🥀17. Pulang Bareng Alan 🥀

2.3K 131 3
                                    

"Skak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Skak."

"Belum Pak, bisa ke-"

"Udah skak, mati itu."

"Kok bisa cepet banget Pak? Dari tadi saya belum pernah menang lhoh,"

"Itung-itung pahala Yang, buat orang tua seneng," kekeh gadis berambut hitam yang tengah bergelayut manja di lengan kokoh Adam.

Adam menggaruk tengkuknya. "Iya deh, sekali lagi gimana Pak, belum ada sepuluh langkah saya udah mati terus,"

"Oke," jawab lelaki paruh baya yang duduk di depan Adam. Rambutnya sudah memutih dengan guratan wajah yang tercetak dengan jelas. Adam perkirakan umurnya sudah lebih dari kepala enam.

Adam memundurkan pion hitam yang akan ia mainkan. Menyusunnya secara benar. Terhitung, sudah lebih dari lima kali Adam memainkan permainan yang sama dengan pola yang sama. Tapi hasilnya selalu saja sama, zonk.

Lelaki paruh baya itu -Pak Seto- meneguk kopinya. Memajukan dua pion dalam waktu bersamaan. Sedangkan Adam memilih satu dalam dua kotak. Kening mereka sama-sama mengkerut.

"Kamu tahu Dam, Sheilla itu dulu pernah bilang, katanya ada cowo kasar yang nyuruh dia jalan jongkok ngelilingin lapangan, gara-gara terlambat ospek. Ganteng katanya, sayang judes. Pelit ekspresi, gitu."

"Terus saya tanya, kenapa kok bisa telat. Padahal dari rumah udah pagi banget. Sampai Bimo nggak sempat sarapan. Katanya lagi ban motornya bocor. Tapi Kakak tingkatnya itu nggak mau denger, Sheilla tetep aja dihukum."

Adam terkekeh, Kakak tingkat pelit ekspresi yang dimaksud Pak Seto itu dirinya, Adam. Lelaki itu memalingkan wajahnya, melihat wajah cantik Sheilla dari dekat. Matanya menyipit segaris.

"Maaf ya, dulu aku nggak tahu," ucapnya pelan. Sheilla mengangguk sambil tersenyum malu-malu. Sheilla bahkan sudah melupakan hukuman ospek itu.

"Skak. Udah Dam, percuma kamu kalah terus,"

"Lhoh,"

Pak Seto beranjak bangun. "Kamu ngajak Bimo aja Dam, saya masuk dulu. Masuk angin kalo terus-terusan di luar." Ucapnya.

Pak Seto masuk, meninggalkan Sheilla dan Adam di halaman. Adam melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya. Sudah hampir jam setengah sebelas. Berarti lebih dari empat jam Adam di rumah Sheilla. Menghabiskan waktu dengan keluarga gadis itu.

"Aku pulang ya Sheil, nggak enak udah malem. Kelupaan, main mulu sama ayah kamu."

Sheilla mengeratkan tangannya, tak ingin Adam pergi. "Makasih ya udah mau main ke rumah,"

"Iya,"

"I really miss you,"

"Besok-besok aku main lagi,"

"Janji ya,"

Adam merapikan papan catur lalu membawanya masuk. Di ruang tamu masih ada Bimo-adik Sheilla-yang asik bermain gitar. Bimo masih berstatus sebagai mahasiswa di fakultas ekonomi. Hanya saja Adam tidak tahu. Bimo juga baru mengenal Adam.

Pak Dosen [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang