37. NGIDAM?

3.7K 170 15
                                    

"Kok nggak pedes sih, Halka???" protes Syakila tak terima karena sambal rujak yang baru saja ia colek tak terasa pedas.

Halka tak berniat menjawab. Cowok itu berlanjut memindahkan beberapa buah yang sudah dipotong kecil-kecil ke dalam wadah yang lebih lebar.

"Halka, ini kurang pedes tau nggak? Ini tuh--"

"Nggak suka pedas kan?" desis Halka menyindir. "Nggak usah minta pedas. Ini udah sedengan untuk kamu."

"Tapi--"

"Makan." Halka mendorong wadah yang berisi rujak itu mendekat ke arah Syakila. "Kamu nggak tahan pedas. Nanti perutnya sakit," tuturnya membuat Syakila menghela napas.

"Iya-iya," jawab Syakila lesu. "Makasih udah mau beliin."

Halka mengangguk, tangannya terulur untuk mengacak gemas pucuk kepala istrinya.

"Mau?" Syakila menyodorkan satu potongan mangga muda yang ditusuk garpu ke arah Halka.

Cowok itu menggeleng. "Makan aja."

Syakila mengangguk antusias. Memakan semua rujaknya dengan lahap.

Namun.., beberapa menit kemudian, Halka memutar bola matanya malas saat melihat wajah Syakila yang memerah. Gadis itu tampak gelisah karena menahan pedas.

"Makanya, kalau disuruh berhenti makan itu nurut," jengah Halka mendekatkan segelas air hangat ke bibir Syakila.

"Pedas kan? Masih mau tambah lagi?" sinis Halka melirik ke wadah rujak. "Nih, masih sisa. Masih mau dimakan lagi nggak?"

Mata Syakila terlihat penuh dengan air mata. Gigi gadis itu menggertak menahan rasa pedas yang tak kunjung hilang. "Huwaaa.. pedes, Halkaa," erangnya frustasi.

Halka berdecak. Ia meletakkan gelas secara kasar di meja. Kedua tangan cowok itu beralih ke wajah Syakila, menangkup kedua pipi gadis itu yang memerah.

Cup

Mata Syakila membelalak. Ia dikejutkan dengan ulah Halka yang tiba-tiba mengecup bibirnya. Ralat! Bukan hanya mengecup, cowok itu juga menyesap lembut bibirnya membuat Syakila memejamkan mata.

"Masih pedas banget nggak?" tanya Halka mengusap belahan bibir Syakila. Dengan spontan, gadis itu membuka mata dan menggeleng. Bukan karena rasa pedas itu hilang, melainkan kesadarannya yang masih terbang di awang-awang.

"Masih mau lagi nggak? Sambalnya masih sisa itu," sindir Halka menurunkan tangannya dari pipi Syakila. Cowok itu beralih menyandarkan punggungnya di sandaran sofa.

"Maaf," lirih Syakila menunduk. "Aku kira kan nggak pedes."

Halka menoleh tanpa mengubah posisi duduknya. Dilihatnya pipi Syakila yang masih timbul bintik-bintik merah. Tangan cowok itu terulur ke samping untuk mengusap pipi istrinya yang terdapat bintik merah itu. "Ini gatal nggak, Sya?"

Syakila mendongak, menyampingkan tubuhnya menghadap ke Halka. Gadis itu mengangguk. "Gatal sih. Tapi ini udah nggak terlalu. Dulu juga pernah."

"Maaf ya," tutur Halka meredup.

Syakila mengernyit. "Maaf untuk?"

"Maaf nggak bisa jaga kamu. Sampai ada orang yang bisa nyakitin kamu."

Syakila menggeleng. Ia merapatkan tubuhnya mendekat ke Halka, memeluk cowok itu dari samping. "Aku yang minta maaf. Maaf udah ngrepotin kamu buat beli rujak di bapak-bapak gerobak."

Halka mengubah posisinya menjadi menyamping--beralih mendekap tubuh Syakila dengan dagu yang menumpu pada kepala gadis itu. Ingatannya kembali berputar pada kalimat ibu-ibu berbadan dua saat membeli rujak tadi. Apa Syakila tengah ngidam juga? Tapi dirinya saja belum----

HALSYA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang