Merasa canggung berada di tengah-tengah ayah dan anak itu membuat Kinara rasanya ingin kabur saja, apalagi keduanya sama sekali tidak berbicara dan hanya saling menatap itu pun dengan tatapan yang sangat tajam membuat Kinara merasa takut sendiri. Suasananya jadi semakin menyeramkan karena mereka juga ada di pemakaman, aneh sekali ayah dan anak itu berada di makam Reva bukannya saling berbicara malah saling menatap dengan tajam.
Menyeramkan sekali kan?
Kinara jadi takut belum lagi di tambah dua orang berpakaian serba hitam yang sejak tadi mendampingi pria paruh baya itu, menambah kesan menyeramkan saja. Beralih menatap nisan di hadapannya Kinara berdeham beberapa kali berharap bisa memutuskan kontak mata kedua orang itu, tapi ternyata salah mereka berdua masih saja terus bertatapan.
Astaga aneh sekali!
Lama sekali begitu hingga akhirnya pria paruh baya itu bersuara juga.
"Papa sedang di luar kota ketika dapat kabar." Katanya.
Jevan hanya bergumam pelan sebagai tanggapan.
"Biaya rumah sakit kemarin Papa sudah bayarkan semuanya." Katanya lagi.
"Ya saya tau." Kata Jevan.
Pria itu mengangguk lagi lalu melirik Kinara membuat jantung Kinara langsung berdegup kencang.
"Ini teman Reva?" Tanyanya.
"Iya, pacar Jevan juga." Kata Jevan membuat Kinara langsung menatapnya.
Papa kandung Jevan itu mengangguk faham.
"Kalau kamu berubah pikiran silahkan datang ke rumah Papa." Kata pria itu sambil menepuk pelan pundak Jevan.
"Enggak perlu saya lebih suka tinggal di apartemen." Kata Jevan.
Tidak ada tanggapan pria itu malah berdiri dan ingin pergi dari sana.
Hanya begitu?
Setelah Reva pergi hanya itu yang bisa dia lakukan?
Datang ke makamnya lalu menaruh bunga dan pergi tanpa ada sedikitpun air mata, benar-benar gila.
"Udah? Gitu aja?" Tanya Jevan sambil menatap pria paruh baya itu dengan tatapan yang sulit di artikan.
Pria itu melirik jam ditangannya dan mengatakan hal yang membuat Jevan tertawa sambil menundukkan kepalanya.
"Papa ada rapat, kamu bisa datang ke rumah kalau ingin." Katanya sebelum berlalu pergi begitu saja.
Kinara ikut menatap ke arah yang sama, dia melihat pria paruh baya itu pergi dengan dua orang pria yang mengikutinya.
"Bangsat"
"Jevan, nanti Reva denger dia marah." Kata Kinara sambil menyentuh lengan Jevan dan tersenyum ketika Jevan menatapnya.
Jevan menghela nafasnya pelan lalu menatap nisan adiknya dengan senyuman tipis yang menghiasi wajahnya.
"Liat enggak Reva barusan Papa dateng, lo pasti seneng ya?" Kata Jevan.
Kinara tak banyak bicara hingga Jevan kembali menatapnya dan mengajak dia untuk pulang.
"Gue mau ke rumah Teressa aja Jev enggak enak kalau di apart lo terus." Kata Kinara.
"Teressa tadi chat katanya jangan ke sana dulu." Kata Jevan.
"Tapi, gue...."
Jevan langsung memotong perkataan Kinara dan membuat wanita itu langsung terdiam seketika.
"Ada orang tua lo." Kata Jevan.
Dapat Jevan lihat raut wajah Kinara berubah, dia terlihat takut membuat Jevan langsung merangkulnya dengan sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEVAN
Romance"Jangan pergi Ra." Menyakiti Kinara adalah penyesalan terbesar dalam hidup Jevan. "Maaf, kita bisa mulai semuanya lagi dari awal." Tapi, kecewa tidak mudah disembuhkan. Luka yang Jevan torehkan terlalu besar dan begitu sulit untuk dilupakan.