Tubuh seorang gadis menggeliat pelan bersamaan matanya yang mengerjap-erjap. Syakila meluruskan tangannya saat rasa berat dan pengap menempel ditubuhnya.
Ceklek
"Udah enakan?" tanya Halka yang baru masuk sembari membawa minuman hangat di tangannya.
Syakila menumpukan kedua telapak tangannya di ranjang lalu mendudukkan tubuhnya perlahan. Dan, saat itu juga, Halka dengan sigap mendekati istrinya dan membantu gadis itu dengan memposisikan bantal di belakang Syakila agar kepala gadisnya nyaman saat menyandar kepala ranjang.
"Halka, kenap--"
"Minum dulu," sela Halka menyodorkan segelas jahe hangat pada istrinya.
Syakila mengernyit saat bibir gelas sudah didekatkan oleh Halka ke bibirnya. "Ini ap--"
"Minum, sayang.." Halka menempelkan bibir gelas ke bibir Syakila membuat gadis itu mau tak mau menyeruput jahe hangat sedikit demi sedikit. Selama minum, mata Syakila tak lepas melirik Halka, menatap suaminya yang begitu perhatian. Ah, beruntung sekali Syakila mendapat seorang lelaki seperti Halka. Meskipun tingkah cowok itu kadang menyebalkan.
Syakila menjauhkan bibir gelas itu dari bibirnya tanda dirinya sudah selesai minum, meskipun jahe hangat yang disiapkan Halka hanya seperempatnya saja yang berkurang.
"Kenap--"
"Udah enakan?" tanya Halka meraih telapak tangan Syakila untuk mengecek suhu tubuh gadis itu.
Lagi dan lagi, Syakila dibuat bingung dengan Halka. Gadis itu mengernyit. "Enak gimana?"
"Ini juga, kenapa aku pake jaket berlapis-lapis?" tanya gadis itu lagi sembari meluruskan kedua lengannya hingga genggaman Halka terlepas.
"Dingin, Halka," Syakila mendekap tubuhnya sendiri. "AC-nya kamu dinginin ya?" tanyanya polos melirik kotak putih pendingin ruangan yang ada di sudut kamar.
Halka mendekat lalu menaikkan resleting jaket yang digunakan Syakila hingga leher gadis itu tertutup sempurna. "Masih dingin?"
"AC-nya mati semua, Sya. Masih kedinginan?" cowok itu melilitkan tubuh istrinya dengan selimut.
"Engap, Halka. Nggak bisa napas kalau kayak gini," eluh Syakila karna tubuhnya merasa berat oleh balutan kain tebal yang berlapis-lapis.
Halka spontan menurunkan sedikit selimut lalu membuka resleting jaket. "Sini peluk, biar hangat," ujarnya merentangkan tangan.
Syakila menatap aneh Halka. "Kok jadi peluk? Kamu modus ya??" tuduhnya memicing.
"Modus gimana?" tanya Halka balik. "Biar hangat, Sya. Masih kedinginan kan?"
Syakila angguk-angguk.
"Ya udah sini. Mau dinginnya hilang nggak?" tanya Halka masih setia merentangkan tangannya.
Dengan lugunya, Syakila mengangguk lalu memeluk tubuh Halka erat. Dan dengan sayang, Halka merengkuh tubuh istrinya--memberi kehangatan agar tubuh Syakila tak kedinginan lagi.
Sebenarnya, saat tengah malam tadi, Halka hendak memberi pertolongan pada istrinya yang suhu tubuhnya semakin menurun. Halka teringat pernah diberi kiriman oleh Wendi--teman sekelasnya--tentang pertolongan pertama saat mengalami hipotermia. Saat itu, Wendi mengirim rentetan kalimat tak masuk akal tentang cara menormalkan kembali suhu tubuh seseorang yang terkena hipotermia, yaitu dengan cara skin to skin. Awalnya, Halka ingin mempraktekkan apa yang pernah dijumpainya, demi Syakila--istrinya yang sedang kedinginan. Namun, hal itu tidak terjadi karena pikiran Halka yang masih waras. Jadilah Halka hanya membalut tubuh istrinya dengan jaket berlapis-lapis dan memberinya minuman jahe hangat seperti beberapa menit lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Teen Fiction‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...