Reva Zefanya Abinaka.
Nama itu adalah milik adik perempuan Jevan yang kini tinggal bersamanya. Gadis cantik dengan mata coklatnya itu sudah memasuki usia yang ke delapan belas tahun.
Reva memiliki rambut hitam yang panjangnya sebahu. Dia memiliki hidung yang mancung juga pipi tembam yang membuat gadis itu terlihat cantik dan menggemaskan.
Sayangnya Reva memiliki kedua kaki yang tak bisa digerakkan.Iya, dia lumpuh.
Sudah sejak kecil. Meskipun berkali-kali melakukan terapi, tapi dokter bilang hal itu sudah mustahil untuk terjadi.
Reva tidak akan pernah bisa menapakkan kedua kakinya dan berjalan apalagi berlari seperti orang-orang yang selalu dilihatnya.
Bukan hanya itu saja Reva juga mengidap penyakit leukimia sejak usianya dua belas tahun hingga dia harus selalu pergi ke rumah sakit.
Dan hanya Jevan yang selalu pergi mengantarnya.
"Masih nangis?"
Pertanyaan itu membuat Reva menatap sang kakak yang kini menatapnya dengan penuh kekesalan.
"Berhenti nangisnya! Enggak ada yang perlu lo tangisin." Kata Jevan jengkel.
Bukan berhenti Reva malah semakin menangis, tapi tangisannya bukan sekedar karena hubungannya yang telah berakhir.
Tapi Reva juga menangisi kebodohannya yang selalu saja membuat Kakaknya susah.
"Mau nangis terus? Gue tinggal lo kalau nangis terus." Ancam Jevan yang sudah kelewat kesal.
Reva langsung memasang wajah cemberut yang membuat Jevan menghela nafasnya pelan. Kemudian dia mendekat dan mengusap kedua pipi adiknya yang basah karena air mata.
"Makanya nurut kalau dibilangin Kakaknya! Udah berapa kali Kakak bilang putusin, tapi enggak pernah mau, mampus kan sekarang sakit hati, kualat karena enggak mau dengerin omongan Kakaknya." Omel Jevan.
Tak ada tanggapan yang Reva berikan, dia hanya menatap sang kakak yang tengah menghapus jejak air mata di pipinya.
"Denger enggak? Awas sampe nangisin cowok itu lagi Kakak tinggal kamu seminggu." Kata Jevan.
"Ihh iya udah jangan ngomelin terus." Keluh Reva dengan mata yang kembali berkaca-kaca.
"Apa? Mau nangis lagi? Coba aja nangis lagi di depan Kakak." Kata Jevan.
"Adeknya sedih itu dihibur jangan dimarah." Rengek Reva yang malah kembali menangis.
"Kamu yang buat diri kamu sendiri sedih! Udah tau dari awal hubungan kalian toxic cuman kamu yang suka sama dia, masih aja dilanjutin, bego banget." Kata Jevan.
"Kak Jevannn"
"Hapus lagi air matanya, jelek banget kalo habis nangis hidungnya merah kayak babi." Kata Jevan dengan santainya.
"Kak Jevan nih apasihhh masa adek sendiri disamain kayak babi." Kata Reva tidak terima.
"Makanya jangan nangis!" Seru Jevan.
"YA ENGGAK USAH MARAH!" Balas Reva.
"Gimana enggak marah kalau cowok enggak tau diri itu udah buat lo nangis?! Awas aja sampai lo berhubungan lagi sama dia gue tinggal lo sebulan." Ancam Jevan.
"Yaudah maaf." Cicit Reva sambil memasang wajah cemberut.
Jevan menghela nafasnya pelan lalu mencubit juga menarik gemas pipi adiknya.
"Udah makan siang belum?" Tanya Jevan.
"Belum"
"Bego banget putus sama pacar aja enggak mau makan." Kata Jevan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEVAN
Romance"Jangan pergi Ra." Menyakiti Kinara adalah penyesalan terbesar dalam hidup Jevan. "Maaf, kita bisa mulai semuanya lagi dari awal." Tapi, kecewa tidak mudah disembuhkan. Luka yang Jevan torehkan terlalu besar dan begitu sulit untuk dilupakan.