Renan diam bukan berarti tak sayang pada anak dan menantunya. Papa Halka itu hanya tak ingin mencampuri urusan rumah tangga putranya. Biarlah, biar Halka sendiri yang mengurusi masalah yang dibuatnya sendiri.
Sofi yang tak terima semakin bertambah marah saat suaminya tak memperbolehkan untuk membela Halka dan Syakila. Bagaimanapun juga, putra dan menantunya harus tetap melanjutkan pendidikannya meskipun hanya sampai batas SMA. Itu sudah cukup bagi Sofi. Tapi apalah daya, Renan--sang suami melarang keras untuk dirinya membantu Halka dan juga Syakila.
Dua bulan berlalu begitu cepat pasca kejadian itu, Syakila membuang napas berat sembari memandang kolam renang yang bisa terlihat dari balkon kamarnya. Satu jam lagi waktunya homeschooling. Mengingat usia kandungannya kini sudah memasuki trimester kedua, tepat bulan kelima lebih seminggu, Syakila semakin berhati-hati menjaga calon buah cintanya bersama Halka itu.
Jangan sampai calon anaknya kenapa-kenapa karena ia yang terus saja memikirkan hal yang seharusnya sudah tak lagi dipikirkannya.
Cklek
"Sayang--" Ucapan Halka terhenti begitu saja kala manik matanya melihat hal yang sama kembali seperti dua bulan terakhir ini.
Dengan perlahan, kaki lelaki itu mendekat pada istrinya yang sedang membelakangi pintu kamar dengan bertumpu pada pagar balkon. Halka menyusupkan tangannya memeluk sang istri dari belakang, membuat Syakila berjingkat kaget.
"Halka, ngagetin ish!" cebik Syakila memukul pelan tangan Halka yang melingkar diperutnya.
"Biar seperti ini dulu, Sya," kata Halka semakin mengeratkan pelukannya, menjatuhkan dagunya di pundak sang istri, memejamkan mata sembari mencium aroma tubuh Syakila.
"Gimana sekolahnya hari ini?" tanya Syakila sembari menepuk-nepuk punggung tangan Halka, membuat lelaki itu langsung membuka mata.
Halka melirik pada Syakila yang tengah tersenyum hangat dengan memandang kosong depan.
Alih-alih menjawab, Halka justru balik melemparkan pertanyaan. "Apa yang kamu pikirkan?"
"Eh? Emang apa yang aku pikirkan?" Syakila dengan cepat menoleh dan sedikit mendelik.
Halka menegapkan tubuhnya, tak lagi memeluk Syakila dan langsung membuang tatapannya ke samping.
Lo itu lembek tau nggak!?
Gimana bisa lo menghancurkan masa depan istri lo?
Lo mikir! Kila udah mau ditanemin bibit lo meskipun dia masih sekolah! Lantas kenapa lo malah sebarin ke seluruh warga sekolah sampai Kila kena DO?! Otak lo sengklek, hah!?
Begitulah kalimat Karin yang selalu menghantui pikiran Halka. Lelaki itu benar-benar merutuki kebodohannya dua bulan yang lalu, dimana dia salah mengambil langkah.
Halka kira prediksi di otaknya akan berjalan dengan semestinya. Karena selama ini dugaan Halka banyak yang benar terjadi. Tapi kali itu tidak. Perkiraannya jauh dari semestinya.
Tentang sekolah, Syakila benar-benar mengundurkan diri sebagai pelajar di SMA Angkasa. Hari itu, Pak Brut masih memberi toleran pada Syakila untuk masuk selama seminggu, hanya digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas dari guru yang memang sengaja Syakila belum kerjakan.
Untuk Halka, lelaki itu sendiri masih bisa melanjutkan pendidikannya sampai lulus nanti di SMA Angkasa. Sebenarnya Halka pun hari itu membantah keputusan pak Brut yang menurutnya tidak adil. Jika Halka bisa sekolah, kenapa istrinya tidak bisa?
Namun, lagi-lagi Pak Brut menjawab dengan alih-alih kehamilan Syakila bisa ketahuan. Guru pria itu tetap menjatuhkan keputusannya. Halka yang akan ikut keluar bersama Syakila jadi urung karena Pak Brut mengatakan bahwa rahasia ini tidak akan terbongkar dengan syarat Halka masih bertahan di sekolah Angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSYA [Selesai]
Teen Fiction‼️WARNING‼️ Cerita nggak jelas. Yang nggak suka lebih baik jangan baca. ✪✪✪✪ "Kita emang pasangan. Gue sebagai majikan, dan lo babu gue. Itu termasuk pasangan kan?" ✪✪✪✪ Syakila terpaksa menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya karena suatu ha...