulu."

Syakila mengangguk, perlahan membalikkan badan dan membuka matanya.

"Masih mau di situ?" desis lelaki itu. Menatap datar istrinya yang masih berada di ambang pintu kamar. "Ke sini, Sya."

Syakila menuruti. Ia perlahan berjalan mendekati Halka yang tiduran di ranjang. Wajah suaminya itu pucat. Ya ampun! Kenapa baru ingat kalau Halka habis pingsan?

Syakila buru-buru naik ke ranjang dan langsung mengecek dahi lelaki itu.

"Kamu sakit? Sakit apa? Mama kemana?" tanya Syakila beruntun.

HALSYA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang