Syakila berdiri diantara banyaknya orang. Sekarang ia dan kedua temannya berada di area lomba makan krupuk. Tepatnya di depan kantin.
Berbicara kedua temannya, Syakila di sini bersama Rara dan Karin. Tengah menunggu giliran kelasnya yang akan dipanggil oleh ketua OSIS. Dan lomba makan krupuk kali ini, Syakila yang mewakili kelasnya.
"Kil, kelas dulu yuk," ajak Karin dan diangguki Rara.
"Ngapain ke kelas?" Syakila malah bertanya.
"Gue mau ganti baju, basah semua ini."
"Gue juga," timpal Rara.
"Lo berdua duluan aja deh. Gue masih lomba nih. Sekalian. Masa iya gue makan krupuk pake seragam?"
"Nggak papa. Daripada basah kayak gini?" Karin menunjuk kaos yang digunakan. "Lo juga, Kil. Lo paling parah. Masuk angin loh."
Syakila menggeleng. "Nggak deh. Kalian aja," tolaknya.
Karin mengangguk. "Ya udah. Kita tinggal nggak papa ya? Nanti ke sini lagi, buat nyemangatin lo. Sama temen yang lain nanti."
"Yang lain kalo udah nonton lomba selain ini, biarin aja deh. Takutnya malah kalo kelas kita ada yang udah mulai, malah nggak ada yang nyorakin. Kan nggak semangat," usul Syakila.
Karin mengangguk. "He'em, bener."
"Ya udah. Kita ke kelas duluan ya, Kil," pamit Karin dan Rara, Syakila mengangguk.
Setelah kepergian mereka berdua, Syakila kembali fokus menyaksikan perlombaan. Ia terkekeh geli saat teman ekstranya kesusahan menggapai krupuk yang diikat tali itu.
"Nanti gue gitu juga kali ya?" Syakila terkikik geleng-geleng.
Mata Syakila mengedar, merasa ada yang aneh dengan orang-orang. Banyak pasang mata mengarah pada Syakila, melirik sedikit-sedikit dari ekor mata mereka.
Seakan risih, Syakila mengamati dirinya sendiri. Ia mendekat pada kaca jendela yang kebetulan berada di belakangnya. Tidak ada yang aneh. Kenapa cowok-cowok menatapnya seperti akan menelanjangi?
"Aneh," gumam Syakila mengangkat bahunya ngeri.
"Eh—" Seseorang menarik paksa Syakila menjauhi kerumunan tempat lomba dengan tiba-tiba membuat Syakila terpekik kaget.
Orang itu adalah Halka.
"Lo kenapa sih?! Kayaknya seneng banget narik-narik gue!" Syakila melepaskan tangannya yang di pegang Halka.
Halka meraih tangan kanan Syakila kembali. Lalu, ia meletakkan kasar kain hitam di telapak tangan gadis itu.
"Baju lo basah. Cepet ganti. Jangan sampe calon istri gue jadi bahan tontonan cowok."
Setelah mengucapkan itu, Halka meninggalkan Syakila dengan kedua tangan yang masuk kedalam saku celana abu-abunya.
Syakila mengerutkan kening. Ia masih mencerna ucapan Halka tadi. Tangannya membentangkan kain hitam itu lebar.
"Kaos?" beo Syakila.
Gadis berkaos putih itu mencoba mengingat kembali apa yang dikatakan Halka beberapa menit lalu.
Baju lo basah.
Tontonan cowok.
Mata Syakila membelalak. Ia menurunkan pandangannya mengamati kaos yang saat ini dipakai.
"Tembus pandang. Keliatan dong?" heboh Syakila setengah menganga.
"Bodoh banget, Kila!"
Syakila merutuki dirinya sendiri. Kenapa ia tidak menyadari? Aish, harusnya ia mikir dulu, kalo baju putih kena air pasti akan nyerawang seperti ini. Pantas saja, banyak pasang mata anak-anak cowok yang mengarah padanya. Seperti om-om pedofil.

KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Ficção Adolescente‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...