"Gue suruh untuk pulang sendiri."
Kaki Syakila yang baru saja memasuki pintu apartemen terhenti saat mendengar suara Halka.
Syakila menipiskan bibirnya lalu membenarkan selempang tasnya yang sedikit melorot. "Gue emang pulang sendiri," jawabnya setengah mencicit.
Halka mengangkat sebelah alisnya tak percaya. "Masa?"
"Y-ya..gue emang pulang sendiri kan?" Syakila berkata dengan terputus-putus dan menundukkan kepalanya. "Lo aja ninggalin gue," sendunya lagi mengangkat kepala.
Halka tak berniat menjawab. Cowok itu mengeluarkan tangannya dari saku celana dan berbalik meninggalkan Syakila.
"Huh! Masih marah," gerutu Syakila menatap Halka yang menuju kamar.
Syakila berdecak lalu berkacak pinggang. "Halka marah kenapa sih? Bingung gue!"
"Ini hati juga sama aja! Kenapa nggak tenang banget sih lo?!" kesal gadis itu menunjuk dadanya sendiri.
Syakila meremas rambutnya frustasi. "Ahhh! Pusing gue! Pusing!"
"Ekhem."
Suara deheman Halka membuat Syakila mengubah raut wajahnya cepat. Ia melihat Halka yang sudah berganti pakaian lebih rapi dari tadi.
"Mau kemana, Halka?" Pertanyaan itu spontan keluar dari bibir Syakila.
Halka tak menjawab.
"Lo mau kemana, Halka?" ulang Syakila bertanya.
Halka masih tak menjawab. Cowok itu menatap datar Syakila sekilas lalu mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di meja.
Syakila mendekat dan menahan lengan Halka dengan kedua tangannya. "Halka lo kenapa sih?"
Tanpa mengalihkan pandangannya, Halka melepas tangan Syakila dari lengannya. Cowok itu beralih menyamping lalu menatap Syakila dengan sorot yang dingin.
"Gue kenapa?" tanya Halka balik.
Syakila menarik napas panjang. "Halka," dia menjeda sebentar. "Kalo lo emang marah karena kejadian gue tadi di ruang OSIS, gue minta maaf. Itu bener-bener nggak sengaja, Halka. Gino tadi—"
Ucapan Syakila terhenti kala Halka melewati gadis itu begitu saja.
Syakila berbalik dan kembali berucap, "please, dengerin gue dulu. Hati gue nggak tenang, Halka," lirihnya menunduk sembari memegang dadanya dengan kedua tangan menggenggam.
Langkah Halka berhenti. Namun, cowok itu tak berbalik menghadap Syakila.
"Lo di apartemen aja. Jangan kemana-mana. Gue pulang nanti malam."
Syakila mengangkat kepalanya cepat. "Halka, tapi—"
Belum sempat Syakila melanjutkan ucapannya, Halka sudah keluar dan pintu apartemen itu sudah tertutup kembali. Cepat sekali Halka menghilang? Dan apa katanya tadi? Pulang nanti malam? Bahkan, saat ini hampir pukul 5 sore. Mau kemana cowok itu pergi?
Syakila menautkan jemarinya satu sama lain. Perasaan gadis itu sangat tidak tenang. Rasa takut, gelisah, dan sesak bercampur menjadi satu di dadanya.
Harus apa dirinya sekarang?
****
Kletak
Piring terakhir Syakila letakkan di meja. Gadis itu tersenyum puas. Semoga apa yang direncanakannya akan berhasil.
Syakila sudah menyiapkan masakan-masakan yang disukai Halka. Tadi, ia sempat bertanya pada Mama Sofi tentang makanan apa yang disukai Halka. Syakila sempat bingung juga karena Halka itu 'semua doyan'. Asalkan enak di lidah, cowok itu akan suka. Alhasil, kali ini Syakila memasak sambal goreng kentang, ayam kecap dan terakhir bakwan untuk makan malam mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Ficção Adolescente‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...