Sudah satu minggu Reva perhatikan ada yang aneh dengan Kakaknya dia terlihat murung bahkan tidak lagi keluar hingga larut malam seperti biasanya dan malah mendekam di dalam kamar. Merasa penasaran kini Reva mendorong kursi rodanya ke kamar Jevan dan membuka pintu kamar tanpa mengetuknya terlebih dahulu, dia melihat Jevan yang tengah duduk sambil memangku sebuah gitar.
Masih belum sadar kehadiran adiknya Jevan masih sibuk memetik gitarnya dan Reva dapat melihat kamar Kakaknya yang sangat berantakan bahkan dia dapat melihat asbak yang penuh dengan abu rokok. Memanggil pelan nama Kakaknya kini Reva melihat Jevan yang mendongak dan menoleh ke belakang.
Luka juga lebam di wajah Jevan masih terlihat dengan jelas membuat Reva meringis pelan melihatnya.
"Kenapa Reva?" Tanya Jevan.
Jevan berdiri lalu meletakkan gitar miliknya dan berjalan menghampiri sang adik. Mendudukkan dirinya di tepian ranjang Jevan menatap Reva yang kini menatapnya.
"Kakak lagi ada masalah ya?" Tanya Reva.
Menggelengkan kepalanya pelan Jevan tersenyum tipis.
"Bohong banget, aku tau Kakak sama Kak Kinara putus kan?" Kata Reva.
"Gue sama dia enggak putus jangan sok tau." Kata Jevan ketus.
"Aku tau orang Kak Kinara sendiri yang bilang ke aku." Kata Reva sambil tersenyum.
Kali ini Jevan diam dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Aku mau ngomong serius sama Kakak." Kata Reva.
"Apa? Enggak usah aneh-aneh lo ngomongnya." Kata Jevan mengingatkan karena kebiasaan Reva kalau sudah bicara begitu pasti akan mengatakan hal yang aneh-aneh.
Reva mengangguk sebagai jawaban, tapi sebelum bicara dia minta pindah duduk di samping Jevan membuat Kakaknya itu menggendong tubuh kurusnya dan mendudukkannya di atas kasur.
"Mau ngomong apa?" Tanya Jevan.
"Kakak sini duduk samping aku." Kata Reva.
"Ribet." Keluh Jevan yang tetap saja menurut.
Reva tersenyum, dia meraih tangan Kakaknya dan menggenggamnya dengan sayang.
"Kakak kenapa jahat banget? Aku tau kenapa Kakak putus Kak Bryan yang ceritain." Kata Reva.
"Ember banget mulutnya Bryan." Gerutu Jevan.
"Kenapa Kakak sejahat itu? Kak Kinara itu baik dan tulus banget sama Kakak enggak seharusnya Kakak sia-siain gitu." Kata Reva.
Jevan tak memberikan tanggapan apapun untuk perkataan adiknya.
"Aku enggak tau bakal sesedih apa aku nanti kalau di akhir hidup aku Kakak masih aja begini, enggak pernah bisa menghargai orang lain." Kata Reva.
"Gue udah bilang jangan bilang yang aneh-aneh masih...."
"Aku sakit dari umur dua belas tahun ya? Udah enam tahun Kak, selama enam tahun itu aku konsumsi banyak obat terus kemoterapi ke rumah sakit dan Kakak tau semua itu enggak bikin aku sembuh." Kata Reva.
"Udahlah males gue dengerinnya kalo lo ngomong kayak gini." Kesal Jevan yang sudah ingin bangun, tapi langsung Reva tahan.
"Dengerin dulu Kak jangan sampai Kakak nyesel kalau aku udah beneran enggak ada." Kata Reva serius.
"Enggak usah bercanda deh Reva!" Seru Jevan dengan wajah memerah.
"Makanya Kakak dengerin aku! Sini duduk." Kesal Reva.
Kali ini Jevan mengalah, dia duduk, tapi enggan menatap adiknya.
"Capek tau Kak enam tahun sakit-sakitan kayak gini, tapi aku semangat demi Kak Jevan supaya Kak Jevan enggak sendirian." Kata Reva.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEVAN
Romance"Jangan pergi Ra." Menyakiti Kinara adalah penyesalan terbesar dalam hidup Jevan. "Maaf, kita bisa mulai semuanya lagi dari awal." Tapi, kecewa tidak mudah disembuhkan. Luka yang Jevan torehkan terlalu besar dan begitu sulit untuk dilupakan.