"Bunda mau tau apa kejutannya?"
"Apa itu?"
Syakila terkekeh senang, ia memekik kegirangan dalam hatinya. Melihat itu, Halka tersenyum. Ia mengelus sayang rambut istrinya lalu turun pada perut Syakila yang masih tertutupi oleh piyama.
"Syakila hamil, Bun," beri tahu perempuan itu pada akhirnya. "Usia kandungannya mau berjalan tujuh minggu."
"Hah? Benar, Kil? Kamu nggak lagi bohongin Bunda kan?"
Wajah Syakila berubah cemberut. Ia menjauhkan ponselnya sebentar lalu menggerutu kesal. Selang beberapa detik, perempuan itu kembali mendekatkan ponsel pada telinganya.
"Bunda pikir aku sering bohong ya? Anaknya hamil bukannya seneng malah dituduh ngebohongin. Nggak asik ah Bunda!"
Suara gelak tawa dari seberang sana terdengar, Syakila memekik kesal. "Bunda!"
"Iya-iya sayang. Bunda nggak ketawa lagi. Tapi benar kamu hamil, Kil?"
"Iya Bunda, isshh," Syakila kembali mencebik, ia menurut ketika Halka menuntun untuk meluruskan kakinya.
Perempuan itu spontan mengelus rambut belakang Halka saat lelaki itu berbaring di pahanya lalu mencium perutnya yang telah terbuka--Halka sempat menyingkap piyamanya sampai dada kemudian mengelusnya sebentar sebelum beralih mencium perut istrinya itu.
"Alhamdulillah. Terimakasih, Ya Allah.. Bunda turut senang mendengarnya, Kil. Bunda bakal punya cucu dong? Nggak kerasa banget, Kila. Kamu sudah dewasa saat ini. Ah, Bunda jadi kangen.. pengen peluk kamu."
"Ahh Bundaa. Kila juga kangen tauu..," perempuan itu merengek tak jelas, Halka sampai tersentak saat Syakila yang tiba-tiba memukul-mukul kepalanya.
"Pengen peluk Bundaa."
"Sabar ya, sayang. Tunggu beberapa bulan lagi. Kamu jaga baik-baik kandungan kamu. Jangan pecicilan, jangan sampai calon cucu Bunda kenapa-kenapa. Bunda selalu berdoa dari sini untuk keluarga kamu. Ingat ya, Kila?"
"Siap laksanakan, Bunda!"
Syakila tiba-tiba menekuk kakinya membuat Halka terjepit diantara paha dan perut perempuan itu. Wajah Halka tenggelam--lelaki itu kesulitan bernapas karena kejadian yang terlalu tiba-tiba itu.
"Sayang..." tegur Halka dengan suara merengek. Syakila menunduk dan wajah Halka terangkat menampilkan kesan cemberut. "Kamu apain aku?"
Syakila membelalak, kemudian ia menyemburkan tawa. "Hah?! Ndase kecepit! Hahahah," perempuan itu tergelak sambil meledek.
"Huh? Gitu respon kamu?" Halka menatap sebal istrinya. "Oke, aku tidur duluan!" lanjutnya merajuk.
Halka menjauh lalu siap menarik selimutnya, namun gerakannya terhenti saat tiba-tiba Syakila yang mengecup bibir lelaki itu sekilas. Halka menegang sesaat.
"Kamu cium aku?" tanya Halka mengerjap polos--menyentuh bibirnya yang sedikit terbuka.
"Cium lagi." Halka mendekatkan wajahnya pada Syakila membuat perempuan itu sigap mundur.
"Enak aja! Harusnya kamu yang ci—
"Kil, dengerin Bunda nggak?"
Syakila tersentak, matanya membola terkejut. Ia lupa jika masih telpon dengan Bunda!
Perempuan itu kelabakan mencari ponselnya yang entah ia taruh dimana. Seingatnya ia tak meloudspeaker panggilannya tadi, kok tiba-tiba jadi besar suara Bundanya?
"Halka, hp aku mana??" Syakila panik sendiri. Ia berucap lirih seperti ingin menangis.
"Ih, Halka. Hp aku dimana??" lanjut perempuan itu menyibak selimut--bergerak tak beraturan di atas ranjang untuk menemukan dimana ponselnya berada. "Huwaa, Halkaaa. Hp aku dimana??" histerisnya mulai terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Roman pour Adolescents‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...