Kanigara: Who Are You?

919 206 38
                                    

Warn! Blood
Bukan cerita horror karena authornya penakut.







Changbin bangun ketika mendengar suara berisik dari luar rumah. Pemuda itu meregangkan tubuh sebelum kemudian turun dari ranjang dan pergi ke depan rumah untuk mencari tau sumber keributan. Di teras ada Jisung dan kakeknya yang sedang bekerja sama mengganti genteng yang pecah.

"Butuh bantuan tidak?" Tanya Changbin sembari mengucek matanya.

"Tidak perlu, bukannya memperbaiki yang ada malah pecah semua genteng ini," ucap Jisung yang berada di atas genteng.

"Kau meremahkanku?"

Jisung tak menjawab membuat Changbin mendengus dan akhirnya memilih memperhatikan dari bawah. Udara pagi itu terasa sejuk membuat Changbin begitu lega tiap kali menghirup nafas. Udara bersih yang tak akan bisa ia dapatkan di kota jadi ia akan memanfaatkan waktu liburnya dengan menikmati setiap oksigen yang ia hirup.

"Jisung."

"Hm."

"Setelah ini ceritakan soal Kanigara ya," ucap Changbin membuat kakeknya yang sedang menuruni tangga menatap ke arahnya.

"Tau Kanigara dari mana?" Tanya kakek Hans.

"Tidak sengaja mendengar dari bapak-bapak yang sedang ronda."

Kakek Hans turun kemudian lelaki itu mendekati Changbin yang masih diam di tempatnya.

"Jangan terlalu ingin tau, kakek tidak mau terjadi sesuatu yang buruk padamu," ucap kakek Hans mewanti-wanti.

"Hanya ingin tau saja kok," jawab Changbin.

"Anak kota memang suka begitu kek, biar saja dia dimakan Kanigara," sahut Jisung yang juga turun setelah selesai membetulkan genteng.

"Hush jangan bicara begitu, tidak baik," ucap nenek yang keluar membawa sepiring makanan.

Changbin tergiur dengan makanan yang disajikan sehingga pemuda itu bergegas masuk untuk cuci muka dan gosok gigi. Masalah mandi sih nanti siang, dia tidak kuat jika harus mandi pagi. Airnya terlalu dingin untuknya.

"Felix mau kemana?"

Mendengar suara neneknya yang memanggil Felix membuat Changbin segera putar arah. Tak jadi ke kamar mandi karena ia juga ingin bertegur sapa dengan pemuda manis itu. Di depan rumah ada Felix, membawa sebuah celurit yang digantung di pinggangnya. Parasnya yang berhasil menarik perhatian Changbin makin terlihat menawan di pagi hari yang cerah begini.

"Mau ke kebun mencari rumput untuk ternak," ucap Felix dengan nada ramah.

"Wah rajinnya, mampir dulu sini menyantap beberapa makanan. Sudah lama kan Felix tidak main disini?"

Felix tersenyum kemudian pemuda manis itu menggeleng ringan pada nenek Changbin.

"Masih kenyang nek, tadi sudah sarapan di rumah."

"Masakan ibu Felix lebih enak ya makanya Felix menolak makanan buatan nenek?"

"Bukan begitu nek, masakan nenek juga enak kok," jawab Felix dengan cepat karena merasa tak enak.

Changbin terus memperhatikan. Tiap gerakan yang Felix buat terlihat begitu menyenangkan karena pemuda manis itu begitu sopan. Hal yang jarang Changbin temui di lingkungan rumahnya, mungkin karena itu ia jadi tertarik pada Felix.

Nenek Changbin meraih dua buah kue yang dibungkus daun kemudian wanita itu memberikannya pada Felix yang hanya bisa tersenyum sopan.

"Untuk bekal, hati-hati ya nak," ucap nenek Changbin dengan senyum keibuan.

Three Words 5 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang