14

19.8K 1.4K 141
                                    

Hidup Jevan penuh dengan dendam, dia tidak pernah bisa menerima ketika ada seseorang yang menyakiti orang-orang terdekatnya. Dia tidak pernah bisa menerima maaf dan dia sendiri paling anti mengatakan maaf kepada orang lain.

Bukan hanya kali ini saja Jevan membuang semua pemberian Mama-nya, tapi sudah sering Jevan melakukannya. Setiap kali ada paket atas nama Rashi dia tidak akan sudi membukanya dan langsung membuang semua itu ke kotak sampah.

Semua yang Jevan lakukan itu sama sekali tanpa rasa bersalah atau menyesal. Kecuali ketika Jevan tanpa sengaja bertatapan dengan mata penuh kepolosan milik adik tirinya.

Mata yang membuat Jevan merasa bersalah. Gadis kecil itu hanya sendirian karena kedua Kakaknya ada di sini, tapi hanya Reva yang peduli pada Rani kalau Jevan tidak.

Bukan peduli Jevan malah sering kali mengabaikan gadis kecil itu. Dia merasa bahwa Rani pantas mendapatkannya.

Kalau anak itu tidak lahir tidak mungkin Mamanya membiarkan Reva di panti asuhan.

Sejak Jevan memilih tinggal sendiri bersama dengan Reva maka sejak saat itu juga dia enggan berkomunikasi dengan orang tuanya. Komunikasi mereka hanya sebatas uang bulanan yang selalu wanita itu kirimkan padanya dan setiap kali Rashi meminta untuk bertemu Jevan akan langsung menolaknya.

Tidak akan pernah Jevan ingin menemuinya lagi.

Dia tidak akan pernah ingin bertemu dengan orang yang dengan teganya meninggalkan Reva di panti asuhan ketika adiknya itu sakit dan lumpuh hanya untuk menuruti keinginan suami barunya.

'Kita masih bisa lihat Reva terus Jevan, kamu jangan khawatir Papa akan menjamin semua biaya pengobatan Reva dan membayar semua keperluannya di sana'

Jevan tidak akan pernah lupa wajah bingung adiknya itu ketika dia bersama Rashi pergi dan meninggalkannya di panti asuhan. Semua masih dapat Jevan ingat dengan sangat jelas termasuk alasan yang Rashi berikan ketika Jevan bertanya kenapa mereka meninggalkan Reva di sana.

'Mama sedang hamil, kamu akan segera punya adik dan Mama enggak mungkin bisa menjaga Reva'

Persetan dengan itu semua, tapi Reva tetap anaknya dan tidak seharusnya wanita itu meninggalkan Reva di panti asuhan hanya karena alasan tak masuk akal. Suami Mama-nya itu seorang pengusaha, kenapa tidak mencari Pengasuh untuk menjaga Reva?

Kenapa malah meninggalkan anak berusia dua belas tahun itu di panti asuhan?

Jevan juga masih mengingat dengan jelas perkataan Papa tirinya yang tanpa sengaja dia dengar.

'Kita akan punya anak, jadi kita enggak butuh anak itu dia hanya akan buat susah dengan penyakitnya belum lagi dia lumpuh, cukup Jevan dan anak yang kamu kandung, biar anak itu di panti asuhan aku akan membayar setiap bulan ke sana'

Sialan, seandainya saat itu Jevan sudah cukup besar mungkin Papa tirinya itu akan babak belur di tangannya dan berakhir ke rumah sakit.

Menatap kosong keluar jendela kamarnya Jevan kembali menyesap rokok yang ada dalam genggamannya. Dia sudah hampir habis satu bungkus, Jevan memang begitu kalau sudah kalut.

'Aku kangen Kak Jevan'

Suara itu kembali terngiang di telinga Jevan, dia masih sangat ingat wajah senang Reva ketika dia menemuinya sepulang sekolah.

'Aku enggak suka disini Kak, mereka semua jahat kemarin aku jatuh karena di dorong dari kursi roda'

Mengingatnya saja sudah membuat rasa benci Jevan pada orang tuanya semakin besar. Omong kosong kalau semua orang tua punya cara sendiri untuk menunjukkan kasih sayang kepada anak-anaknya.

JEVAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang