60. PERKARA SUSU

1.7K 100 3
                                    

"Sya, minum susunya."

Syakila menggeleng cepat. "Taruh situ aja dulu. Nanti aku minum," tunjuknya pada nakas.

"Sekarang."

"Ih! Nanti aja, Halkaa," rengek Syakila kesal. Ia paling tak suka jika harus minum susu hamil lagi.

Halka menghela napas sebentar kemudian ia ikut duduk pada tepi ranjang--tepat di samping istrinya.

"Diminum sekarang, setelah itu tidur. Jangan kemaleman, nggak baik buat baby-nya," tutur Halka lembut. Ia mendekatkan gelas pada bibir Syakila--menyuruh sang istri agar segera melakukan hal rutinnya.

"Ck! Bosen, Halka!" jengah Syakila mendorong pelan gelas berisi susu itu. "Pagi minum susu, sore minum lagi. Ini mau tidur pun harus minum lagi. Setiap hari aja kayak gini. Aku tuh nggak suka susu, Halka! Eneg tau nggak?!" kesalnya berujar sedikit meninggi.

Halka memejamkan mata, berusaha sabar untuk memberi pengertian pada istrinya. Bunda pernah bilang, sedari dulu Syakila anti dengan susu. Bahkan, sang istri hanya sebentar menyusu pada Iren, selepasnya Syakila lebih suka air putih.

"Sayang, dengerin aku." Halka meraih tangan Syakila lalu menggenggamnya lembut.

"Ini juga untuk kebaikan kamu, apalagi untuk baby-nya," lelaki itu melirik sekilas pada perut Syakila.

"Anak kita juga butuh banyak nutrisi untuk perkembangan. Kamu nggak terlalu suka telur, nggak suka ikan, bahkan buah pun hanya ada beberapa yang kamu suka. Gimana baby-nya dapat nutrisi?"

Syakila terdiam.

"Yang kamu makan hanya jajanan ringan atau nggak makanan instan. Aku udah larang, kenapa masih aja dimakan, Sya?"

Syakila terkejut. Darimana Halka tau jika dirinya masih memakan makanan yang seperti itu?

"Jangan mengira aku nggak tau semuanya. Kamu di kantin pesan mie pedas yang jelas-jelas terbuat dari bahan instan. Nggak dengerin kata-kata aku?"

Halka berujar seakan menyudutkan Syakila. Perempuan itu langsung terdiam seperti orang yang baru saja kepergok.

Sial! Mati gue, batin Syakila mengulum bibirnya.

"Kamu mikirin diri kamu sendiri nggak sih? Kamu mikir anak aku nggak?" tanya Halka lagi.

Syakila jadi kelabakan karena pertanyaan itu. Tapi dirinya juga tak tau harus apa, Syakila menundukkan kepalanya.

"Maaf," lirih perempuan itu berubah melas. "Maaf, Halka."

Tak ada jawaban, Syakila mengangkat wajahnya perlahan. Ia menatap Halka yang juga tengah menatapnya--tanpa ekspresi.

"Maafin aku..."

"Halka, kamu marah ya?" tanya Syakila hati-hati. Halka masih setia menatap perempuan itu dalam diam.

"Halka~ maafin aku, hiks."

Nahkan. Syakila benci ini. Selalu saja menangis ketika melihat suaminya yang mendiamkannya. Syakila tak suka jika Halka bersikap cuek. Apalagi hormon ibu hamil yang malah mendukung untuk mengubah-ubah moodnya.

"Halka~ maafin~ hiks,"

Syakila beralih memegang erat pergelangan tangan Halka saat lelaki itu mulai merenggangkan genggaman tangannya.

"Maaf, hiks. Aku salah. Aku salah karena nggak mikirin baby-nya, Halka. Tapi serius, aku nggak ada niatan untuk ngebahayain baby. Aku sayang sama baby, Halka."

"Halka, jangan diem aja. Ngomong dong, jangan tatap aku kayak gitu."

Tangis Syakila semakin menjadi, Halka menghela napas panjang.

HALSYA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang