Syakila masih jengkel saat ini. Pagi-pagi sudah merasa naik darah hanya karena seorang cowok yang katanya 'dingin' ? Tidak. Cowok itu bukan hanya dingin, melainkan juga menyebalkan. Sangat-sangat menyebalkan. Terbuat dari apa cowok itu? Ingin rasanya Syakila mencakari dan memukulinya.
Pukul 15.30, Syakila tiba di rumahnya. Seperti biasa, Bunda tercintanya sudah menunggu diambang pintu, menanti putri semata wayangnya yang sebentar lagi akan ditinggalkan sementara.
Iren–Bunda Syakila–mengangkat tangan kanannya untuk disalami oleh sang anak.
"Kok cemberut gitu mukanya?" tanya Iren saat melihat raut wajah marah anaknya. "Capek ya? Masih ngurusin adik kelas kamu?"
Mendapati pertanyaan bundanya, Syakila langsung menggeleng seperti anak kecil. "Nggak kok, Bun. Angkatan kita udah nglepas ekstra minggu lalu."
"Yaudah, kita masuk. Kamu ganti baju dulu. Setelah itu makan. Pasti lapar kan?"
Syakila menyengir lebar, "sangat-sangat lapar."
Iren ikut terkekeh geli mendengar jawaban sang anak. Satu putrinya membuatnya merasa bahagia. Tingkahnya yang menggemaskan walaupun sudah beranjak dewasa. Semoga keputusan untuk menikahkan anaknya adalah keputusan yang terbaik.
Setelah berganti pakaian, Syakila langsung beranjak ke meja makan. Memakan masakan bundanya yang selalu membuatnya segar. Sayur kangkung dengan tempe, makanan favorit Syakila yang membuat moodnya kembali.
"Kil, nanti malam ikut bunda dan ayah ya," ujar Iren pada Syakila yang sudah duduk anteng di kursi.
Syakila mengerutkan keningnya. "Kemana bunda?"
Iren tersenyum. Tangannya sibuk menyiapkan nasi untuk makan sang putri. "Ketemu calon suami kamu."
Deg
Raut wajah Syakila berubah seketika. Mendengar kata 'calon suami', ia jadi teringat akan menikah. Di usia yang masih sangat-sangat muda ini. Bagaimana jika ia menikah dengan om-om? Menikah dengan lelaki yang tidak dikenalnya sama sekali? Apa Syakila bisa menerima itu?
"Bunda sudah siapkan baju di lemari kamu, untuk nanti malam. Kamu pakai itu aja nanti. Okey, Kila?"
Syakila mengangguk pelan. "Iya, Bunda."
****
"Ka, siap-siap gih. Malam ini kamu ikut Papamu ketemu rekan kerjanya." Sofi–ibu dari cowok berwajah dingin dan datar, yang tak lain dan tak bukan adalah Halka menyuruh anaknya yang sedang menonton televisi.
Halka menoleh bingung. Ia mengangkat sebelah alisnya pertanda bertanya 'maksudnya'.
"Hari ini ada acara pertemuan keluarga dengan rekan kerja Papamu. Kamu harus ikut. Ada hal penting yang harus kamu tau," ujar Sofi menjelaskan kepada anak laki-lakinya.
"Hm, nanti." Halka kembali melanjutkan kegiatannya menonton televisi. Cowok itu malah mengambil makanan di toples yang ada di depannya.
"Sekarang, sayang. Papa kamu sudah siap di depan. Mama juga nih," tunjuk Sofi mengangkat keatas sedikit bajunya. "Kita tunggu di depan ya."
Setelah mengatakan itu, Sofi mengambil dompetnya yang tergeletak di sofa dan berlalu keluar rumah. Renan–Papa dari Halka alias suami Sofi itu tengah menunggu diluar sembari berbincang-bincang bersama satpam rumah.
Mau tidak mau, Halka melangkahkan kakinya menuju kamar yang berada di lantai dua. Ia mengenakan pakaian yang telah disiapkan oleh Sofi. Entah diajak kemana ia oleh kedua orang tuanya itu.
****
"Kamu sudah siap, Kil?" tanya Iren di depan pintu kamar Syakila yang masih tertutup.
"Iya, Bun. Sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Teen Fiction‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...