"Saya nggak mau tidur sama Bapak."
"Saya bukan Bapak kamu."
"Tapi Bapak udah tua, om-om. Saya nggak mau tidur sama om-om."
"Yasudah silahkan tidur di bawah, saya tidak memaksa."
Kehidupan tenang Adam harus terusik karena kedatangan gadis yang sama s...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ada apa Adam, sepertinya serius sekali, kamu berantem sama Sheilla?" Tanya Pak Seto sambil meneguk kopi hitam yang baru saja dibawakan istrinya.
"Ndak kok Pak, saya pengen bicara sama Bapak, soal saya sama Sheilla," baru mengatakan ini saja jantung Adam sudah dugun-dugun seperti berdisko.
"Iya, kalian kenapa?"
Menarik napas panjang lalu berucap, "Saya sudah tidak bisa sama-sama lagi sama Sheilla," Adam memberanikan diri untuk menatap tepat di retina lelaki paruh baya itu. Ekspresinya nampak terkejut namun dengan cepat beliau menetralkannya. Memandang Adam dengan intens.
"Jangan bercanda kamu."
"Saya serius,"
"Kenapa?! Alasan kamu apa?! Kamu tidak bisa berlaku seenaknya Adam!"
"Maaf Pak, tapi saya benar-benar tidak bisa bersama Sheilla lagi, saya sudah menikah,"
"Menikah? Lawakan macam apa lagi ini yang kamu gunain, Dam!"
Sedetik kemudian wajah Adam menunduk, tak berani menatap lelaki paruh baya yang duduk di depannya. Keputusan lelaki itu sudah bulat, secepatnya ia akan berkata jujur. Setidaknya dengan Pak Seto sebelum yang lainnya.
Dan sore ini Adam datang ke rumah beliau. Sheilla sudah diperbolehkan pulang dua hari yang lalu dan Adam juga sempat mengantarnya.
"Alasan kamu bersikap seperti itu apa Adam?" Tanya pak Seto dengan nada tegas. Kening lelaki paruh baya itu tampak mengerut. Meneliti setiap gestur yang Adam lakukan.
"Maaf karena saya sudah membohongi anak Bapak, tapi jujur, tidak ada niatan sedikitpun untuk itu. Saya dan Sheilla sudah lama bersama, saya tidak tega jika meninggalkannya secara tiba-tiba,"
"Tapi kamu sudah membuat anak saya berharap Adam. Dengan semua yang kamu berikan pada Sheilla, selama dia di rumah sakit, kamu tahu itu kan?"
Adam mengangguk lesu. "Saya minta maaf Pak, tapi saya tidak tega terus-menerus membohongi istri saya dan Sheilla."
Seperti ada yang menghantam kepalanya. Lelaki paruh baya itu mengurut keningnya sebentar. Mengambil napas panjang beberapa kali.
"Saya kecewa, Dam,"
Pak Seto mengusap wajahnya dengan gusar. Mencoba meredam emosi yang rasanya sudah sampai di ubun-ubun. Ingin sekali meninju wajah lelaki di depannya.
"Saya minta maaf Pak,"
"Pulang kamu dan jangan pernah hubungi Sheilla lagi." Ucap beliau dengan nada sangat datar. Wajahnya merah padam.
Adam menghembuskan napas dalam-dalam, "Saya yang bakal bilang ke Sheilla, izinin saya buat ketemu dia sekali lagi,"
"Tidak bisa. Silahkan kamu pulang." Ulangnya dengan menunjuk pintu rumah. Sungguh hatinya sangat sakit. Adam adalah calon menantu yang beliau harapkan. Baik, bertanggung jawab, tegas dan tentu sayang dengan putrinya.