The Best Star II

1.6K 287 141
                                    


Apa uang bisa memberimu kebahagiaan? Mungkin iya, tapi akan selalu ada hal yang harus kau korbankan demi mendapatkan uang. Entah itu pikiranmu, tenagamu, atau mungkin harga dirimu.

Changbin menatap ponselnya yang menampilkan poster film terbarunya. Sebuah ulasan singkat mengenai tingkat ketenaran dan juga seberapa banyak film itu ditonton menjadi perhatian dalam ulasan tersebut. Pemuda itu hanya membacanya sekilas sebelum kemudian mematikan ponselnya dan membaringkan dirinya di tengah ranjang. Beberapa saat pemuda itu hanya diam menatap langit-langit kemudian ia bangun dan pergi menuju dapur apartemennya.

Suara detak jam terdengar jelas di apartemen itu. Beberapa lampu telah dimatikan dan hanya menyisakan lampu kecil di beberapa sudut untuk menerangi apartemennya. Jam menunjukkan tengah malam lewat namun seperti biasa pemuda itu tak bisa tidur dengan mudah. Kakinya melangkah menuju dapur untuk mengambil air dingin di kulkas. Seakan sudah menjadi kebiasan, tangannya dengan santai meraih sebuah tabung kecil di kabinet dan mengambil beberapa pil di dalamnya sebelum kemudian meneguknya dengan air yang telah diambilnya.

Changbin kembali masuk ke kamar dan pemuda itu berbaring di tengah ranjang sembari menunggu obat tidurnya bereaksi. Beberapa menit berlalu matanya masih tetap terbuka dan tak ada rasa kantuk yang ia rasakan meski ia sudah meminum obatnya melebihi dosis yang seharusnya. Pemuda itu masih diam hingga tangannya bergerak meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang.

"Tidak bisa tidur lagi?"

Suara di sebrang sana menyapa gendang telinga Changbin dan pemuda itu mulai memejamkan mata berusaha untuk membuat dirinya mengantuk.

"Hm," gumam Changbin menanggapi.

"Haruskah aku pergi kesana?"

"Felix," panggil Changbin memanggil nama seseorang yang tengah dihubunginya.

"Apa?"

"Aku ingin berhenti," ucap Changbin membuat Felix di sebrang sana diam untuk beberapa saat.

"Tunggu sebentar aku akan segera kesana," ucap Felix yang kemudian memutus panggilan telepon mereka.

Changbin membuka matanya kemudian pemuda itu keluar dari kamar untuk menunggu Felix datang. Pemuda itu tak duduk di sofa ruang tengahnya melainkan berdiri di depan pintu masuk agar ia bisa segera membuka pintu ketika Felix sampai disana.

Hanya butuh waktu 15 menit dan suara bel apartemen Changbin berbunyi membuat pemuda itu bergegas membuka pintunya. Kehangatan langsung ia rasakan ketika Felix memberikan pelukan tanpa mengucapkan apa-apa. Tangannya bergerak pelan hingga melingkar dengan nyaman di pinggang Felix dan menariknya semakin menempel padanya.

"Biar aku buatkan cokelat panas ya?" Tanya Felix setelah beberapa saat keduanya berada dalam keheningan.

"Tidak perlu, aku hanya ingin memelukmu," ucap Changbin masih bertahan pada posisinya.

"Sepertinya insomniamu semakin parah," ucap Felix yang kemudian melepas rengkuhannya di leher Changbin dengan tangan pemuda itu yang masih melingkar di pinggangnya.

"Butuh bantuan?" Tanya Felix sembari menangkup pipi Changbin yang kini menatapnya dengan dalam.

Changbin mengangguk dan pemuda itu perlahan mempersempit jarak diantara mereka hingga kini bibir keduanya bertemu menghantarkan rasa tenang di hatinya. Felix memejamkan mata dan pemuda manis itu mengikuti pergerakan bibir Changbin tanpa terburu-buru. Untuk beberapa saat keduanya masih berada di dekat pintu masuk hingga Felix lebih dulu melepas tautan bibirnya dan menatap lembut ke arah Changbin yang terlihat begitu lelah.

"Sudah merasa lebih baik?" Tanya Felix dengan ibu jarinya yang bergerak mengusap pelan pipi Changbin.

"Belum," jawab Changbin yang kemudian menggendong tubuh Felix dan membawanya masuk ke dalam kamarnya.

Three Words 5 [ChangLix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang