Gadis kecil berusaha lima tahun itu menatap ke sekeliling seolah tengah menunggu sesuatu. Tatapannya penuh harap ketika menatap ke arah pintu yang terbuka dengan lebar.
Sudah lima belas menit berlalu sejak ia diminta untuk meniup lilin di kue ulang tahunnya. Benar, anak itu berulang tahun yang ke lima hari ini dan dia tengah menunggu kehadiran dua kakaknya.
Ibunya bilang kedua kakaknya akan datang, tapi sampai mereka selesai menyanyikan lagu ulang tahun dua sosok itu tak kunjung muncul.
"Rani, sudah yuk tiup dulu lilinnya. Lihat tuh temannya pada nungguin," kata Rashi pada anaknya.
Rani mendongak dan menatap ibunya dengan sendu.
"Kakak mana? Nanti kalau tiup lilinnya sekarang Kakak enggak lihat aku dong? Aku mau suapin kakak kue ulang tahun," ujar anak itu sedih.
"Rani."
Rani terlihat sedih, tapi panggilan ayahnya dengan suara tegas dan penuh penekanan membuat anak itu akhirnya meniup lilin di kue ulang tahunnya.
Tak ada senyuman sedikitpun di wajahnya. Anak itu benar-benar berharap kedua kakaknya akan datang, tapi sepertinya kakaknya tidak akan datang.
Anak itu menunduk sambil menatap kedua kaki kecilnya. Dia tidak menikmati pesta ulang tahun yang tengah kedua orang tuanya selenggarakan untuknya.
"Mau sama Kakak."
Rani tau dia memiliki kakak, tapi dia tidak tau kenapa dia tidak tinggal bersama kedua kakaknya seperti teman-temannya yang lain.
Dia juga tidak tau kenapa Jevan selalu menatapnya dengan penuh kebencian.
"Kakak enggak jadi datang ya Ma?"
Rani tidak menanyakan semua kadonya, tapi dia menanyakan kehadiran kedua kakaknya yang begitu dia harapkan.
Anak itu ingin mendapatkan ucapan selamat ulang tahun juga pelukan serta ciuman dari kedua kakaknya.
"Mungkin Kakak lagi sibuk sayang. Sekarang rayakan dulu sama Mama Papa dan teman-teman ya? Sama Kakaknya nanti kalau Kakak sudah datang."
Rashi berusaha membujuk anaknya yang terlihat cemberut dan sedih karena kakaknya tidak datang.
"Kalau Kakak enggak datang gimana Ma?"
Dan Rashi tan memberikan tanggapan apapun karena dia tau bahwa Jevan ataupun Reva tidak akan datang.
Reva mungkin ingin datang, tapi Jevan pasti tidak akan mengizinkan.
••••
Jevan menatap adik perempuannya yang terlihat sibuk memasukkan hadiah ke dalam kotak berwarna merah muda.
"Gue mau ke rumah Bryan."
Satu kalimat yang Jevan ucapkan itu membuat Reva menatapnya dengan senyum yang memudar.
"Kakkk kita kan mau ke rumah Mama," kata Reva.
"Enggak bisa, gue udah ada janji sama Bryan," ucap Jevan bohong.
"Kak Jevan..."
"Gue juga enggak pernah setuju untuk datang ke sana kan? Lo mau ngapain sih Reva? Mau ucapin selamat ulang tahun ke anak yang udah buat Mama buang lo ke panti asuhan, iya?" tanya Jevan yang membuat wajah Reva berubah sendu.
Tidak, dia tidak marah karena ibunya pernah menaruhnya di panti asuhan, tapi Reva marah karena Jevan menaruh kebencian pada anak yang sama sekali tidak salah.
"Rani enggak tau apa-apa Kak Jevan. Kasihan dia Kak kata Mama dia mau kita datang...."
"Dan lo pikir gue bakal peduli?" tanya Jevan.
"Kak Jevann."
Reva menatapnya dengan penuh permohonan, tapi Jevan benar-benar tidak luluh dengan itu.
"Gue enggak sudi untuk datang dan merayakan ulang tahun anak itu," kata Jevan.
"Kak.."
"Gue enggak akan datang dan lo juga sama." Jevan menekankan hal itu pada Reva yang membuatnya semakin terlihat sedih.
"Kak Jevan, please," pinta Reva.
"Sekali enggak tetap enggak," tolak pria itu tanpa mau dibantah sama sekali.
Reva langsung diam sambil menatap kakaknya yang ia tau tidak akan luluh untuk hal yang satu ini.
"Kalau kita enggak bisa datang... Kakak bisa kan kasih hadiah ini ke Rani? Kakak enggak usah masuk ke rumah bisa Kakak titipkan ke Pak Maman di depan," pinta Reva lagi.
Kini giliran Jevan yang menatap adiknya. Dia melihat Reva yang menatapnya dengan penuh permohonan.
Pada akhirnya Jevan memberikan anggukan sebagai jawaban. Kemudian dia memperhatikan Reva yang tersenyum dan menyiapkan hadiah yang akan dia berikan untuk adiknya.
Setelah siap dia memberikannya kepada Jevan yang langsung pria itu terima tanpa senyuman di wajahnya.
Apa dia akan memberikan hadiah itu?
Tentu saja tidak.
Jevan mungkin akan membuangnya di depan sana dan kalau Reva menanyakan dia akan bilang kalau dia sudah memberikan hadiahnya.
Mudah kan?
••••
"Mama ada Kakak Jevan."
Raut wajah Rani berubah sumringah ketika ia pergi bersama dengan ibunya ke pusat perbelanjaan dan bertemu dengan Jevan bersama seorang wanita di sana. Senyum anak itu terbentuk dengan begitu sempurna sambil menunjuk ke arah Jevan.
Melihat itu Rashi ikut menatap ke arah yang sama dan belum sempat dia memberikan tanggapan anak itu sudah berseru memanggil Jevan.
"KAKAK JEVAN!"
Dengan penuh semangat Rani melepaskan tangan ibunya dan berlari menghampiri Jevan hingga membuat pria itu terkejut. Beberapa mata memandang ke arah mereka dan ketika Rani berada di dekatnya Jevan refleks menjauh.
Wajah pria itu menggambarkan ketidaksukaannya pada kehadiran Rani. Namun, berbeda sekali dengan Rani yang tersenyum lebar padanya.
"Siapa Jev?"
Wanita di samping Jevan itu bertanya sambil memeluk lengannya dan menatap Rani yang kini menatap mereka berdua.
Tepat saat Rashi mendekat Jevan memberikan jawaban yang membuat wanita paruh baya itu terdiam di tempatnya.
"Enggak tau, gue enggak kenal, salah orang mungkin," kata Jevan asal.
Rashi segera mendekati Rani dan menarik anak itu ke arahnya hingga membuat dia cemberut bukan main.
"Mama itu ada Kakak Jevan! Kemarin Kakak Jevan kenapa enggak datang? Aku ulang tahun kan aku sudah minta Kakak Jevan sama Kakak Reva untuk datang...."
"Ayo Nin."
Tanpa menanggapi atau menunggu anak itu selesai bicara Jevan mengajak pergi Anindya dan meninggalkan Rani.
"Kakak Jevan.."
"Rani."
Rashi langsung menahan anaknya yang ingin menghampiri Jevan kembali. Dia membuat anak itu menatapnya dengan sedih dan kesal.
"Mama, kenapa Kakak enggak suka kalau ada aku?"
••••
Hmm gimana yahh aku kok senang buat cerita ini😞
Huhu padahal masih ada cerita on going, tapi otak aku lagi lancar banget halu yang ini😭😭😭
Lagi mau sedih sedih ish😭
KAMU SEDANG MEMBACA
JEVAN
Romance"Jangan pergi Ra." Menyakiti Kinara adalah penyesalan terbesar dalam hidup Jevan. "Maaf, kita bisa mulai semuanya lagi dari awal." Tapi, kecewa tidak mudah disembuhkan. Luka yang Jevan torehkan terlalu besar dan begitu sulit untuk dilupakan.