"Berangkat."
"Nggak usah."
"Mau sampai kapan aku sembunyi gini? Mereka semua juga udah tahu. Pokoknya aku mau berangkat, titik."
"Saya bilang jangan, Annandhita."
"Oke, kalau ini bukan ujian aku nurut, tapi masalahnya aku lagi ujian, Umma sama Baba pasti kecewa kalau nilaiku rendah,"
"Nilai nggak penting sekarang, kamu mau kejadian itu terulang lagi?"
"Astaghfirullah Mas, kekhawatiran kamu nggak berdasar. Aku bisa jaga diri, mereka nggak mungkin seberani itu lagi,"
"Kamu tahu dari mana? Saya cuma nggak pengen kamu kenapa-napa,"
"Aku janji nggak bakal kenapa-napa."
"Bayi? Kamu bisa mastiin dia bakal baik-baik saja, sama kaya yang kamu bilang?"
Degh
Anna langsung terdiam. Otaknya kembali berputar akan ingatan beberapa hari lalu. Saat Adam mengajaknya periksa kandungan. Dokter bilang kandungannya sangat lemah dan rentan keguguran. Mengingat usia dan beban pikiran yang selalu perempuan itu simpan.
Ikhlas? Entahlah, Anna tidak bisa meyakinkan diri kalau keikhlasan sudah merangkul hatinya. Masih ada sedikit rasa tidak rela yang membuat Anna kadang menangis diam-diam. Masa mudanya terenggut dengan tidak mengenakkan.
"Umma sama Baba pasti ngerti Ann," kata Adam melunak. Mengelus pundak perempuannya dengan lembut.
Namun istrinya yang keras kepala itu kembali menggeleng. "Tapi mereka kecewa sama aku,"
"Ann, kesehatan kamu sama bayi itu nomor satu."
"Tapi mereka kecewa Mas sama aku. Anak bungsu yang menjadi harapan terakhir orang tuanya malah tidak punya masa depan. Umma sama Baba pengen aku sarjana, mempunyai pekerjaan yang mapan, bukan gini,"
Adam mengusap wajahnya dengan kasar. Sungguh demi apapun ia tak mengerti dengan jalan pikiran Annandhita. Kemana perginya rasa kasihan perempuan itu pada calon anaknya? Sampai-sampai rela mempertaruhkannya demi sebuah nilai.
"Kalau nilaimu rendah semester ini, masih bisa dikejar semester depan. Tapi bayi? Kamu mau gimana kalau dia benar-benar nggak ada? Nggak inget kata dokter kemaren gimana?" Lagi-lagi Adam menahan suaranya untuk tetap rendah. Mengahadapi perempuan keras kepala seperti Anna tidak bisa dengan suara keras. Dia akan lebih memberontak.
"Aku janji nggak akan ada apa-apa sama dia,"
"Satu minggu lagi, nanti saya yang konfirmasi sama dosennya,"
"Hari ini."
"Lusa."
"Nggak bisa."
"Besok, titik, nggak pake koma. Kamu boleh berangkat besok pagi, bareng saya. Asal kamu bener-bener bisa jaga diri, kalau ada yang ngapa-ngapain kamu lagi, bilang sama saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Dosen [ SELESAI ]
Random"Saya nggak mau tidur sama Bapak." "Saya bukan Bapak kamu." "Tapi Bapak udah tua, om-om. Saya nggak mau tidur sama om-om." "Yasudah silahkan tidur di bawah, saya tidak memaksa." Kehidupan tenang Adam harus terusik karena kedatangan gadis yang sama s...