🥀30. Bertemu Hilman🥀

4.1K 185 12
                                    

Adam menunda kepulangannya ke Bandung sampai beberapa hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Adam menunda kepulangannya ke Bandung sampai beberapa hari. Mengingat kondisi lelaki itu yang belum terlalu baik. Lebam di wajahnya hanya memudar namun masih terlihat biru.

Menghentikan mobilnya di basement rumah sakit. Adam menghela napas panjang. Sebenarnya ia sangat malas untuk datang kesini. Mengingat kejadian dua malam lalu.

Tiba-tiba handphone yang Adam simpan di saku celana bergetar. Lagi-lagi ia menarik napas panjang. Adam langsung menggeser panel hijau membuat suara gadis cantik itu terdengar.

"Halo," sapa Adam.

"Aku mau kita ketemu, bisa?" Tanya gadis itu langsung. Nada suaranya terdengar lesu.

Adam menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Entah untuk keberapa kalinya ia kembali berbohong pada Sheilla. Karena saking seringnya Adam berbohong ia sendiri sampai tidak ingat.

"Maaf Sheil, aku belum bisa,"

"Besok, bisa?"

"Lihat jadwalku dulu ya,"

"Lusa?"

"Aku belum bisa janji Sheil,"
Sheilla terdengar menghembuskan napas panjang berkali-kali. Menahan suaranya agar tidak bergetar. Namun tanpa aba-aba gadis itu langsung mematikan sambungan telepon.

Entahlah, rasanya sangat berat untuk Adam melepaskan Sheilla. Ia masih mencintai gadis manis itu. Terlalu banyak kenangan yang telah mereka habiskan bersama.

Harusnya Adam memilih, Annandhita atau Sheilla. Ia tak akan bisa memiliki keduanya.

Satu tinjuan ia layangkan pada kemudi mobil. Lalu mengurut keningnya sebentar sebelum keluar. Adam memakai kupluk hoodienya hingga menutupi kepala.

Lelaki dengan postur jangkung itu berjalan tenang ke sebuah ruang perawatan. Adam harus bisa mengendalikan emosi ketika melihat wajah bocah brengsek yang hampir melecehkan istrinya itu. Jangan sampai ia membuat keributan.

Setelah tiga kali ketukan pintu, akhirnya Adam dipersilakan masuk oleh ibu-ibu berperawakan mungil. Adam tebak beliau ibu dari si brengsek Hilman.

Adam lantas mencium punggung tangannya sebagai tanda hormat.

"Temennya Hilman ya, Mas?" Tanya ibu itu dengan gestur wajah ramah.

Sebisa mungkin Adam melengkungkan bibir walau tipis. "Iya, Bu,"

"Oh, yasudah masuk, Mas."

Adam masuk dan langsung dipersilakan duduk di sofa ruangan. Bisa Adam pastikan kalau lelaki itu berasal dari keluarga terpandang. Ruangannya bahkan dilengkapi AC dan satu televisi yang sedang menyala.

"Mas, ibu ke mushola dulu ya, belum sholat. Nanti kalau Hilman tanya, tolong bilangin," Setelahnya ibu-ibu itu langsung menghilang. Adam menghela napas lega. Setidaknya ia tak perlu berpura-pura baik lebih lama.

Pak Dosen [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang