🥀34. Pertanyaan Kania🥀

3.8K 164 8
                                    

Di luar masih hujan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di luar masih hujan. Adam meneguk kopi yang tadi ia pesan. Mengedarkan pandangan untuk mencari sosok yang ia tunggu sejak dua jam lalu.

Nihil.

Gadis itu belum kelihatan juga batang hidungnya. Tidak seperti biasanya dia menggunakan rumus jam Indonesia. Alias ngaret.

Sudah jam sepuluh. Adam bilang hanya keluar sebentar. Ia juga khawatir karena Anna di rumah sendirian. Ditambah lagi cuaca malam ini sangat tidak mendukung. Adam sangat tahu kalau istrinya itu tipikal gadis penakut.

Untuk kesekian kalinya ia mencoba menghubungi Sheilla. Namun nomornya selalu diluar jangkauan. Terakhir kali ia berbalas pesan dengan Sheilla sekitar tiga jam yang lalu. Sheilla bilang ingin bertemu di Alamanda De'Coffie jam delapan.  Tapi sampai sekarang juga belum datang.

Sebelum beranjak pulang, Adam lebih dulu mengirim pesan singkat pada Sheilla. Dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

Adam tidak peduli kalau hujan masih mengguyur Kota Bandung. Ia menerobos jalanan licin yang lumayan sepi. Hanya ada beberapa motor yang tampak berkendara.

Mobilnya berhenti di sebelah mamang-mamang pedagang martabak. Menunggu beberapa menit sampai pesanannya jadi lalu kembali melanjutkan perjalanan.

Adam menghentikan mobilnya di depan pagar rumah. Membukanya dengan cepat karena intensitas hujan cukup deras. Ia mengambil kunci serep daripada harus menunggu Anna membukakan pintu.

Ruang tamu sudah gelap. Hanya dapur saja yang masih terang. Adam langsung menaiki tangga yang menghubungkan lantai atas dan bawah. Ia pikir Anna sudah tidur. Namun saat membuka pintu kamar, gadis itu masih terjaga dengan layar laptop yang menyala di pangkuannya.

"Kok belum tidur?" Tanya Adam sambil membuka jaketnya.

"Belum." Jawab Anna tanpa mau repot-repot menoleh. Fokus matanya masih pada tulisan-tulisan bercetak Times New Roman itu. Ia harus bisa mereview dua jurnal malam ini. Tak peduli harus begadang lagi atau tidak.

Adam mengganti bajunya di depan Anna. Gadis itu mencoba untuk tidak peduli, toh sudah menjadi pemandangan yang biasa. Namun tetap saja jantungnya berdetak kencang. Padahal ia sudah mengucapkan mantra agar jantungnya tetap berirama stabil.

"Ada martabak tuh di bawah," ucapnya lalu mengambil handuk kecil guna mengeringkan rambut.

Seperti biasa, Adam hanya mengenakan kolor selutut dan kaos polos hitam. Lalu melongokkan kepalanya pada tugas yang sedang istrinya kerjakan.

"Siapa aja yang nggak ngerjain Mas? Kok tadi ada dua kata kamu?"

"Kamu sama Banu Alan,"

Anna hanya ber'Oh'ria. Tidak heran lagi kalau Alan tidak mengerjakan tugas. Walaupun dosennya Adam yang ia katakan seperti balok es.

Adam mengambil laptop dan setumpuk makalah dari ruang kerja. Meletakkannya di atas meja belajar. Lelaki itu keluar, turun ke lantai bawah untuk membuat secangkir kopi. Matanya sudah sedikit berat.

Hampir setiap malam Adam begadang.

Adam kembali mencoba untuk menghubungi Sheilla. Namun nomornya masih diluar jangkauan. Adam tidak tahu apa yang terjadi dengan gadis itu sehingga mematikan handphone begitu.

"Lanjutin besok kalo udah ngantuk," ucap Adam sembari meletakkan gelas susu di nakas.

Anna menoleh. "Makasih Mas,"

Adam hanya menjawab dengan gumaman tidak jelas. Lelaki itu duduk di meja belajar lalu membuka laptopnya guna memeriksa email yang masuk.

Keduanya saling diam, hanya bunyi ketikan yang saling beradu di dalam kamar itu. Sesekali Anna menguap lalu mengusap matanya yang berair.

Tak terasa jarum jam sudah berputar hingga menunjuk angka dua. Anna menerangkan otot-otot tangannya yang terasa kaku. Pandangan matanya mengabur akibat terlalu lama menghadap layar laptop.

"Hah, ngantuk banget," ucapnya sambil merapikan beberapa buku tebal yang menjadi referensi. Setelahnya ia beranjak untuk ke kamar mandi. Menggosok gigi dan mengambil wudhu sebelum tidur.

Susu yang tadi Adam buatkan masih tersisa setengah. Gadis itu meneguknya hingga tandas. Sedangkan Adam sudah masuk alam mimpinya sedari tadi. Katanya kepala lelaki itu sedikit berat.

Anna membaringkan tubuhnya di samping Adam. Menghadap dada bidang lelaki itu. Tidurnya sangat nyenyak. Ia sama sekali tidak terganggu ketika tangan usil Anna berputar-putar di dadanya. Membentuk lengkungan-lengkungan abstrak.

"Maaf,"

Maaf karena ia belum bisa menjadi istri yang baik.

Maaf karena ia belum bisa menjadi perempuan yang suaminya inginkan.

Dan maaf karena ia belum memberikan hak yang selama ini suaminya tunggu.

Anna membuang napas kasar. Menenggelamkan wajahnya di dada bidang Adam. Lalu melingkarkan tangannya di perut lelaki itu.

Sebelum benar-benar memasuki alam mimpi, Anna menyematkan sebuah ciuman di bibir Adam.

Hanya kecupan singkat, tidak lebih.

[ PAK DOSEN ]

"Lo udah nikah Ann?"

Bagai petir yang menyambar di siang bolong, Anna langsung terdiam mendengar pertanyaan yang baru dilemparkan Kania.

Gadis itu bertanya namun seolah sudah tahu jawabannya. Menyelidik untuk Anna berkata jujur.

"Belum. Lo jangan ngada-ngada deh, Kan," jawab Anna sesantai mungkin. Jangan sampai ia terlihat gugup dan Kania malah tambah curiga.

"Tapi kata Hilman lo udah nikah."

Hilman brengsek.

"Sama siapa?"

"Ya gue nggak tahu, tapi kata Hilman lo udah nikah. Lo juga ke Jogja kan tanggal merah kemarin sama suami lo?"

Ah Anna lupa kalau Hilman kenal dengan Kania. Hilman juga pasti mengenali wajah Adam. Lalu bagaimana ini? Tidak mungkin Anna membongkar identitasnya dengan Kania.

Alisya dan Kania jelas berbeda. Anna bisa menjadi bulan-bulanan fakultas kalau sampai berita ini terdengar. Apalagi Kania juga termasuk salah satu gadis yang menggilai Adam. Ia bahkan tak sungkan untuk mengatakan perasaannya secara gamblang.

Ayolah semesta, tolong Ann!

"Gue belum nikah Kan, gue juga nggak pulang. Lo jangan bikin berita yang nggak bener deh Kan,"

"Gue cuma nanya, kok lo sewot si?"

Lhah, yang sewot itu saha neng? Orang dari tadi situ yang auranya nyeremin, kayak orang ngajak tengkar.

Tak berselang lama untungnya dosen pengganti Bu Agni datang. Anna bisa bernapas lega setelah lolos dari pertanyaan Kania.

Sama sekali tak terpikir oleh Annandhita kalau Hilman bisa saja membocorkan rahasia pernikahannya dengan Adam.

Hilman termasuk murid sering bolak-balik keluar kota untuk mengikuti lomba tingkat provinsi maupun nasional. Sudah pasti temannya sangat banyak dan tersebar di berbagai kota. Dan bisa jadi Kania salah satunya.

Anna tak bisa fokus sepanjang kelas berjalan. Pikirannya berkelana jauh. Menerawang seandainya semua orang tahu kalau ia istrinya Adam. Bukan hanya Bullyan dari para kaum hawa, tapi bisa juga dari yang lain karena menganggap Anna mempunyai privillage.

Hiii kembali lagi nih sama ceritaku
Wkwkwk part ini pendek banget,
Tapi semoga masih nyambung ya sama ceritanya
Segitu dulu ya,
Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri bawah
Kalo ada typo sekalian tandain
Salam hangat dari aku,
See you

Pak Dosen [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang