Beberapa hari setelah mengetahui kehamilan Syakila, kini Halka selalu mewanti-wanti dirinya agar lebih extra menjaga perempuan itu.
Sudah dua hari berturut-turut Halka mengijinkan Syakila serta dirinya agar tidak masuk sekolah terlebih dahulu. Alasannya agar istrinya itu berdiam di rumah.
Dan hal itu membuat Syakila merasa bosan. Halka selalu saja melarang semua kegiatannya. Perempuan itu tidak boleh melakukan kegiatan apapun tanpa seijin Halka. Lebih parahnya lagi, kemanapun Syakila ingin pergi, Halka selalu bergerak untuk menggendongnya.
Seperti saat ini, saat Syakila berniat ke kamar mandi. Halka lebih dulu menahan pergerakannya.
"Mau kemana?"
Nahkan!
"Kamar mandi, Halka. Aku mau pipis."
"Aku antar," Lelaki itu bersiap menggendong Syakila, namun perempuan itu lebih dulu menekuk kakinya.
"Oh ayolah, Halka. Masa mau pipis aja harus digendong sih?" Syakila jengah, ia menghela napasnya kasar. "Aku bukan lumpuh tau."
"Sya," tegur Halka bernada dingin. Ketika sadar, lelaki itu segera mengubah raut wajahnya seperti semula. "Maaf," lirihnya. "Aku antar aja ya? Takut kamu kepleset."
Menggaruk kepalanya bingung, Syakila mengulum bibirnya sekilas lalu tersenyum paksa ke arah Halka. "Oke," angguknya malas.
Ini yang membuat Syakila kesal, Halka terlalu berlebihan terhadapnya. Anehnya lagi, dia selalu mengiyakan lelaki itu.
Halka memang tak memaksa, tapi lebih terkesan tak bisa ditolak.
Dengan sangat hati-hati, Halka perlahan mulai mengangkat tubuh Syakila, bergerak menuju kamar mandi dan menurunkan istrinya setelah sampai di depan pintu.
"Aku ikut masuk ya?"
Syakila melotot. "Heh! Ngadi-ngadi nih bocah," dia menatap horor Halka. "Udah, kayak biasanya aja. Kamu tunggu di luar," usir perempuan itu mendorong Halka yang sudah selangkah masuk kamar mandi.
"HALKA. Tunggu diluar!" Syakila histeris saat Halka semakin masuk ke dalam kamar mandi bersamanya. "Aku bisa sendiri, Halka. Jangan berlebihan deh. Ini cuma mau pipis," tuturnya mencoba sabar.
"Kenapa?" Suara Halka memberat. "Nggak suka sama sikap aku?"
"Enggak!" seru Syakila cepat. "Eh-eh salah. Maksud aku bukan begitu," ralat perempuan itu panik.
"B-bukan gitu maksud aku, Halka. Aku cuma--" dia menatap Halka ragu saat lelaki itu mengangkat sebelah alisnya. "Aku cuma mau pipis, kamu nggak perlu khawatir sampai gini. Kamu tunggu di luar aja ya? Aku kebelet loh ini. Sana keluar dulu, hus-hus," usirnya membalikkan badan Halka lalu mendorong punggung lelaki itu.
Syakila langsung menutup pintu kamar mandi dengan cepat, bahkan ia sampai terhuyung ke pintu dan menimbulkan suara yang keras hingga dinding bergetar karena perempuan itu terlalu buru-buru menutup.
Dok dok dok
"Sya, hati-hati sayang!" teriak Halka diluar sana. "Kalau sudah, bilang ya!" seru lelaki itu kembali membuat Syakila mengerang frustasi.
Selalu begitu, Halka terlalu protektif kepada Syakila.
Dia tahu, Halka bersikap seperti itu karena masih dihantui oleh pikiran buruknya. Makanya, lelaki itu berusaha keras menjaga Syakila dan baby agar selalu dalam keadaan aman.
Tak pernah disangka, ia akan hamil secepat ini, memiliki anak dari hasil kegiatannya bersama Halka. Tentu, Syakila akan sangat antusias menyambut calon buah hati mereka nanti. Membayangkannya saja membuat perempuan itu senyum-senyum sendiri, ia mengelus perutnya yang masih rata.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Teen Fiction‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...