Dering handphone Anna berbunyi sangat nyaring. Salah seorang yang masih terlelap di bawah alam sadar itu tampak menggeliat. Detik berikutnya ia terbangun, meraih benda pipih di atas nakas lalu mematikannya.
Anna menguap lebar. Mengerjapkan matanya yang masih terasa berat. Gadis itu meraih kuncir rambut yang ada di bawah bantal.
Masih ada setengah jam sebelum adzan subuh. Rupanya Anna menyalakan alarm terlalu pagi. Gadis itu kembali merebahkan tubuhnya. Memainkan handphone beberapa menit lalu melihat lelaki yang masih tidur di sampingnya. Ia berkali-kali lipat lebih tampan.
Anna tak munafik. Ia pun mengagumi Adam secara diam-diam. Hanya saja sikap lelaki itu selalu membuat Anna kesal setiap saat. Deru napas Adam terdengar sangat beraturan. Lelaki itu masih tertidur dengan mulut yang sedikit menganga.
Anna merubah posisinya, hingga ia Adam saling berhadapan. Pupa yang semalam ia peluk sudah ada di sofa. Entahlah, Anna tidak tahu bagaimana Pupa, si boneka teddy bear itu bisa pindah tempat. Seingatnya, Anna memeluk Pupa saat tidur. Sedangkan Adam masih di ruang kerjanya bersama tumpukan kertas dan laptop.
Tangan nakal Annandhita bergerak untuk menyentuh rambut Adam. Lelaki yang telah bertanggung jawab atas hidupnya beberapa bulan ini. Lelaki yang sudah begitu sabar menghadapi sikap kekanak-kanakannya.
Rasanya tangan Anna sudah gatal ingin mengeksplor setiap inci dari wajahnya. Kenapa Adam diciptakan dengan pahatan yang sedemikian rupawan?
Tangan Anna turun. Menyusuri alis hingga hidung mancung yang dimiliki suaminya. Mungkin hidung Anna kalah mancung dengan hidung Adam. Hidung Adam lebih pantas dijadikan perosotan taman.
Jari lentik Annandhita berhenti tepat pada permukaan benda kenyal yang berwarna merah. Benda yang sudah beberapa kali mendarat di bibirnya.
Anna buru-buru menarik tangannya kala melihat gerakan kecil dari Adam. Lelaki itu menggeliat lalu mendekap Anna erat. Tangan kekarnya bertengger manis di pinggang Anna.
Entah sadar atau tidak, Adam sudah berhasil membuat Anna malu. Semburat merah muncul di pipi gadis itu. Sungguh detak jantung Anna sangat menggila sekarang. Saking dekatnya ia dengan Adam, Anna bahkan merasakan hembusan napas hangat yang keluar dari mulut suaminya.
Anna tak berani memberontak. Sampai adzan subuh terdengar, gadis itu masih diam. Namun ingat akan tujuannya bangun lebih awal, Anna menarik napas dalam.
"Mas, bangun," lirihnya mencoba menyingkirkan tangan dosen itu dari pinggangnya.
"Mas, bangun. Udah subuh,"
Bukannya bangun, Adam justru mengeratkan pelukannya. Menjadikan Anna sebagai bantal guling.
"Mas Adam, bangun. Udah subuh," Anna mengguncangkan bahu lelaki itu. Membuahkan sedikit pergerakan dari matanya.
Sayup-sayup mata Adam terbuka. Pemandangan kali pertama yang dilihatnya adalah wajah Annandhita.
"Bangun Mas," ulang Anna.
[ PAK DOSEN ]
Hari Jum'at libur. Teman-teman Anna sudah heboh membicarakan rencana liburan ke Jogja.
"Siapa aja nih yang ikut?" Tanya Bara.
"Kita berlima aja, nggak usah ngajakin yang lain."
"Gue setuju tuh, mungkin aja yang lain udah punya acara." Kompor Kania.
"Fiks ya kita berlima ke Jogja Jum'at. Gue pesen tiket keretanya nih, besok tinggal packing sama booking penginapan. Nggak usah yang mahal-mahal, penting cukup buat neduh." Jelas Alan.
Sementara Anna masih bimbang. Ia sangat berlibur di Jogja bersama teman-temannya. Sekalian pulang mumpung libur tiga hari. Anna sangat rindu dengan Umma, Baba dan Arhan, kakaknya.
Tapi masalahnya Anna belum bilang sama Adam. Kalau Anna setuju dan ikut tanpa persetujuan Adam, pasti masalah baru akan muncul.
"Gue belum bisa janji ikut ya tapi,"
"Lhoh, kok gitu si Ann? Orang tua lo kan di Jogja, sekalian pulang aja. Masa nggak ikut?" Tanya Alisya.
"Gue belum pasti ikut Cha, ntar malem deh gue kabarin di group aja."
"Oke deh. Besok tapi harus fiks semua ya. Jarang-jarang ada libur panjang gini. Gue pengen keluar dari Bandung, cari suasana baru."
[ PAK DOSEN ]
"Mas, lusa kan tanggal merah, rencananya temen-temenku mau liburan ke Jogja,"
"Boleh nggak kalo aku juga ikut. Sekalian pulang, aku udah kangen banget sama Umma sama Baba,"
"Boleh ya Mas, please,"
"Saya nggak bisa ngelepasin kamu gitu aja Ann, bisa-bisa Baba kamu salah paham lagi sama saya."
"Nanti aku yang ngejelasin deh Mas, mumpung libur panjang, boleh ya Mas,"
"Yasudah sama saya aja,"
"Maksud Mas, ke Jogjanya sama Mas Adam?"
Adam mengangguk. Menoleh sekilas lalu kembali fokus pada jalanan yang lumayan padat.
"Yah, tapi aku pengennya sama temen-temen. Jalan-jalan sama mereka."
"Memang kamu tidak pengen jalan-jalan sama saya?"
"Ya pengen, tapi aku juga pengen pergi sama temen-temen. Ada Alan, Bara, Alisya sama Kania juga kok, jadi aman."
"Sama saya lebih aman."
Anna menunduk. Memilin jari-jari tangannya. "Jadi nggak dibolehin ya, Mas?" Tanya gadis itu sendu.
Adam mengangguk sambil bergumam. Tangan kiri lelaki itu bergerak untuk mengelus pucuk kepala istrinya.
"Lusa perginya sama saya saja ya,"
Adam menghentikan laju mobilnya di depan minimarket dekat rumah. "Mau turun nggak Ann?" Tanyanya yang mendapat gelengan kepala dari Annandhita.
Tetesan hujan langsung meleleh tatkala Adam menutup pintu mobil. Sebisa mungkin Anna mengatur napasnya yang terdengar sangat memburu. Nyatanya tidak semudah itu meminta izin dari Adam.
Anna menghapus lelehan-lelehan bening itu dengan kasar. Mengambil handphone lalu menyalakan kamera. Dan benar saja, wajah Anna sudah merah padam.
Kalau Adam melihatnya sekarang, dapat dipastikan kalau lelaki itu tahu Anna menangis. Dan Anna sudah tidak ingin lagi disebut kekanak-kanakan hanya karena itu.
Membuka kaca mobil, berharap Adam percaya kalau ia kelilipan. Anna menunggu Adam sembari melihat jalanan. Rumahnya sudah tidak jauh dari sini, jalan kaki sepuluh menit saja sampai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Dosen [ SELESAI ]
Aléatoire"Saya nggak mau tidur sama Bapak." "Saya bukan Bapak kamu." "Tapi Bapak udah tua, om-om. Saya nggak mau tidur sama om-om." "Yasudah silahkan tidur di bawah, saya tidak memaksa." Kehidupan tenang Adam harus terusik karena kedatangan gadis yang sama s...