39. MULAI DICURIGAI

2.9K 155 5
                                    

"Kila dari tadi nggak balik-balik. Itu anak lagi nyetor apa bangun Monas sih?!" Rara berdecak kesal sembari meletakkan kasar bolpoin merahnya.

"Kalo gini, gue harus susulin!" lanjut gadis itu menggebrak meja.

"Sedang apa kamu, Rara?! Kenapa pukul-pukul meja?"

Duh! Mati gue.

Rara meringis. Ia lupa kalau saat ini gurunya sedang berada di sampingnya--tengah menjelaskan sambil berdiri.

Rara mendongak ke samping--memberi cengiran pada guru itu. "Maaf Pak, saya mau ijin ke toilet."

"Jelaskan bagaimana latar belakang pemberontakan Andi Aziz!"

"Hah? Maksudnya?" bingung Rara melongo. "Saya mau ijin ke toilet, Pak."

"Saya minta kamu untuk jelaskan latar belakang pemberontakan Andi Aziz!" ulang guru itu menimpuk pelan kepala Rara dengan buku LKS.

Sontak Rara melotot sewot.

"Loh loh, Pak. Saya minta ijin ke toilet loh. Kok disuruh menjelaskan?"

"Kamu lihat sampingmu. Temanmu belum kembali kan? Tunggu sampai dia kembali ke kelas dulu."

"Kalau gitu saya bisa ngompol dong, Pak," sergah Rara beralibi. Tentu saja gadis itu tidak ingin buang air. Tujuannya adalah menyusul Syakila.

"Kalau nunggu Kila balik, bakal mrembes kemana-mana nanti ompolnya, Pak"

"Woi! Awas aja lo kalo sampai beneran ngompol!" timpal Bima--sang ketua kelas.

"Diem lo, Bim!" Rara menatap tajam ke arah Bima yang lumayan jauh dari kursinya. "Ikut-ikutan aja."

Gadis itu beralih lagi ke guru laki-laki yang ada di sampingnya.  "Gimana, Pak? Saya diijinin ke toilet nggak?"

"Buat ringkasan tentang latar belakang pemberontakan Andi Aziz. Jangan ada yang potong pembicaraan saya," Guru laki-laki itu mengangkat sebelah tangannya mengkode. "Ringkasan minimal 10 lembar dan ditulis di kertas folio. Lusa harus dikumpulkan secara kolektif ke ketua kelas, lalu dikumpulkan ke saya. Untuk Asyakila, batas waktu pengumpulan, saya ajukan menjadi lebih awal daripada yang lainnya. Tugas Asyakila harus sudah dikumpulkan sebelum jam 7 pagi, hari lusa nanti," sambung guru itu panjang lebar membuat seluruh siswa yang ada di kelas itu menganga.

Apa tadi? Minimal 10 lembar? Itu ringkasan atau gimana?

"Loh, Pak. Kenapa Syakila harus lebih awal ngumpulinnya?" Karin bersuara membuat Rara tanpa sadar mengangguk.

"Karena dia keluar di jam saya tidak tau aturan. Sudah 20 menit sejak meminta ijin, Asyakila tidak kembali lagi. Saya anggap hari ini dia Alfa."

"Weh! Ngeri banget nih guru," celetuk salah satu murid laki-laki dengan berbisik. "Kayaknya seneng banget muridnya sengsara."

"10 lembar, woi? Yang bener aja," tambah murid di sampingnya.

"Untuk kamu, Rara," Guru laki-laki itu menatap Rara. "Kamu bisa ke toilet," ucap guru itu, Rara mengangguk pelan.

"Jam saya sudah berakhir. Jangan lupa untuk mengerjakan tugasnya. Saya akhiri, selamat pagi anak-anak!" salam guru itu lalu beranjak keluar kelas.

"Kila ngapain aja di toilet?" tanya Karin memutar tubuhnya ke belakang menghadap Rara.

"Tuh bocah buat batik atau buat rumah sampai bisa selama itu?" sambung Karin, Rara mengedikkan bahunya tak tahu.

****

"Mau ngapain, hm?" tanya Halka melirik tangan Syakila yang melayang seperti ingin menampar.

Dengan cepat gadis itu berbalik dan menyembunyikan tangan itu di balik punggung.

HALSYA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang