🥀48. Bodo Amat 🥀

3.8K 195 18
                                    

Matahari pagi menyorot Anna dengan tak santai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari pagi menyorot Anna dengan tak santai. Sampai-sampai membuat kulit wajahnya merah padam. Berkali-kali ia menghapus peluh yang turun membasahi kening dan hidungnya.

Anna mendesah pelan. "Udah ah, capek banget," gumamnya sambil meletakkan sapu di dekat keran air. Mencuci tangan lalu membasuh wajahnya.

"Jangan cuci muka kalo masih keringetan,"

Anna mencebik bibir. Mematikan keran air dengan cepat lalu melangkah masuk ke dalam rumah. Tak ingin berlama-lama dengan Adam.

Anna melepas hijab instan yang ia pakai lalu menyampirkannya di kursi meja makan. Beruntungnya hari ini tidak ada mata kuliah pagi sehingga Anna bisa bersih-bersih rumah dengan santai. Dan ia baru saja menyapu halaman yang sudah dipenuhi dedaunan kering. Maklum, Anna paling malas menyapu, apalagi luar ruangan.

Menggulung lengan kaosnya sampai siku, Anna membuka kulkas lalu mengeluarkan dua butir telur dan sosis. Perempuan itu berencana masak nasi goreng pagi ini. Menu simpel yang menjadi andalan Anna hampir setiap hari.

"Masak apa?"

Anna menoleh malas. "Nasi goreng." Jawabnya dengan judes. Sudah cukup dua hari kemarin Anna habiskan untuk menangis, sekarang tidak lagi. Masa bodo Adam mau apa dan dengan siapa. Bukan urusannya lagi. Anna tidak mau terpuruk terlalu lama.

Adam yang selingkuh kenapa ia yang menangis?! Yang dosa juga Adam bukan dirinya. Yang salah Dimata Allah juga dia bukan Anna. Biarlah, sampai berapa lama kelakuan bejatnya akan bertahan. Yang penting Anna sudah tidak mau lagi menangisi laki-laki itu.

"Mau Mas ajarin masak sup ndak? Katanya dulu pengin bisa,"

Mulai nih sikap Adam yang sok hangat.

Tapi tenang semesta, Anna sudah kebal. Tidak mau lagi terkena rayuan-rayuan yang dapat menggoyahkan iman.

"Nggak perlu."

"Yasudah, mau Mas bantuin ndak?"

"Enggak."

"Yakin? Mumpung Mas nganggur lhoh,"

Anna hanya melirik sinis, tak mau memperpanjang obrolan dengan lelaki itu. Kalau biasanya Anna akan marah-marah ketika Adam mengganggunya, kali ini ia hanya diam. Mengunci mulut rapat-rapat walau dalam hati sudah ingin memakinya. Bayangkan saja Adam baru selesai lari pagi. Keringatnya saja masih menempel sana sini. Dan sekarang main seenaknya saja masuk dapur tanpa mandi terlebih dulu. Menjengkelkan.

Untung bau keringatnya tidak terlalu menyengat. Bisa pingsan Anna kalau keringatnya bau semacam bawang.

Adam mengambil sebotol air dingin dari kulkas lantas mengambil kursi agar dirinya tak perlu jauh-jauh dari Anna. Memperhatikan tangan lihai istrinya dalam berperang dengan wajan dan kawan-kawannya.

Entah dapat angin segar dari mana namun Adam bersyukur, pagi ini Anna mau berbicara dengannya. Tidak seperti kemarin-kemarin yang hanya diam seperti singa betina yang kelaparan. Setiap kali matanya bertemu pandang dengan Adam, pasti ada kilatan amarah seperti ingin mengulitinya hidup-hidup.

Adam tahu kesalahannya memang fatal, sangat fatal bahkan. Tapi ia bertekad kuat untuk memperbaikinya. Adam tidak mau sampai harus berpisah dengan istrinya karena masalah ini.

"Dek," panggil Adam. Namun sampai beberapa detik ia tunggu, tak ada sahutan sedikitpun dari Annandhita. Perempuannya seolah menulikan telinga dari suara Adam.

"Mas minta maaf," masih tidak ada sahutan.

"Mas tahu Mas salah, Mas minta maaf. Dengerin penjelasan Mas dulu sebentar,"

Anna mematikan kompornya dengan cepat. Memindahkan nasi berwarna coklat itu ke dalam mangkuk besar. Dadanya kembali sesak saat Adam meminta maaf entah untuk yang keberapa kalinya.

Tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya, Anna segera meninggalkan Adam ke meja makan. Menaruh nasi goreng itu dengan cepat sebelum beranjak ke kamar. Anna ingin mandi, dia sudah keringetan karena menyapu halaman yang cukup luas.

Selang setengah jam kemudian Anna keluar dengan balutan handuk kimono dan rambut yang dicepol tinggi. Huh, badannya terasa sangat segar sekarang.

Matahari belum naik terlalu tinggi. Anna melirik jam weker yang ada di atas nakas, masih jam delapan. Lebih kurang ada waktu satu setengah jam lagi sebelum Anna ke kampus. Semua pekerjaan rumah sudah ia selesaikan, berarti saatnya santai. Tugasnya minggir dulu. Anna sedang tidak bersemangat dalam mengurus hal satu itu.

Dengan gumaman-gumaman kecil perempuan itu mendudukkan diri di depan meja rias. Merawat wajahnya dengan berbagai produk kecantikan. Anna baru sadar kalau lingkar hitam dibawah matanya terlihat sangat jelas. Pasti karena dua malam tidak bisa tidur memikirkan Adam, menyebalkan. Kenapa pula Anna harus repot-repot memikirkannya, kurang kerjaan sekali.

Baru juga dipikirkan, tiba-tiba saja dia langsung masuk. Dasar. Pokoknya Adam adalah orang paling menyebalkan yang pernah Anna kenal. Kenapa tidak nanti-nanti saja masuknya. Terlebih lagi Anna belum berpakaian dengan benar. Adam kan salah satu tipe-tipe orang yang otaknya tidak bisa dikendalikan.

Anna melirik sinis pada Adam yang duduk di tepi kasur. Benar saja, dari tadi tatapan lelaki itu tak berpindah dari dirinya. Anna mencium bau-bau kegesrekan otak suaminya.

"Apa?! Nggak usah liat-liat." Ketus Anna sambil meratakan pelembab di wajahnya.

Adam tersenyum miring. Sudah Anna duga.

Lelaki itu melepas kaos pendek setengah basah yang ia gunakan untuk lari, memamerkan otot-otot perut yang tentu saja membuat kaum hawa terpesona. Termasuk Anna.

"Jorok. Jangan aneh-aneh kamu Ann, Adam sudah selingkuh!" Batin perempuan itu kembali memasang wajah garang. Tak memperdulikan Adam yang sudah berdiri tepat di belakang punggungnya.

Anna tetap memasang wajah jutek.

"Dek,"

Sialan memang.

Tangan Adam bergerak turun untuk mengusap pundak Anna. Tentunya dengan senyum yang tidak luntur dari bibirnya. Tampan, sangat tampan.

"Apa?!"

"Lepasin. Nggak usah aneh-aneh. Aku belum maafin kamu." Sambungnya.

"Mas minta maaf,"

"Nggak."

"Kamu salah paham. Mas beneran nggak ngapa-ngapain sama Sheilla, cuma nemenin dia di rumah sakit,"

"Sama aja." Anna menurunkan tangan Adam dengan cepat. Tak mau larut dalam permainan yang suaminya ciptakan. Dosen itu kan pandai sekali dalam memainkan kata, seolah-olah hanya Anna perempuan yang ia sayang.

Omong kosong.

"Dek, Mas minta maaf,"

Anna langsung berdiri kala tangan nakal Adam berusaha melepas ikat kimononya. Perempuan itu menatap suaminya dengan kesal. Dasar si killer menyebalkan, menjengkelkan dan tidak tahu diri.

"Dek,"

"Stop buat bertingkah bodoh Mas."

Pak Dosen [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang