Here With You

2.4K 224 126
                                    


Aroma bunga kopi semerbak memenuhi perkebunan dan pemukiman di dekatnya. Dedaunan terlihat basah akibat dari kabut yang semalaman menghilangkan eksistensi desa kecil di sebuah lereng pegunungan. Menjelang pagi aroma bunga kopi tercium semakin kuat berpadu dengan aroma kayu bakar dari rumah-rumah warga yang mulai beraktivitas.

Felix bangun dari tidurnya ketika mendengar suara spatula beradu dengan wajan dari arah dapur rumahnya. Pawon, begitu orang Jawa menyebutnya. Sebuah tungku untuk memasak dengan menggunakan bahan bakar kayu. Para penduduk di desa Felix masih mempertahankan pawon meski mereka memiliki kompor gas juga. Selain karena aroma masakan menjadi lebih sedap, pawon juga berguna untuk menghangatkan diri ketika cuaca pagi terasa menusuk kulit.

Felix keluar dari kamarnya dengan mata yang masih setengah terpejam dan kakinya melangkah menuju dapur untuk duduk di sebuah kursi kayu yang diletakkan di dekat tungku api. Rasanya hangat dan membuatnya ingin kembali tidur jika saja ia tak memiliki kewajiban membantu ibunya memanen cabai di kebun belakang rumahnya.

"Jangan tidur lagi, sana cuci muka dan gosok gigi. Setelah itu antarkan cabai pesanan ibu Changbin ke rumahnya," ucap ibu Felix sembari sibuk dengan masakan di depannya.

Mendengar nama sahabatnya disebut, Felix segera membuka mata kemudian menuruti ibunya masuk ke kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi. Di desa Felix belum ada air pam jadi para penduduk desa masih menggunakan sumur ataupun pompa air yang dipasang masing-masing rumah tangga. Di rumah Felix sendiri masih bertahan dengan sumur sehingga pemuda manis itu harus menimba lebih dulu untuk mendapatkan air bersih. Tidak apa-apa, itu adalah caranya berolahraga tiap harinya.

"AAAAAAA!"

Felix berteriak heboh dari dalam kamar mandi ketika air dingin yang terasa seperti air es menyapu kulitnya dengan begitu jahat. Felix sudah hidup belasan tahun di desa, tapi tetap saja ia tidak tahan dengan dinginnya air disana.

Ibu Felix masih tenang di dapur memasak makanan untuk keluarganya. Wanita yang terlihat anggun dan cantik meski tanpa polesan riasan itu sudah terbiasa mendengar putra bungsunya berteriak heboh setiap paginya.










"Permisi!"

Felix bicara agak keras di ambang pintu rumah Changbin yang terbuka. Beberapa saat kemudian seorang laki-laki dengan kaos putih dan sarung bermotif kotak-kotak keluar dari dalam rumah dengan senyum ramahnya yang mengembang melihat Felix datang.

"Wah Felix pagi-pagi sudah rajin sampai sini. Changbin belum bangun tuh, tolong bangunkan ya?" Ucap lelaki itu yang merupakan ayah dari Changbin.

"Ini pesanan cabainya pak, kata ibu tidak usah bayar, bonus karena kemarin sudah borong terong," ucap Felix yang kemudian meringis lucu membuat ayah Changbin ikut tersenyum.

"Makasih loh. Kemarin kami baru panen labu siam, nanti Felix bawa ya untuk dimasak di rumah," ucap ayah Changbin yang diangguki oleh Felix.

"Ya sudah sana ke kamar Changbin, kalau masih susah bangun siram saja dengan air."

Felix tertawa geli namun pemuda manis itu mengangguk setuju sebelum kemudian permisi masuk menuju kamar Changbin yang letaknya dekat dengan pintu belakang. Felix membuka pintunya dengan pelan dan Changbin terlihat masih memejamkan mata dengan selimut yang membungkus tubuhnya hingga sebatas leher.

Felix tau dirinya diberi perintah untuk membangunkan Changbin, tapi melihat sahabatnya tidur dengan pulas membuatnya ikut mengantuk juga. Felix mendekat ke ranjang kemudian dengan santainya masuk ke dalam selimut dan ikut serta memejamkan mata hingga tertidur disana.










Changbin dan Felix mengikuti sanggar tari yang sama. Felix adalah seseorang yang sejak awal sangat bersemangat ikut serta menjadi bagian dari sanggar tari di desanya. Selain karena ia menyukai tari tradisional, pemuda dengan paras manis itu juga sangat tertarik untuk mengetahui lebih jauh soal riasan wajah. Lain halnya dengan Changbin, pemuda itu juga memiliki jiwa seni yang tinggi, namun ia hanya menjadikan tari sebagai selingan kegiatan karena kegiatan favoritnya ada pada lukisan. Jika sudah menghadap kanvas, pemuda itu akan menghabiskan waktu berjam-jam bahkan sampai lupa makan. Mereka berdua merupakan sepasang sahabat yang memiliki sensitifitas tersendiri dengan dunia seni sehingga mereka sangat suka bertukar pikiran tentang hal-hal yang tak nyata namun menarik untuk diterka.

Three Words 5 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang