#20

757 108 0
                                    

Hyeri dan rosie memilih untuk keluar dari kamar dan duduk di sofa ruang keluarga. Rosie menyalakan tv agar suasana tidak terlalu canggung. Sekalipun dia tak tau acara apa yang sedang berlangsung, setidaknya itu bisa sedikit dapat mencairkan suasana.

Suara pembawa acara disalah satu tv show saat itu menguasai seluruh sudut pendengaran dan ruangan. Satu diantara mereka masih tak mampu memulai percakapan. Perasaan canggung penuh dengan prasangka-prasangka berserakan di kepala mereka. Lidah terasa keluh tak mampu mengikuti kata hati yang telah terembuk.

"Lisa se-"

"Bagaim-"

Saat sudah siap membuka obrolan, keduanya malah berucap secara bersamaan. Hyeri dan rosie kembali hening, merasa bodoh dan konyol pada diri mereka sendiri.

"Duluan saja" ucap rosie mempersilahkan sahabatnya itu untuk berbicara terlebih dahulu. Hyeri menelan ludahnya bersiap untuk memulai.

"Lisa sedang sakit apa?" Hyeri kembali mengulang pertanyaannya yang sempat terputus. Ini sudah kali ketiganya.

"Demam. Dia terlalu lama duduk diluar semalam" rosie berucap tenang.

"Diudara sesejuk ini? Dasar anak nakal itu. Apa yang dia lakukan?" Hyeri geram dan merubah arah duduknya jadi menghadap rosie. Gadis blonde yang merasa pergerakan itu menggenggam remote tv dengan erat dan memainkan tombol-tombol karet yang ada disana.

"Menemaniku" hyeri melihat tangan rosie yang mulai bergerak gusar. Gadis berambut sebahu ini jadi merasa bersalah bertanya tentang itu. Keduanya pun kembali diam.





"Hm, kau ingin bilang apa tadi?" Tanya hyeri memecah keheningan.

"Bagaimana kabar mu?" Rosie mengucapkannya tenang dan merubah arah pandangnya ke arah lawan bicara. Pertanyaan kabar sebenarnya terdengar sangat klasik. Jujur saja itu hanya basa-basinya.

"Baik, Semuanya baik" jawab hyeri mengangguk mantap. Rosie pun juga mengangguk mendengar jawaban sahabatnya itu dan kembali menyandarkan dirinya. Merasa gadis blonde itu tidak ingin bertanya lebih lanjut, Hyeri berinisiatif bercerita tentang dirinya.

"Aku sekarang sudah pindah. Kau masih ingat rumah ku? itu terlalu besar untuk ditinggali dua orang. Jadi Aku meminta mama untuk pindah tidak jauh dari sini." Tutur hyeri atas inisiatifnya.

"Kenapa?" Tanya rosie sedikit menoleh ke gadis berambut sebahu itu.

"Lisa bilang dia slalu ingin bermain dengan ku. Dan berandai, Jika saja rumahku dekat, dia bisa berkunjung setiap kali merasa bosan." Mendengar jawaban hyeri, rosie menunduk dan tersenyum.

"Aku pasti sangat membosankan"  balas rosie kecewa dengan dirinya sendiri.

"Lisa slalu ingin bermain denganmu-" hyeri berucap. Dan,

"Dan aku slalu menghindar darinya" salip rosie menunduk memotong ucapan sahabatnya.

"Hm" hyeri menatap rosie dan bergumam. Tidak dapat dielak, gadis rambut sebahu itu Membenarkan pernyataan sahabatnya.

"Sepertinya Lisa banyak bercerita tentangku" rosie mengangkat kepalanya saat kembali melanjutkan percakapan.

"Tentu saja. Aku slalu siap menjadi pendengar yang baik untuknya dan untukmu juga. Rosie, kita ini kan bersahabat" jawab hyeri antusias. Sebagai sahabat tentu dia harus siap mendengarkan lisa maupun rosie.

"Apa aku masih bisa disebut sahabat, ketika aku slalu menyakiti dan mengusirmu saat kau datang?" Rosie meraba tombol off mematikan tv saat bertanya. Melepaskan sandaran punggungnya pada sofa dan menatap datar lurus kedepan.

"Aku tidak mungkin memutuskan persahabatan kita hanya karna dua hal konyol seperti itu. Karna terlepas dari dua hal itu pula aku punya banyak alasan yang membuatku ingin terus menjadi seseorang didalam hidupmu" tangan hyeri terangkat mengelus pundak rosie. Menyalurkan perasaannya pada sang sahabat. Rosie kembali menunduk dan hyeri melepaskan tangannya dari pundak rosie. Ikut menyandarkan tubuhnya dan bergeser sedikit mendekati gadis blonde itu.



"Kau masih ingat irene? Teman sekelasmu dan pianist di ekstrakurikuler yang kau pimpin? Setiap kami bertemu, dia slalu bertanya tentangmu. Lisa slalu menjawabnya dengan baik. Seperti saat kau kembali mulai mendengarkan musik dan bermain gitar. Lisa slalu menjelaskan perkembangan baik tentangmu padanya. Begitu pula irene, Bahkan sampai saat masa jabatan mu selesai, mereka tidak pernah menggantikan posisimu dengan orang lain." Hyeri kembali angkat suara bercerita kepada rosie.

"Sekarang aku jadi terlihat sangat buruk" ucap rosie menyesali dirinya.

"Aku tidak berniat membuatmu jadi terlihat buruk. Tapi memang seperti itulah kenyataannya. Lisa slalu bercerita padaku dan kami selalu memikirkan cara-cara untuk menarik perhatian mu. Dia bersungguh-sungguh melakukannya"

"Kau tau? Semenjak kecelakaan itu, lisa sempat tak ingin kembali sekolah, Syukur paman dan bibi berhasil membujuknya. dia datang ke sekolah diantar oleh kedua orang tuamu sampai ke dalam kelas. Kau percaya itu? Sampai kedalam kelas!"

"Dia tampak murung setiap pagi dan juga terkadang matanya terlihat sembab. 
Sampai dimana satu pagi dia datang sendirian, memelukku dan menumpahkan segala perasaannya padaku"

"Selama aku berteman dengan lisa, aku tidak pernah melihatnya menangis seperti itu. Dia tidak punya tempat berkeluh-kesah, dia kehilangan zona nyamannya, dan rosie, dia sangat kehilanganmu"

"Dia juga bercerita bagaimana ayah dan ibumu terus memintanya untuk menjaga moodmu agar slalu baik. Awalnya dia senang karna mereka memberikannya amanah, lisa merasa sangat dipercaya saat itu. Tapi semakin kesini, amanah itu memberinya tekanan. Dia sangat tertekan saat dia harus mementingkan dirimu diatas dirinya sendiri"

rosie mendengar dengan cermat perkataan sahabatnya itu. Sangat sakit, tapi dia sadar itulah yang harusnya dia telan. Tanpa disadari, hyeri meraih tangan rosie yang terkulai lemas untuk digenggam. Mengelusnya halus, sangat halus. Menunduk melihat tangan itu yang dulu pernah dengan erat ada digenggaman tangannya.

"Dan aku ingin berterima kasih"  hyeri berpaling, menatap wajah sahabatnya yang sendu.

"Untuk siapa?" Tanya rosie heran menaikkan alisnya.

"Untuk mu" tangan hyeri yang masih bergenggaman pun menepuk sedikit tangan sahabatnya itu saat menjawab.

"Untuk ku? Atas apa?" Tanya rosie kembali.

"Karna kau mampu melawan ego mu sendiri. mampu menghancurkan benteng yang mati-matian kau cegah untuk runtuh. Pasti terasa sangat sulit untukmu bisa sampai ke titik ini. Kau luar biasa. Terima kasih karna kembali menjadi dirimu sendiri, rosie." Rosie merasa sangat haru dengan tuturan hyeri. Dia meraba wajah hyeri dan memeluk sahabatnya itu.

Pekanbaru, 25 Agustus 2021

Altschmerz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang