Semenjak keberangkatan lisa kemarin, rosie kini lebih suka berada dikamar sang adik. Mereka banyak menghabiskan waktu dikamar loteng ini, Mungkin rosie akan seterusnya ada disana. Walau jujur rosie cukup sedih karna lisa tidak membalas pelukannya, tapi disatu sisi ia merasa tidak boleh angkuh. Dia tidak ingin menciptakan lagi jarak antaranya dan sang adik hanya karna keegoisannya.
Diranjang yang cukup lapang untuk digunakan sendiri ini, dia menenggelamkan diri dibawah selimut yang masih lekat dengan harum sang adik. Pandangan yang gelap meski tidak tengah terpejam, membuatnya mudah membayangkan hal-hal yang telah lalu maupun hal-hal yang diharapkan terjadi suatu hari nanti.
Beberapa waktu berlalu setelah pamitnya bambam dan hyeri, matanya masih tak mampu terpejam meski terasa begitu berat.
Sesuatu, telah datang bertamu.
Kemudian rosie terduduk, buah pikiran tengah berputar dikepalanya. Dan ya, gadis blonde ini memilih turun dari ranjang, membawa diri ke bawah.
Disinilah rosie sekarang. Menggenggam telfon dan meletakkannya kembali. begitu berulang kali. Langkahnya pun juga meragu. Dia tidak tau harus menekan angka berapa agar terhubung dengan sang adik disana. Ingin meminta tolong pada orang tuanya, tapi ia juga berpikir bahwa disana pasti sudah sangat larut.
Mengetahui lisa bisa tertidur saja sudah membuatnya cukup lega. Ketakutan dan sendirian adalah mimpi buruk disiang bolong. Rosie, kenal betul bagaimana rasanya.
Menghela nafas, rosie terpejam. Kali ini ia memilih untuk tidak memenangkan egonya. Meletakkan telfon itu kembali, gadis blonde ini melangkah gontai menuju kamar loteng sang adik. Meminta diri untuk bersabar menunggu hari esok.
*Kriiiiiing... kriiiiiing.... kriiiiing
Langkah gadis blonde ini terhenti, mendengar dering telfon membuatnya berbalik ke asal suara.
Dikamar yang remang, angin yang berhembus cukup kuat dan jendela yang tak tertutup membuat kain tirai tertiup terbang. Letak koper yang masih sama seperti saat pertama dia datang, sepatu yang berserak lepas, dan pakaian lengkap yang setia terpakai.
Dari tempatnya merebah diri, ntah berapa kali ia menangkap kilat-kilat dilangit malam ini. syukur itu tidak datang bersama gemuruh dan gunturnya. Helaan yang begitu hampa, pikiran yang sungguh ramai bertumpuk namun kesulitan memulai untuk menyelesaikannya. Perasaan yang tak berhasil menggapai damai, tenang yang ditunggu-tunggu pun tak kunjung sampai.
Tatap yang tetap dan tak berubah, gadis berponi ini terpaku. Melihat telepon yang berada dimeja rias itu cukup kuat mendorongnya bergerak. Terpejam, dengan sisa tenaga, akhirnya lisa bangkit bersama lesunya. Melangkahkan kaki menuju benda itu.
Meraih gagang telpon, mengangkatnya mendekati telinga. Kemudian Jari ringkih lisa mulai bergerak menekan angka-angka yang akan menyambungkannya ke rumah. Setelah menunggu sesaat, suara nada sambung pun terdengar. Tinggal menunggu seseorang yang sudi menjawab panggilannya dilarut malam ini.
"halo?" ucap gadis seberang sana. Lisa mendengarnya terkejut, gadis berponi ini awalnya begitu berharap bahwa rosie-lah yang menjawabnya.
"rosie.." lisa memanggil kakak kesayangannya lembut. sudut bibir gadis berponi ini tertarik menciptakan lengkungan manis, matanya yang menatap kekosongan pun meneduh.
"lisa!" ucap gadis blonde itu semangat. lisa dan dirinya begitu terikat, padahal rosie berniat untuk menelfonnya tadi.
"aku hanya ingin memberitahu. aku sudah sampai tadi pagi" lisa kemudian bergumam dan mengungkapkan tujuan awalnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Altschmerz
Fanfic"Maaf karna belum bisa memaafkanmu" - Rosie "Aku percaya rosie ku masih ada didalam hatimu. Dia telah terkurung di celah terdalam dan tenggelam bersama ribuan ketakutanmu. Sekalipun ia berada dikepingan terkecil, aku akan menggapainya. Tidak akan ad...