Adam mengemudikan mobilnya di atas batas normal. Mengingat hari sudah hampir pagi dan jalanan kota yang sangat lenggang. Tidak seperti biasanya, kali ini hanya membutuhkan waktu seperempat jam untuk Adam tiba di rumah sakit.
Lelaki itu langsung berjalan cepat ke ruangan Sheilla yang berada di lantai tiga. Jantungnya berdegup sangat kencang. Mendapat kabar bahwa Sheilla sudah sadar membuatnya sedikit bernapas lega.
Bangunan ber-cat serba putih itu tampak sepi. Hanya ada beberapa perawat dan dokter yang terlihat rawa-riwi. Adam membelokkan langkahnya sebelum pergi ke ruang inap Sheilla. Berniat ke toilet untuk mencuci wajahnya supaya terlihat lebih segar.
Memijit pangkal hidungnya dengan pelan lalu menggeleng beberapa kali. Kepala Adam terasa sangat berat. Menyalakan kran lalu membasuh wajahnya dengan air dingin.
Dosen minim ekspresi itu menghembuskan napas panjang. Menyiapkan dirinya untuk kembali bersandiwara.
Benar kata Anna, Adam egois. Rasanya sangat tidak pantas lelaki yang sudah beristri menjenguk perempuan lain di pagi buta seperti ini. Apalagi sampai tega meninggalkan istrinya di rumah seorang diri.
Adam tahu maksud Anna mempersilakannya untuk pergi. Dibalik kata manisnya tertancap sebuah duri. Anna menginginkannya untuk tetap tinggal, namun lelaki itu justru pergi. Entah hilang dimana predikat otak cerdas yang dimilikinya. Seolah ia menjadi lelaki paling brengsek di muka bumi.
Adam menegakkan punggungnya lalu mengetuk pintu. Melangkah masuk ke ruangan kekasihnya. Retina tajam lelaki itu mengedar ke penjuru ruangan. Ada Pak Seto dan Bimo yang duduk di sofa sudut dengan mata yang masing-masing sudah terpejam.
"Adam? Masuk, sini," Bu Anis, ibu Sheilla langsung menginstruksi agar Adam tidak berdiam diri di depan pintu. Persis seperti manekin yang dipajang dalam toko. Siap menyambut setiap pelanggan yang datang.
Adam masuk dan langsung menyabut uluran tangan wanita itu. Wajahnya terlihat sangat cerah.
"Dikabarin siapa? Kok cepet banget,"
"Bimo Bu, WhatsApp saya katanya Sheilla baru sadar. "
"Iya, Alhamdulillah nak, Sheilla sudah sadar. Tadi sekitaran jam sebelas. Sini, duduk. Sheilla-"
"A-Dam,"
Adam tertegun. Memandang Sheilla yang sudah membuka mata. Memaksakan bibirnya untuk melengkung. Sayup-sayup mata gadis itu terbuka lalu tertutup.
Adam balas tersenyum lalu mendekati bankar pesakitan. Mengelus kepala kekasihnya dengan pelan. "Masih sakit, hm?"
Sheilla menggeleng. Manik matanya menyorot dengan sayu. Tangan Sheilla bergerak pelan, menurunkan tangan Adam yang bertengger di atas kepalanya. Gadis itu masih berusaha tersenyum, bibirnya melengkung dengan cantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Dosen [ SELESAI ]
De Todo"Saya nggak mau tidur sama Bapak." "Saya bukan Bapak kamu." "Tapi Bapak udah tua, om-om. Saya nggak mau tidur sama om-om." "Yasudah silahkan tidur di bawah, saya tidak memaksa." Kehidupan tenang Adam harus terusik karena kedatangan gadis yang sama s...