Hari-hari berlalu dan Rosie terus mengurung diri. dia mogok makan kembali saat setelah sang kakek dan nenek berpamitan dengan semua barang sudah rapi terkemas dikoper. Rosie pada saat itu memang tidak memperlihatkan reaksinya, namun Se ri dan jung hyuk cukup dibuat bertanya-tanya atas sikap sulung kesayangannya yang sudah mulai menghangat tiba-tiba harus dingin kembali.
Jung hyuk sepulang kerjamelangkah menuju kamar bernuansa pastel milik sulungnya. Didepan pintu kamar yang nyaris tertutup itu jung hyuk berdiri, memejamkan mata, melangitkan harapan-harapan sambil perlahan membuka kamar itu.
Sore yang diguyur hujan hari ini menjadi tontonan gadis blonde itu. tenang rasanya kembali melihat bagaimana air langit yang turun mulai membuat kubangan-kubangan ditanah, Melihat bagaimana tumbuhan-tumbuhan tunduk akan derasnya, melihat bagaimana kuyupnya rosie akan rindu yang kehilangan muaranya dalam berteduh.
Tidak tuli, rosie mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka. Tanpa menoleh, gadis blonde itu dapat mengenali siapa yang datang. Diliriknya jam yang ada dimeja nakas. Ya, 17.37 . waktu-waktu sang ayah pulang dari kantornya dan masuk dengan buah tangan.
Jung hyuk melangkah dan mendekat ke rosie yang duduk menghadap jendela. Ditatapnya pundak sang sulung yang turun, kemudian diletaknya tumpukan paper bag yang tak tersentuh lainnya dimeja belajar lisa.
berdiri kepala keluarga ini tepat dibelakang rosie, jatuhnya kecupnya dipucuk kepala gadis blonde itu. pria tegap ini kemudian berpindah ke hadapan putri sulung kesayangannya. Berlutut dengan hanya menekuk salah satu kakinya, meraih genggam tangan putih rosie yang lemah.
"ayah pulang sayang.." jung hyuk berucap. Membuka pembicaraan bersama anak sulungnya yang enggan berkata.
"Kenapa jendelanya dibiarkan terbuka, hm? Hujan nak.." tanya pria tegap itu. matanya sendu saat melihat bagaimana gadis itu terus mengabaikan kehadirannya. Sedih? Sudah pasti. Tapi jung hyuk sebagai ayah tidak ingin keras kepala. Rosie, sedang membutuhkan perhatian dan waktu yang banyak agar bisa kembali menjadi sulung kesayangan keluarga choi yang hilang.
Jung hyuk meratapi diamnya gadis blonde itu. menunduk cemas karna ini sudah kali berapanya gagal membujuk rosie yang terus ingin bergeming. Menegakkan kembali kepalanya, pria tegap ini kembali memandangi sang sulung. Mata gadis itu semakin cekung dan tampak lelah. Pipi yang tak lagi chubby sebab kehilangan banyak berat badan. Tubuh tingginya juga semakin ringkih, tulang-tulang dipunggung tangannya pun makin jelas terlihat.
Naik tatapnya ke mata kembali. dan berkata,
"makan ya, nak?" matanya berbinar mohon. Rosie masih tak acuh.
"apa tidak sakit, hm? Rosie belum ada makan sama sekali sayang.." ucap jung hyuk begitu hangat memberikan pengertian pada rosie. gadis blonde mendengar itu sedikit melembutkan pandangannya. Tak lagi terpaku dengan air hujan diluar jendela, kini matanya bergerak mencari titik pandang baru. Menghindar menatap sang ayah yang pasti akan melunakkan kerasnya.
"tak masalah banyak atau tidak. Ayah dan ibu akan sangat bersyukur dengan itu." sambungnya lagi. namun setelah beberapa saat kemudian pundaknya turun, lagi-lagi jung hyuk harus memperluas sabarnya.
"baiklah" ucapnya setelah menarik nafas panjang. Diciumnya tangan putih yang ada digenggamannya dan bangkit dari berlututnya.
"jika butuh sesuatu, tolong panggil ayah ya nak. tidak peduli jika itu hal yang kecil, ayah akan datang meski pagi buta sekalipun" ucap jung hyuk menutup bicara sendirinya. Melangkahkan kakinya lunglai keluar dari kamar bernuansa pastel itu.
Bersamaan dengan suara pintu yang menutup, rosie juga ikut menutup matanya. Setiap kali orang tuanya mencoba untuk membujuk, entah mengapa rosie merasa sangat sakit. Namun saat ia memilih untuk luluh, dia juga merasakan sakit. Apakah setelah kepergian lisa, dia harus terbiasa hidup tanpa adiknya itu?

KAMU SEDANG MEMBACA
Altschmerz
Fiksi Penggemar"Maaf karna belum bisa memaafkanmu" - Rosie "Aku percaya rosie ku masih ada didalam hatimu. Dia telah terkurung di celah terdalam dan tenggelam bersama ribuan ketakutanmu. Sekalipun ia berada dikepingan terkecil, aku akan menggapainya. Tidak akan ad...